Menurut sejarah legenda Minahasa, Toar dan Lumimuut adalah nenek moyang dari suku Minahasa. Diyakini oleh masyarakat daerah Minahasa sebagai nenek moyang mereka. Versi cerita mengenai Toar dan Lumimuut ada menurut legenda bermacam.
Versi Legenda
Cerita ini termasuk mitos karena pada zaman lampau orang Minahasa menganggap cerita ini suci dan tidak secara sembarang dikisahkan, cerita ini hanya dapat dinyanyikan pada upacara khusus seperti upacara Rumages asal kata "reges" artinya angin ataupun upacara Mangorai. Walau kisahnya sama tetapi jalan ceritanya berbeda.
Cerita Toar-Lumimuut yang paling lengkap dan yang terbaik diambil dari buku " Uit Onze Kolonien" tulisan.H.Van Kol. terbitan tahun 1903.halaman.160-165 dalam bahasa Tombulu " De Zang van Karema" ( nyanyian dewi Karema), seperti diketahui dewa-dewi Toar-Lumimuut adalah leluhur pertama orang Minahasa, kedua manusia pertama orang Minahasa yang menurunkan seluruh orang Minahasa itu telah dikawinkan oleh seorang dewi yang bernama Karema berwujud wanita tua. Karema, Lumimuut dan Toar adalah dewa-dewi leluhur pertama orang Minahasa, sebelum mereka ada juga beberapa nama leluhur lainnya, tetapi semua leluhur lainnya itu telah mati tenggelam ketika pada zaman purba terjadi banjir besar Ampuhan atau Dimenew yang membuat seluruh tanah Minahasa terbenam air kecuali satu puncak pegunungan Wulur Mahatus di Minahasa selatan, demikian lah menurut cerita mithos Minahasa, dan cerita di bawah ini dimulai ketika banjir besar itu telah berlalu. Dinyanyikan oleh seorang wanita tua dalam jabatannya sebagai Walian Tua (pemimpin Walian) pada upacara Rumages, wanita tua itu akan berperan sebagai Dewi Karema. Setiap satu syair dinyanyikan, maka penari Maengket akan menyambut dengan menyanyikan bagian refrein...."Eeeeh Rambi-rambian" artinya " bunyikanlah gong perunggu" ( Rambi = gong perunggu), nyanyian itu adalah sebagai berikut, mulai syair pertama yang langsung diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Dari cerita inilah sumber utama Minahasanologi mengenai agama asli, kepercayaan, seni budaya, dan adat kebiasaan orang Minahasa.
Artinya:wahai dengarkanlah ceritera yang telah diturunkan…….bunyikanlah gong
Si minatontonai wanam puruk u langit ………. Eeeeeh Rambi-rambian
Artinya: ceritera yang telah diturunkan dari atas langit………….bunyikanlah gong
Si zei^kan meilengkaz, wo mawia-me dungus intanak…Eeeh rambi-rambian
Artinya ; Dia ( Karema) tidak dilahirkan ketika datang dan ada di muka bumi..bunyikan gong
Si karengan nimatoume, mei kolote um batu …..Eeeeh rambi-rambian
Artinya ; Dia (Karema) lahir bersama-sama dengan batu yang meletus….bunyikan gong
(Syair berikutnya tidak dilanjutkan karena merupakan refrein lagu Rambi-rambian agar mudah mengikuti jalan ceritanya)
Kepercayaan kepada Tuhan
Masyrakat minahasa mempercayai adanya Tuhan. Konsep surga dan neraka di percayai oleh orang minasahasa. Konsep sudah dipengaruhi oleh masuknya agama kriaten.
SYAIR KEDUA:
Niakumo si mahawe^ena^ase, yah wiamo angka^aya^an
Artinya: Sayalah pemberi ingatan kesadaran berpikir, dan saya telah ada di dunia ini.
