Terapi imunoglobulin, juga dikenal dengan nama imunoglobulin manusia normal (NHIG), adalah penggunaan campuran antibodi (imunoglobulin) untuk menangani sejumlah kondisi medis,[1][2] seperti imunodefisiensi primer, purpura trombositopenik idiopatik, penyakit Kawasaki, sejumlah kasus HIV/AIDS dan campak, sindrom Guillain-Barré, dan kasus infeksi tertentu jika imunoglobulin yang lebih spesifik tidak tersedia.[1] Campuran ini dapat diberikan dengan disuntikkan ke dalam otot, pembuluh darah, atau di bawah kulit.[1] Efeknya akan berlangsung selama beberapa minggu.[2]
Efek samping yang dapat muncul adalah rasa sakit di tempat suntikan, sakit otot, dan reaksi alergi.[1] Efek samping parah yang dapat terjadi adalah masalah ginjal, anafilaksis, trombus, dan hemolisis.[1] Penggunaannya tidak disarankan untuk orang dengan jenis kekurangan IgA tertentu.[1] Penggunaannya untuk ibu hamil tampaknya relatif aman.[1]
Imunoglobulin manusia terbuat dari plasma darah manusia[1] dan mengandung antibodi untuk melawan virus.[2] Terapi imunoglobulin sendiri pertama kali dilakukan pada tahun 1930an, sementara campuran untuk disuntikkan ke dalam pembuluh darah pertama kali disetujui penggunaannya di Amerika Serikat pada tahun 1981.[3] Imunoglobulin manusia masuk ke dalam Daftar Obat Esensial Organisasi Kesehatan Dunia.[4] Sejumlah campuran imunoglobulin khusus juga tersedia untuk penyakit tertentu, seperti imunoglobulin hepatitis B, rabies, tetanus, infeksi varicella dan paparan darah Rh positif.[2]
Catatan kaki