Toelis Soetan Sati adalah salah satu pujangga/sastrawan Indonesia, Angkatan Balai Pustaka, yang lahir di Bukittinggi pada tahun 1898. Buku karangannya yang terkenal adalah Sengsara Membawa Nikmat. Kelebihan Toelis Soetan Sati dalam membuat karya-karyanya adalah melalui penggambaran panca inderanya, yaitu mengambarkan secara detail daerah Minangkabau, tempat kelahirannya. Hal yang istimewa adalah para tokoh, sifat tokoh, latar budaya, dan gambaran masyarakat Minangkabau dilukiskan oleh Toelis Soetan Sati seolah-olah pembaca dapat melihat, mendengar, dan merasakan sendiri berada di daerah tersebut. Pengalamannya bekerja di Balai Pustaka menambah kepiawaian Toelis Soetan Sati dalam menulis. Tidak hanya menulis cerpen, Toelis Soetan Sati juga membuat puisi, saduran cerita daerah dan terjemahan.
Karya-karyanya membawa banyak pesan moral, nasihat, dan cinta tanah air. Kecintaannya pada dunia tulis-menulis karena mengikuti hati nuraninya dan pengalamannya bekerja di Balai Pustaka menjadi pembantu korektor pada tahun 1920 hingga ia menjadi pemimpin direktur pada 1940. Salah satu karyanya yang berjudul Sengsara Membawa Nikmat pernah ditayangkan di televisi nasional yaitu TVRI dan menjadikan Toelis soetan Sati terkenal di Nusantara.
Toelis Soetan Sati meninggal pada tanggal 16 April 1942, meninggalkan dua orang istri dan dua anak. Sampai saat ini karya-karyanya tetap abadi dan dibaca di sekolah-sekolah dan menjadi referensi di perguruan tinggi jurusan bahasa dan sastra Indonesia.[1]
Karya
Toelis Sutan Sati menghasilkan berbagai jenis karya sastra, termasuk sajak, cerita pendek, novel, dan saduran dari bahasa daerah serta asing. Beberapa puisinya yang terkenal termasuk "Kurban Malaise," "Syair Unggas Bertuah," dan "Selamat Hari Raya Aidil Fitri," yang dipublikasikan dalam majalah Pandji Poestaka antara tahun 1931 hingga 1933. Bahasa yang digunakan dalam puisi-puisinya sangat sederhana, dengan tema utama berupa nasihat. Kumpulan cerita pendek yang ditulisnya antara lain "Hilang Akal Baru Tawakal," "Cincin Hikmat," "Dekat Lebaran," dan lainnya, yang dimuat dalam majalah Pandji Poestaka dari tahun 1933 hingga 1936. Tema cerpen-cerpen ini juga berpusat pada nasihat moral.
Novel-novel Toelis Sutan Sati termasuk "Sengsara Membawa Nikmat" (Balai Pustaka, 1928), "Tak Disangka" (Balai Pustaka, 1929), "Memutuskan Pertalian" (Balai Pustaka, 1932), dan "Tidak Membalas Guna" (Balai Pustaka, 1932). Dalam novel-novel ini, terutama dua yang pertama, latar budaya Minangkabau sangat menonjol.
Adaptasi dan terjemahan
"Sengsara Membawa Nikmat" juga diadaptasi menjadi sinetron televisi, yang memperluas jangkauan pengaruh Toelis Sutan Sati. Selain menulis karya asli, Toelis juga menerjemahkan dan menyadur berbagai cerita. Terjemahannya meliputi cerita rakyat Minangkabau seperti "Si Umbut Muda" (Balai Pustaka, 1930) dan "Sabai Nan Aluih" (Balai Pustaka, 1929). Sadurannya termasuk "Syair Rosina" dari F.D.J. Pangemanan (Balai Pustaka, 1933) dan "Syair Sitti Marhumah yang Saleh," sebuah cerita dari Persia (Balai Pustaka, 1930).[2]
Kehidupan pribadi
Toelis Soetan Sati menikah dua kali. Istrinya yang pertama telah memberinya seorang putra bernama Sofyan, yang meninggal dalam usia masih kecil pada 1944 [3]
Pada 1930, ia menikah dengan Djuz'ah (meninggal tahun 1995 dalam usia 80 tahun) yang satu kampung halaman. Pasangan ini dikaruniai anak tunggal, yakni Erawati Toelis, istri kedua Andi Mustari Pide. Erawati memberi Toelis empat cucu, yakni Alexandri, J. Rinaldo, Elvira Dupana, dan Richardo.[3]
Referensi