Yah werenanku an tanak, leme^ loyo kampe
Artinya: Aku lihat tanah permukaan bumi masih lembut berlumpur(karena banjir besar )
Si suatan ma^ra^ar, sumena-sena^
Artinya: Tapi bersama itu sinar Matahari bercahaya terang
Ta^an kangkasi^I, umpele-peleng zima^I – za^I
Artinya: Tetapi juga kesemuanya itu terasa menyenangkan
SYAIR KETIGA:
Wo Aku sumaru, sendangan timu
Artinya ; lalu aku menghadap arah tenggara
Yah, sinumpak um berenku, un Akel Matutung
Artinya: Mataku dihadang oleh pemandangan sebatang pohon Aren (pohong saguer)
Yah, Tumarak-tak, an tali watu ma^ragos
Artinya: Dan terdengar bunyi gemeretak, buah pohon Aren jatuh ketanah
Wo ni^ilek-ku tawi ni^itu, sumo^so^ane me-ngasin
Artinya; Dan kulihat dekat pohon itu, ada sungai yang airnya mengalir kelaut
SYAIR KEEMPAT:
Wo mawiling , sumaru sendangan Amian
Artinya: Lalu aku memutarkan badan menghadap arah timur laut
Yah, kina patesanku, un Asa retik
Artinya: dan perhatianku tertuju pada pohon “Asa” (kano-kano, jelaga)
Yah ma^tou karete ni^itu, un Tu^is Rarawir
Artinya: Dan yang bertumbuh dekat itu adalah pohon T u I s (Jenis pohon batang Lembut )
Wo rimuru^ ma^wire-wirei, u la^it um bene^
Artinya ; dan yang di pojok itu tampak melambai adalah pohon “ daong nasi “
SYAIR KELIMA:
Tumondong Aku mapa-saru, Amian talikuzan
Artinya: Kemudian itu aku menghadap arah Barat laut
Yah, kina werenanku witu, um-Bangelei ne Kotulus
Artinya: Dan tampak olehku, tanaman obat “Wangelei” ( Tumulawak)
Yah Karuru^ karete ni^itu, um Bawali Kundamah
Artinya ; Dan dipojok dekat situ, ada tanaman “ Wawali Kundamah” (pohon Kencur)
Yah minalung ni^itu, un Tewasen ne Rumopa
Artinya ; Dan pohon yang menaungi tempat itu adalah pohon “ Tewasen”
(pohon katu)Yang batangnya menghasilkan sagu .
SYAIR KE-ENAM:
Kamurian Aku mapasaru, Timu^ talikuzan
Artinya: kemudian aku menghadap arah, barat daya
Yah, kapatesanku ma-witu, un Ayamen ka^ukur
Artinya ; Dan pandanganku tertumbuk pada pohon “Ayamen” (Silar, daun tikar)
Yah sana remong witu, un-Tambelang Tumitikak
Artinya: Dan satu rumpun dengan itu, adalah pohon bambu “ Tambelang”(bulu ikang)
Ta^an un antang witu nate Si Raraha, menorome niaku
Artinya:Tapi (dari arah itu), hati dan kemauan si gadis (Lumimu^ut) sudah teguh dan dia berjalan lurus ke-arah saya ( Karema).
SYAIR KE-TUJUH:
Liwaganku sia, sa apa u ngarana
Artinya: Aku bertanya kepadanya, siapakah namanya
Yah Ongah u nuwu^na mingkot sia, LUMIMU'UT u ngaranku
Artinya: Dan dengan jelas dia menjawab pertanyaan saya bahwa namanya LUMIMU'UT
Yah tentu kang-kasi^I, Sia Limiwaga u ngaranku
Artinya ; Dan begitu juga lagi dia (Lumimuut) menanyakan nama saya.
Wo Totozenku u ngaranku, KAREMA ne Rumarages
Artinya ; Lalu aku tegaskan nama saya: KAREMA pendeta upacara agama “Rumages” .
