Teutberge adalah seorang wanita Franka dan putri Bosone dari Arles. Oleh karena itu ia merupakan anggota keluarga Wangsa Bosonide. Ia menikah dengan Lothaire II dari Lorraine, seorang pangeran Kekaisaran Carolingia, keluarga kerajaan Francia. Hucbert, kepala biarawan St Maurice yang adalah saudara Teutberge.
Pemerintahan Lothaire diawali dengan bermacam upaya dengan mendapatkan perceraian dari istrinya Teutberge, dan hubungan-hubungannya dengan paman-pamannya Karl yang Botak dan Ludwig si Jerman yang dipengaruhi oleh keinginannya untuk mendapatkan dukungan atas kerja keras mereka. Meskipun perselisihan dan rekonsiliasi di antara ketiga raja diikuti dengan suksesi cepat satu dengan lainnya, dapat dikatakan bahwa Ludwig menginginkan perceraian, dan Karl menentangnya, dengan kenyataan bahwa Lothaire tidak memiliki keturunan laki-laki untuk menjadi pewaris wilayah-wilayahnya. Lothaire, yang berniat untuk bercerai diperjelas oleh kemesraannya dengan seorang wanita yang bernama Waldrada, menyingkirkan Teutberge, tetapi Hucbert mengangkat senjata untuk membelanya, dan setelah ia menyerahkan sepenuhnya dengan Pengadilan oleh cobaan, Lothaire terpaksa memulihkannya pada tahun 858. Masih mengejar niatnya, ia memenangkan dukungan saudaranya, Kaisar Ludwig II, oleh pengambilalihan wilayah dan mendapatkan persetujuan klerus lokal atas perceraian tersebut dan atas pernikahannya dengan Waldrada, yang dilangsungkan pada tahun 862.
Sebuah musyawarah gereja Franka para uskup bertemu di Metz pada tahun 863 dan memastikan keputusan ini, tetapi Teutberge melarikan diri ke istana Karl yang Botak, dan Paus Nikolas I menyuarakan keputusan musyawarah tersebut. Suatu serangan di Roma oleh kaisar tidak berhasil, dan pada tahun 865 Lothaire, diancam akan dikucilkan dan meyakinkan bahwa Ludwig dan Karl di pertemuan mereka yang baru terjadi mendiskusikan pembagian kerajaannya, yang sekali lagi mengambil istrinya. Akan tetapi Teutberge, baik dari inklinasi atau paksaan, sekarang mengekspresikan niatnya untuk bercerai, dan Lothair pergi ke Italia untuk mendapatkan persetujuan paus yang baru, Paus Adrianus II. Dengan menempatkan interpretasi kalimat-kalimat yang menyenangkan ke paus, ia berencana untuk kembali, ketika ia terserang penyakit demam dan meninggal di Piacenza pada tanggal 8 Agustus 869. Ia meninggalkan Waldrada, seorang putra Hugo yang dianggap anak haram, dan kerajaannya dibagi di antara paman-pamannya Karl yang Botak dan Ludwig si Jerman oleh Perjanjian Meerssen.