Teuku Ibrahim Lam Nga adalah putra dari Teuku Ujong Arun atau sering dipanggil dengan Imam Lamnga, seorang Uleebalang dari Mukim 13 Sagi 26. Kekuasaan dari Teuku Ujong Arun ini membentang hingga ke ujung Pulau Weh di Sabang.[1] Teuku Ibrahim Lam Nga merupakan suami pertama dari Cut Nyak Dhien.
Perjuangan
Perjuangan Teuku Ibrahim Lam Nga dimulai ketika Belanda melakukan pendaratan pada tanggal 26 Maret 1873. Ketika itu Teuku Ibrahim Lam Nga ikut berjuang melawan Belanda bersama dengan Teuku Along, Teungku Imum Lueng Bata, Teuku Nanta Seutia, Teuku Rajoet (abang Cut Nyak Dhien), dan Panglima Nyak Man. Perjuangan itu terus berlangsung hingga kedatangan Habib Abdurrahman dari Pulau Penang bersama 2000 pasukannya.
Perjuangan mereka membuahkan hasil dengan berhasil merebut kembali Krueng Raba, Lhoknga pada awal bulan Februari 1878 dan sempat membuat pasukan Jenderal van der Heijden menjadi berantakan. Sayangnya perebutan wilayah itu tidak berlangsung lama karena adanya pengkhianatan dari Teuku Nek Meuraksa yang mendukung Belanda.[2]
Pada tanggal 27 April 1874, Teuku Ibrahim Lam Nga memimpin rakyat Teuku Nanta Seutia yang ada di 6 mukim dan menyerbu Meuraksa melalui Rawa Cangkul dan Sungai Ning. Penyerbuan ini terjadi karena adanya pengkhianatan dari Teuku Neh Meuraksa yang menjalin hubungan dengan Belanda agar kekuasaannya tidak diganggu.Karena datangnya bantuan dari pasukan Belanda, maka Teuku Ibrahim Lam Nga dan pasukannya terpaksa menyingkir kembali ke 6 Mukim.
30 Desember 1875, seluruh kampung di perbatasan 9 Mukim dan 6 Mukim telah ditaklukkan oleh Belanda. Benteng-benteng di dekat Bitai dan Lamjamee yang berada di bawah pimpinan Teuku Nanta Seutia juga telah dikepung oleh Belanda. Sekitar pukul tujuh pagi, pasukan Belanda bergerak dari 9 Mukim menuju Peukan Bada, ibu kota dari 6 Mukim. Teuku Ibrahim Lam Nga juga segera mempersiapkan keluarganya untuk mengungsi ke arah barat melalui Lampageu dan Lamteungoh dengan tujuan Pegunungan Paro dan Blang Kala, bahkan jika perlu ke arah 4 Mukim.[3] Sedangkan perjuangan Teuku Ibrahim Lam Nga sendiri terus berlanjut dengan memimpin pasukannya di daerah Peukan Bada, Lammanyang, Lampadang, Ajun, Lam Hasan bahkan hingga ke Glee Bruoek (wilayah Aceh Barat).
Wafat
Pada malam tanggal 29 Juni 1878, para panglima dan pejuang berkumpul di Glee Taron untuk mempersiapkan pengepungan kembali Krueng Raba. Ketika tengah malam, sebuah pasukan yang dipimpin oleh Jenderal van der Heijden menyerbu tempat tersebut hingga menyebabkan Teuku Ibrahim Lam Nga, Teuku Rajoet, dan Panglima Nyak Man meninggal dunia. Ketiga syuhada ini dimakamkan di Mesjid Montasik, Aceh Besar.[2]
Referensi
- ^ "Garam Cinta Lamnga". acehnetwork.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-17. Diakses tanggal 2018-09-17.
- ^ a b Abdullah, M. Adli (2011). Membedah Sejarah Aceh. Banda Aceh: Bandar Publishing. ISBN 978-602-95119-2-5.
- ^ Lulofs, M. H. Szekely (2017). Cut Nyak Din, Kisah Ratu Perang Aceh. Jakarta: Komunitas Bambu. ISBN 979-3731-81-8.