SYAIR -DELAPAN:
Witu kai ma^esa^an sana zizikezan, tu le^os wo u lewo
Artinya ; Mulai waktu itu kita bersatu saling terikat dalam suka mapun dalam duka
Yah sanawali mo kai, I minange witu Mapawe'a-we'an
Artinya ; Dan bersama-sama kita pergi ke-tempat tinggal kita
In toro-itu, kai Timou mina^elu-eluzan mahwatu
Artinya: waktu itu kita berdua hidup berkasih-kasihan dan menyatu
Yah, witu kai lawiz, wo zei'kazei'an
Artinya: Dan di situlah kita hidup diberkati dan senantiasa berkecukupan
SYAIR KE-SEMBILAN:
Pina'aleiku wia nisia, Wehane A'asaren Aku
Artinya; Aku (karema) mintakan kepadanya, berikanlah ceritera kepadaku
Sa sei si Ama'na, wo sei si Ina'na
Artinya: Kalau siapa Ayah-nya dan siapakah Ibunya
Sa kura u lalana, angika ayome wia
Artinya: Dan bagaimana caranya, hinga dapat tiba di sini (di Minahasa)
Wo kura um pa’az-na, in Tumou wia
Artinya: Dan bagaimana keinginannya, hidup di sini (di Minahasa)
SYAIR KE-SEPULUH:
Yah ongah u nuwuk’ku ing kumua wia ni sia
Artinya: Dengan jelas aku berkata kepada-nya (Karema)
Wewe’an un Aoan nah-gio-gioan, ang kenap-sena’na
Artinya: Ada bukit-bukit yang berhadap-hadapan, yang terang dengan cahaya
Ni itu ya tanu lalem-lalemdeman, wo tanu zuni-zuni’an
Artinya: Tempat itu tampak seperti berkabut awan, dengan warna seperti pelangi
Ya wituma un Arina, Linengkaran niaku
Artinya: Di sanalah tempatnya, aku dilahirkan
SYAIR KE-SEBELAS:
U ngaran nei ketor um pusez ni Inaku-ku en WENGI
Artinya: Nama ketika tali pusar dipotong dari ibu adalah WENGI
Yah si Ama’ku ka’uman, wen KAWENGIAN u ngaranan
Artinya: Dan ayahku, bernama Kawengian
Ni Sera se timau’ niaku, witu um bantang
Artinya: Mereka (Ibu dan Ayahku) yang memasukkan aku dalam perahu-rakit
Ni sera se nimayome niaku, witu u louz
Artinya: Mereka (Ibu dan Ayahku), yang telah mengayunkan ke-laut.
SYAIR KE-DUABELAS:
Si Ina’ku si Simi’si’me, witung kikile’ku kakan
Artinya: Ibuku telah menyelipkan, pada ketiak-ku sebelah kanan
Un Sinaputan, an ipa’pespes, wo un Atelu’ Esa
Artinya: Satu Bungkusan disemaikan, dan satu butir telur
Si Ama’ku Ka’ uman si simipsipe, witung Kawi’i
Artinya: Dan Ayah-ku telah menyisipkan, di (ketiak-ku) sebelah kiri
Un Uka’ Winutame, am batuna Tumou – tou
Artinya: Tempurung diisi penuh dengan biji-bijian besar yang dapat bertumbuh.
SYAIR KE-TIGABELAS:
Um Bantang – ku ayur wo Lembo, Limaya’ wo uma’lending
Artinya: Perahu rakit-ku hanyut dan timbul (di permukaan laut), dipermainkan (Ombak) dan bunyi berderak-derak
U Limingke-lingkey, endo wo wengi
Artinya:Dan bergoyang-goyang (kekiri, kekanan, kemuka, kebelakang), siang dan malam.
Ya naigom aku wo ika-tekel, zie’mo si genang-ku
Artinya:Dan aku mabuk-laut hingga tertidur, dan tidak sadar diri
Le’os Limengki’ um bantang, simangkil wurias
Artinya:Untunglah tertumbuk perahu rakit-ku, tersandung benda keras
SYAIR KE-EMPATBELAS:
Tare Aku Mapolo, woan ma’we’ena’as ung genang-ku
Artinya: Barulah aku terbangun, kemudian ingatan kesadaranku kembali
Yah, tana’ rimagos witun saput kakan, nimamualimo un tana’ kenu
Artinya: Dan tanah yang terbungkus di (ketiak) kanan-ku yang terjatuh
telah berubah menjadi tanah (minahasa) ini
Ka’ uman um batuna I peresouw, timoumo wangun sombor
Artinya: Dan lagi biji-bijian untuk dihamburkan, telah tumbuh menghijau
Ya un atelu’ e minawalui-ye, tatamun-tuan
Artinya: dan Telur itu telah berubah menjadi binatang-binatang
SYAIR KE-LIMABELAS:
Yah Wisamo dei mei-ayur, kita winaway minasungkul wia
Artinya: Kemanapun dia yang telah dihanyutkan ( kelaut ), kita (berdua saya dan
karema) telah bertemu di tempat ini.
