Timbang kepala kebo adalah tradisi menimbang pengantin dengan kepala kerbau hasil sembelihan yang berkembang dalam masyarakat Banyuasin. Tradisi ini terutama dikenal di Pangkalan Balai, ibu kota kabupaten Banyuasin dan sekitarnya, serta dilaksanakan setelah akad nikah sebagai rangkaian dari upacara perkawinan.
Penyelenggaraan timbang kepala kebo berkaitan dengan nazar yang dikenal dalam Islam atau disebut "sangi" dalam masyarakat Banyuasin. Menurut tradisi ini, orang tua yang dulunya memiliki nazar menyembelih kerbau agar anak mendapatkan jodoh, harus menimbang anaknya dengan kepala kerbau hasil sembelihan setelah anak mendapatkan jodoh. Umumnya, prosesi timbang kepala kebo dilakukan bersamaan dengan acara perayaan pernikahan, dengan tujuan daging kerbau yang disembelih bisa dimasak untuk disantap oleh para tamu undangan perayaan pernikahan.
Tidak diketahui kapan dan siapa yang pertama kali mengenalkan tradisi ini. Menurut dokumen yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud), timbang kepala kebo sudah berlangsung ratusan tahun dalam masyarakat Banyuasin dan masih terus dilestarikan. Keberdaanya sebagai warisan budaya takbenda Indonesia ditetapkan oleh Kemdikbud pada 2018.[1]
Referensi