Ter-teran adalah tradisi perang api yang dilakukan oleh masyarakat Desa Seraya, Desa Pakraman Saren, dan Desa Pakraman Jasri, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia.[1] Tradisi ini digelar dua tahun sekali, yakni pada tahun genap pengrupukan, sehari sebelum Nyepi.[2]
Pelaksanaan
Tradisi Ter-teran digelar juga sehubungan dengan upacara ngusabe di Pura Dalem, atau disebut juga Aci Mu-muuu.[2] Alat yang digunakan untuk ter-teran adalah obor prokpak/bobok (dan kelapa kering yang diikat), ditengah-tengah daun kelapa yang telah diikat diisi dengan tongkat atau kayu kecil, agar jangkauan lemparan bisa lebih jauh dan kuat.[2] Obor tersebut dinyalakan dan dilempar antara satu dengan lain pemain menimbulkan bunyi ter-ter, sehingga tradisi ini dinamakan ter-teran.[2] Pemainnya terdiri dari laki-laki tua maupun muda.[1] Mereka tidak mengenakan baju, hanya mengenakan kain atau celana.[1] Para pemain dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok utara balai banjar dan selatan balai banjar.[2] Tradisi ini digelar saat hari menjelang malam atau sekitar pukul 18.00, listrik dipadamkan dan menyisakan cahaya obor.[2] Apabila ada pemain yang terkena api, maka lukanya diolesi atau diperciki air tirta (air suci)yang dimohonkan kehadapan Ida Batara (Tuhan).[1] Ter-teran mengandung makna teologi, yakni adanya kepercayaan masyarakat bahwa pelaksanaan upacara ter-teran dapat mengusir roh-roh jahat atau bhuta kala kembali ke laut atau ke alamnya.[1]
Referensi