Ni iamo Ka’pa un tinouw-Toouwan-ta in dua
Artinya: Sudah beginilah atua sudah inilah kehidupan kita berdua
Niaku eh ma’ayang, akaz I lumomei u mu’u unggio
Artinya: Saya (Lumimu’ut) akan bekerja, hingga (badanku) licin berkeringat sampai ke wajah-ku
Satoro Ka’uman, si menginalei Kalalawiz-ta in dua
Artinya: Tapi aku mintakan (pada Karema) kalau boleh, agar didoa’kanlah
kebahagia’an hidup untuk kita berdua.
SYAIR KE-ENAMBELAS:
Laleyo un tou-touan nera, zei si kawenduan wo kalewo’an
Artinya:Telah lama mereka hidup, dengan tidak ada keluhan atau pederitaan
Si Karema si nime’an kura ung kawendu, sa zei’ si Tuama
Artinya: Karema memberikan pendapatnya bagaimana tidak bahagianya (seorang wanita) bila tidak ada lelaki
Ni Sia si Mahalez si kariana, si siga’ ka’uman ma’ lele-lele
Artinya: Dialah (Kaerma) yang menggerakkan temannya lumimu’ut karena (Karema) pandai membujuk agar kemauannya diikuti
Wo sera mondole witi rurag, wen miki rara’ate si Empung
Artinya: lalu mereka keluar dari lubang gua (tempat tinggalnya) untuk berdoa meminta pengasihan Tuhan
SYAIR KE-TUJUHBELAS:
Si Kaerma tare tumo’tol, ma-endo Walian
Artinya: Karema lalu menyiapkan upacara agama, dan bertindak sebagai Pendeta.
Yah I rondorna si Lumimu’ut, sumaru timu’ – sendangan
Artinya: Lalu diaturnyalah agar Lumimu’ut, berdiri menghadap tenggara
Si Karema menginalei ung kalalawiz ni lumimu’ut
Artinya: Karema berdoa minta kebagaiaan Lumimu’ut, tetapi tidak terjadi apa-apa.
Si Lumimu’ut si zei’ si- torona, to walina’an u Rendaina
Artinya: Lumimu’ut tidak mendapat apa-apa, karena itu cara berdirinya diubah arah
SYAIR KE-DELAPANBELAS:
A sia Sumaru un amian – sendangan
Artinya: Lalu dia dihadapkan ke arah timur laut
Si Karema menginalei, we’ane Kalalawiz si Lumimu’ut
Artinya:Karema lalu berdoa memintakan kebahagiaan untuk Lumimu’ut
Ta’an zei si wua’na, wen si Lumimu’ut zei’ si ka’ara’an
Artinya: Tapi tidak juga dibuahi, karena Lumimu’ut tidak merasa sesuatu
Si Karema zei’ mento’, an enso’ana u rendai ni Lumimu’ut
Artinya: Kareama tidak berhenti berusaha, pindah arah berdiri Lumimu’ut
SYAIR KE-SEMBILANBELAS:
Si Lumimu’ut sumarulah un Amian-talikuzan
Artinya: Dan Lumimu’ut lalu berdiri ke arah barat-latu
Si Walian Menginalei kasi’I, ta’an zei’ si Torona
Artinya: Pendeta Karema lalu berdoa lagi, tetapi tidak diberi apa-apa
Ma’an dei’ si Wua’ na, Ta’an zei’ mento’ sia mengimbali
Artinya:walau tidak dibuahi, tetapi Karema tidak berhenti meminta doa
dengan bersungguh-sungguh
Ni’itu Sia Sumaru-mo kasi’I sanaera, lumele si Karema
Artinya: karena itu dia menghadap lagi ke arah yang lain, Karema membujuk (dalam doa-nya)
SYAIR KE-DUAPULUH:
Yah mera, a sumaru si Empung ti timu-Talikuzan
Artinya: Dan berpindahlah menghadap Tuhan di arah barat laut
Yah un Awa’at timu-Talikuzan, minehe za’I si Lumimu’ut
Artinya: Dan angin dari barat laut memberikan kesenangan yang diminta Lumimu’ut
Yah ne ilengkaz name, si utuk wangun
Artinya: Dan dilahirkanlah oleh lumimu’ut, anak bayi lelaki yang tampan
Nisia si lemekep ung katutu’a, wo ung Kalalawiz nera zua
Artinya: anak itulah yang melengkapi kebahagiaan kedua wanita itu sampai hari tuanya.
