Mayor Jenderal TNI (Purn.) H. Teuku Djohan (1937 – 10 Mei 2001) adalah Wakil Gubernur Aceh periode 1988–1993. Ia adalah wakil dari Gubernur Aceh, Ibrahim Hassan. Dan beliau pernah menjabat sebagai Ketua DPR Daerah Istimewa Aceh pada tahun 1997 hingga 1999.[1]
Riwayat organisasi
Pembunuhan Teuku Djohan
Kepala Satgas Penerangan Operasi Cinta Meunasah II-2001 AKBP Sad Harun menyebutkan anggota MPR RI/Ketua DPD Golkar Aceh tersebut gugur usai melaksanakan salat maghrib di Masjid Raya Baiturrahman. Informasi yang dihimpun dari kalangan masyarakat menyebutkan, almarhum meninggal saat perjalanan pulang usai melaksanakan salat Magrib dari Masjid Raya Baiturrahman. Penembakan terjadi sekitar 50 meter menjelang sampai di rumahnya pada hari Kamis, 10 Mei 2001.
Kapolda Aceh, Brigjen (Pol) Chaerul Rasyid mengatakan, meskipun polisi belum mengetahui identitas pelaku pembunuhan Mayjen TNI (Purn) Teuku Djohan, namun pihaknya sudah mengetahui bahwa organisasi pelaku penembakan tersebut dari Gerakan Sparatis Bersenjata.[2]
Penembakan terhadap Teuku Djohan, menurut Chairul, telah direncanakan dalam waktu yang lama dan matang. Hal ini, kata dia, lebih menyangkut ke persoalan politis, dari pernyataan-pernyataan Teuku Djohan selama ini, yang dengan keras menolak Gerakan Aceh Merdeka. “Beliau itu merah putih sejati, yang seluruh hidupnya diabdikan kepada NKRI. Beliau sangat menentang GAM, dan ini beliau lakukan sejak setahun yang lalu,” imbuh Chairul. Ia menolak penembakan itu bermotif kriminal murni.[3]
Tuduhan Kapolda itu langsung dibantah pihak Gerakan Aceh Merdeka. Kalau tuduhan itu ditujukan kepada GAM, menurut Juru Bicara Komite Bersama Modalitas Keamanan (LBMK) GAM, Tgk Sofyan Ibrahim Tiba, SH, polisi salah alamat. ”GAM secara tegas menolak tuduhan itu,” kata Sofyan yang dihubungi Tempo
Dia juga menyesalkan tuduhan Kapolda Aceh itu, dan meminta Kapolda untuk menerapkan asas praduga tidak bersalah, sebagai salah satu asas hukum pidana Indonesia. Sebagai pihak yang tidak berbuat, tidak melakukan perbuatan keji itu, sambung Sofyan, pihak KBMK meminta agar Kapolda Aceh selaku penanggungjawab posional formal, agar kasus itu diungkapkan secara transparan, jangan sampai terhenti di tengah jalan. “Jangan sampai seperti kasus pembunuhan Tgk Al-Kamal, Safwan Idris, dan lain-lain yang hingga kini belum terungkap,” kata dia.[4]
Penghargaan
Ketua DPRK Banda Aceh mengusulkan agar nama Teuku Djohan dijadikan nama jalan mengingat beliau sangat berjasa untuk Aceh.[5]
Referensi