SYAIR KE-DUAPULUH SATU:
An sia ngaran-neralah, un Toa’ar
Artinya: Lalu dia dinamakanlah oleh mereka itu, dengan nama To’ar
Si To’ar timou-me, Totoz sombor zima’e
Artinya: To’ar tumbuh jadi pemuda yang jadi idaman mereka
Matu’a me sia, yah zime’e ung kasiga wo ung ketezen
Artinya: Ketika To’ar dewasa, lalu menjadi cekatan rajin dengan badan yang kuat
Si To’ar si Kalaya’ wo kaleong ni Ina’na, wo ni Walian
Artinya: To’ar menjadi teman bercanda dan bersenda gurau oleh Ibunya dan
Pendeta Karema.
SYAIR KE-DUPULUH DUA:
Apa in sana endo, line’os un teken dua ni Karema
Artinya: Lalu pada suatu hari, Karema membuat dua batang tongkat
Un Teken Esa wen Asa, ta’an un esa wen tu’is Rarawiz
Artinya: tongkat yang satu dari Pohon Asa (kano-kano), tetapi tongkat yang satu
lagi dari pohon “Tu’is” diberikan pada ibunya
Si Karema ni-mutum ni sera, wia si empung
Artinya: Karema lalu berdoa menyerahkan kedua mereka kepada Tuhan
SYAIR KE-DUAPULUH TIGA:
Karia u nuwu’ ketez, Kumua Sia wia ni sera
Artinya: Dengan suara nyaring, Karema berkata kepada mereka (berdua)
Nikamu yah Lumampang lumiklik, an Tana kenu
Artinya: Kamu berdua berjalan-lah mengelilingi tanah (Minahasa) ini
Niko To’ar yah Lumampang kumakan
Artinya: Dan Engkau To’ar, berjalanlah ke arah kanan
Niko Lumimu’ut Lumampang Kumawi’i
Artinya: Serta engkau Lumimu’ut berjalan ke-arah kiri
SYAIR KE-DUAPULUH EMPAT:
Sa kamu masungkul, yah pa’ toro-nange an teken nio
Artinya: Kalau sampai nanti saling bertemu, bandingkanlah (tinggi) tongkatmu (berdua)
Kura u mamualina, an teken nio san
Artinya: Apa yang akan terjadi dan apa maknanya dari kedua tongkatmu nantinya
Itu pa’aline, mei-asar niaku
Artinya: Bawalah tongkatmu itu kepadaku, agar aku ceritakan apa maknanya
Wo itu I kuaku u lekepan, um pa’ar ni Empung
Artinya: Agar aku katakan apa yang harus diperbuat, sesuai kehendak Tuhan
SYAIR KE-DUAPULUH LIMA:
A Ma’wuat si Ina’, wo si Oki’na
Artinya: Dan berpisahlah si ibu, dengan anaknya
Zei’ ure sera masungkul, waki Tingkolongan
Artinya: Tidak lama berlalu mereka kemudian bertemu di Tingkolongan
Yah Pa’a Toronera, an teken wituma
Artinya: Dan di sanalah mereka membadingkan tongkat mereka apakah sama tinggi
Yah weta’ un tu’is u lambot ta’an un asa
Artinya: Aduhai ternyata tongkat batang pohon “tu’is” lebih panjang dari tongkat
pohon “asa” (kano-kano)
SYAIR KE-DUAPULUH ENAM:
An sera Zua mawurime, wia si Karema
Artinya: Lalu mereka berdua kembalilah, kepada Karema
Wen me ma’asar, in na’ singkela mo an teken
Artinya: Untuk menceriterakan (pada Karema) bahwa tongkat mereka tidak sama tinggi lagi
Kawuslah un asar nera, numuwu’ si Karema
Artinya: Untuk melengkapi ceritera mereka, To’ar dan Lumimu’tu, lalu Karema berkata
Karia u ngaran ni Wa’ilan, yah nima zei’ mo u ma’ ina’ an nio
Artinya: Dengan nama “Yang Maha Mulia” (Tuhan), kamu (berdua) tidak lagi sebagai ibu dan anak
SYAIR KE-DUAPULUH TUJUH:
Akaz I nania wo mange, ya Tou sana awu-mo kamu
Artinya: Mulai sekarang dan seterusnya, kamu berdua sudah menjadi Suami – Istri
Tumouma malawi-lawiz, witu un rara’atean ni Empung
Artinya:Hiduplah dengan penuh berkat, di dalam pengasihan Tuhan
Niaku Toumou kario mio, wen aku yah, Karema wo walian
Artinya: Saya akan hidup bersamamu, karena saya adalah Karema sebagai Pendeta
Wo zei’lewo’enta, ung ka’ara’anta
Artinya: Dan jangan kita putuskan perasaan kita satu sama lain.
SYAIR KE-DUAPULUH DELAPAN:
Yah nisera Sana’awu, se minaka suzu-me
Artinya: Dan mereka suami istri (Toar dan Lumimu’ut) berketurunan
Se Makazua Siouw, se Oki’
Artinya: Makarua Siouw (2 x 9) adalah anak-anaknya
Se Makatelu Pitu, se puyun
Artinya: Makatelu Pitu (3 x 7) adalah cucu-cucu
Karia ne telu pa’siouwan, kinasuzuan puyun-impuyun
Dan dengan tiga wanita “Pasiowan” menurunkan buyut-buyut, cece-cece
Hanya satu orang penulis bangsa barat yang menganalisis Mitos Minahasa Toar dan Lumimuut secara ilmiah yakni J.Alb.T.Schwarz melalui bukunya “ Tontemboansche Teksten “ terbitan thn.1907 . Penulis J.Albt.T.Schwarz berkesimpulan bahwa mitos Toar dan LumimuutMinahasa sebenarnya ingin menggambarkan ilmu Astrologi pengetahuan bumi dan jagat raya Matahari, bulan, Bintang-bintang yang selalu sangat menarik bagi umat manusia zaman purba. Bahwa cerita Toar berjalan kekanan dan Lumimuut berjalan kekiri yang membuat mereka berpisah ke arah yang berlawanan, sebenarnya ingin menggambarkan rotasi perjalanan Matahari. Matahari terbit di timur tampak Matahari menjauhi bumi naik keatas langit dan kemudian pada sore hari Matahari terbenam di barat mendekati atau bertemu lagi dengan Bumi. Pada cerita mitos dikisahkan bahwa Toar dan Lumimuut berpisah dengan berjalan ke-arah yang berlawanan kemudian disuatu tempat yang bernama Tingkolongan mereka berdua bertemu lagi untuk menyamakan kedua tongkat mereka apakah sama tinggi. Karena tidak sama tinggi itu menjadi penyebab status Toar yang tadinya anak lalu kelak berubah jadi suami
Ketika Matahari terbit tampak Toar ( Dewa Matahari) keluar dari perut bumi ( dewi bumi Lumimuut) gejala alam ini menempatkan Toar ber-status anak. Pada sore hari Matahari ( Dewa Matahari Toar) terbenam dan tampak masuk kedalam perut Bumi ( dewi Bumi Lumimuut) hingga tampak seperti berhubungan badan dengan bumi dan gejala alam ini menempatkan Toar ber-status sebagai suami . Dari penggambaran rotasi posisi Matahari dan bumi inilah lahir cerita mitos IBU kawin dengan ANAK ketika Bumi mendapat personifikasi manusia menjadi “Dewi Bumi” LUMIMU^UT asal kata LU^UT yang artinya berkeringat karena bumi pada pagi hari selalu ber-embun yang di anggap keringat bumi, Matahari mendapat Personifikasi TOAR yang artinya akan kita dapatkan pada Mitos Toar dan Lumimuut lainnya dalam bentuk nyanyian “ Mangorai”.
Analisis J. Albt. T. Schwarz mengenai istilah "Si Apok Ni Mema' Untana' (bahasa Tontemboan) artinya: Leluhur ( Lumimu'ut) yang membuat tanah (Bumi) agar dapat didiami dan tempat anak-cucunya hidup, dan bukan berarti bahwa Lumimu'ut - lah pencipta bumi.
Sistem penelitian J.Albt.T.Schwarz tentu dapat kita lanjutkan dengan meneliti setiap syair dalam nyanyian ini, misalnya penjelasan bahwa ibu Lumimuut bernama Wengi dan ayahnya bernama Kawengian. Dalam bahasa Minahasa (Tombulu) Wengi artinya malam dan apabila dimaksudkan sebagai personifikasi benda malam, maka maksutnya mungkin Bulan, dan arti Kawengian adalah benda siang yang kemalaman yang mungkin ingin menggambarkan Matahari yang masih tampak sinarnya walaupun hari sudah termasuk malam. Sebagai tanda hari sudah malam adalah hewan peliharaan seperti ayam sudah naik kepohon untuk tidur, atau sudah ada Serangga malam yang berbunyi seperti “Kongkoriang” tetapi sinar Matahari masih tampak me-merah di kaki langit sebelah barat. Berarti yang di maksutkan dengan “kemalaman” (Kawengian) adalah Matahari, jadi ayah Lumimuut adalah Matahari dan ibunya adalah Bulan. Nyanyian Karema yang dinyanyikan pada upacara Rumages ini, masih banyak mengandung simbolisasi-simbolisasi yang masih dapat kita gali untuk membuka rahasia jalan pikiran dan konsep hidup orang Minahasa purba yang sejak zaman Toar dan Lumimuut telah mengenal satu konsep Yang Maha Mulia Maha Besar dan bukan leluhur. Manusia pertama Minahasa sendiri Karema dan Lumimuut tidak berdoa pada Leluhur sebelum mereka tetapi mereka berdua diceritakan keluar dari dalam lubang gua tempat tinggalnya untuk berdoa “Minta dikasihani Empung” atau Minta dikasihani TUHAN. Dalam mitos Minahasa semua manusia mati tenggelam oleh banjir besar dan hanya Karema dan Lumimuut yang Tersisa dimuka bumi Minahasa. Orang Minahasa menyebut Tuhan mereka Empung Walian Wangko atau Maha berada dan Maha besar.
Versi Cerita Mangorai
Toar - Lumimu'ut versi Mithology pada upacara "Mangorai" berjumlah tigapuluh tujuh (37) syair diambil dari buku karangan H.M. Taulu tahun 1977, tetapi sumber data tidak ditulis oleh H.M. Taulu. (hanya diambil dua syair pertama dan syair ke duapuluh empat yang menjelaskan arti kata Toar).
SYAIR PERTAMA:
Maka Tu'tul lako si Lumimu'ut
Artinya: Setelah selesai semuanya
Sia tumula'uh mo si ina' wo si ama'na
Artinya: maka Lumimu'ut meninggalkan ayah dan ibunya.
Syair Kedua:
Sia menek wana esa londei ma' ali-ali un tana' sana pongo
Artinya: Dia naik ke sebuah perahu membawa tanah segenggam
Syair keduapuluh empat:
Si Loway ni' itu ngaranan ni Karema to'ar
Artinya: Anak itu dinamakan oleh Karema, Toar
Pinotot an tou ari'i, si tou tatamber ni ari'i
Artinya: Singkatan dari Tou ari'i sebagai pemberian dari ari'i.
Analisis Dari Syair Nyanyian "Mangorai"
Analisis dari syair nyanyian "Mangorai" mengenai Toar-Lumimu'ut ini lebih sederhana
dari syair yang sebelumnya, tetapi dari syair keduapuluh empat ini tampak jelas arti kata
Toar. yang merupakan singkatan dari dua kata: "tou" artinya, "orang" dan "ari'i"
artinya, "tiang batu, tiang utama rumah, tiang Matahari, atau anak dewa Matahari"
Banyak budayawan Minahasa yang mencari - cari arti sebenarnya dari kata Toar, dan
dari nyanyian inilah kita mendapatkan arti yang sebenarnya dari nama "Toar".
Versi Fiktif
Cerita Toar Lahope ini bukan merupakan fakta melainkan karangan seseorang belaka yang hanya mengait-ngaitkan dengan rumor yang berkembang dimana masyarakat minahasa berasal dari Mongolia. Ini dapat dilihat dari tidak adanya catatan sejarah tentang 'Panglima Besar' Lahope ini dari Kekaisaran Genghis Khan dan tak ada catatan perjalanan Ogedei Khan ke Asia Tenggara. Cerita ini juga bertentangan dengan perbedaan rumpun bahasa Mongolia dan Minahasa yang jauh.
Toar dan Lumimuut adalah nenek moyang bangsa Minahasa. Sejarah Toar dan Lumimuut dimulai pada saat berdirinya kekaisaran Mongolia yang dipimpin oleh Kaisar Genghis Khan. Pada tahun 1206, Genghis Khan mempersatukan suku-suku Mongolia yang terpecah-pecah dan saling berselisih antara satu dengan yang lain. Panglima perang Genghis Khan pada saat itu adalah Toar Lahope.
Dibawah kepemimpinan Toar, pasukan Kekaisaran Mongolia berhasil menguasai seluruh benua Eurasia. Penaklukan tersebut dimulai dengan menguasai dinasti Xia Barat di Republik Rakyat Tiongkok Utara dan Kerajaan Khawarezmi di Persia. Pada masa puncak kejayaannya, Kekaisaran Mongolia berhasil menguasai sebagian besar wilayah Asia Tenggara ke Eropa tengah.
Panglima Toar memiliki seorang kekasih bernama Lumimuut. Dia adalah pelayan di istana Kaisar. Lumimuut adalah seorang gadis cantik yang kecantikannya disetarakan dengan dewi-dewi dan sikap tuturnya halus serta berbudi. Kecantikan Lumimuut ini membuat Ogedei Khan, anak dari Genghis Khan tergila-gila kepadanya.
Dibutakan oleh kecantikan Lumimuut, Ogedei Khan berencana menyingkirkan Toar. Usaha pembunuhan itu diketahui oleh Toar dari laporan seorang bawahannya.
Karena tak ingin berseteru dengan Ogedei Khan yang merupakan calon pengganti kaisar Genghis Khan, Toar berencana untuk melarikan diri bersama Lumimuut menggunakan kapal.
Pada saat akan berangkat, pasukan pembunuh yang dikirim Ogedei Khan menemukan lokasi kapal Toar dan Lumimuut. Toar menyuruh Lumimuut untuk berangkat lebih dahulu ke tempat yang mereka sepakati, sementara ia dan anak buahnya yang setia bertempur melawan pasukan pembunuh bayaran Ogedei Khan.
Toar berhasil selamat dari usaha pembunuhan Ogedei dan melarikan diri ke wilayah Xia. Disana ia bersembunyi selama 2 tahun sebelum menyusul Lumimuut.
Kapal Toar berlabuh di sebuah pulau kecil yang kosong bernama Lihaga. Ia berencana tinggal di pulau itu karena dirasanya aman, tetapi sulitnya air tawar di pulau tersebut membuat Toar berpindah ke pulau Talise. Selama beberapa waktu, Toar menyusuri pulau-pulau di sekitar Talise untuk mencari tahu keberadaan Lumimuut.
Saat ia tiba di pulau Bangka yang ternyata berpenghuni, ia mendengar bahwa beberapa tahun lalu ada rombongan orang asing yang datang dengan kapal ke Likupang. Di antara rombongan tersebut terdapat seorang wanita cantik.
Toar berangkat ke Likupang dan menemukan Lumimuut bersama rombongannya. Di Likupang, Lumimuut tinggal bersama seorang wanita tua bernama Karema. Ia adalah pemimpin (yang dituakan) di kampung tersebut.
Toar dan Lumimuut dinikahkan oleh Karema pada tahun 1218 di Likupang. Mereka tinggal di sana selama 3 tahun sampai datangnya rombongan pasukan Ogedei Khan yang mengejar mereka ke Likupang. Akibat pengejaran ini, Toar memutuskan bahwa tinggal di daerah pesisir tidak aman, karena kapal Ogedei Khan bisa datang kapan saja.
Toar dan Lumimuut membawa rombongan mereka ke daerah pegunungan dan membangun pemukiman di tempat yang bernama Kanonang. Toar meninggal di sana pada tahun 1269 dalam usia 86 tahun.