Teori agenda settingTeori agenda setting (teori pengaturan agenda) adalah teori dalam kajian komunikasi massa yang menyatakan bahwa lembaga media dapat menentukan isu apa yang ingin mereka angkat ke dalam pemberitaan di media massa, tergantung pada agenda atau kepentingan mereka. Dalam teori ini, media juga berperan dalam mempengaruhi serta menentukan isu berita mana yang dianggap penting bagi audiensnya. Hipotesis dasar dari teori ini adalah di saat agenda media ikut serta dalam membentuk opini publik.[1] Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw pada artikel ilmiah berjudul The Agenda Setting Function of Mass Media dalam jurnal Public Opinion Quarterly yang diterbitkan pada tahun 1972.[2] SejarahLandasan teori ini berasal dari hasil kajian pemilihan umum di Amerika Serikat pada tahun 1968 yang bernama 'The Chapel Hill study'.[3] McCombs dan Shaw menemukan adanya hubungan yang kuat antara pemikiran seratus penghuni di Kota Chapel Hill dengan isu terpenting pada pemilihan dan isu berita terpenting yang disiarkan oleh media berita lokal.[4] Namun, jauh sebelum McCombs dan Shaw mempublikasinya di tahun 1968, dalam bukunya Walter Lippmann yang berjudul Public Opinion terbitan tahun 1922 menjadi cikal bakal paling awal yang bisa dilacak tentang kajian teori agenda setting ini.[5] Di dalam bab pertama dari buku tersebut, Lipmann berargumen jika media massa adalah penghubung utama antara peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia dengan gambaran tentang apa yang dipikirkan orang-orang luas. Tanpa sekalipun menyebut istilah 'agenda setting', Walter Lippmann telah menuliskan apa yang hari ini kita pahami sebagai 'agenda setting'. Menurut Lippmann, masyarakat tidak menanggapi peristiwa aktual di lingkungan tetapi lingkungan semu, yang merupakan istilah yang mengacu pada 'gambaran yang ada di benak kita'. Melanjutkan bukunya Lippmann, Bernard Cohen melakukan observasi pada tahun 1963 dan membuat sebuah pernyataan fenomenal yang kira-kira maknanya seperti ini: pers mungkin tidak sungguh-sungguh mampu menyebutkan hal penting apa yang seharusnya dipikirkan (what to think) kepada khalayak audiensnya, tetapi benar-benar berhasil dalam menentukan isu apa yang mereka pikirkan (what to think about). PenerapanPengaplikasian teori agenda setting ini dapat berguna bagi kajian untuk banyak topik, salah satunya seperti pada kasus penggunaan media sosial Twitter untuk mengatur agenda politik di Amerika Serikat.[6] Dalam penelitian ini, para peneliti menemukan bahwa Partai Demokrat dan Republikan menggunakan Twitter dalam jumlah yang setara untuk mengkampanyekan agenda/kepentingan politik mereka. Sebuah studi menemukan jika surat kabar dan Twitter memiliki hubungan resiprokal ketika memprediksi isu kebijakan nasional selama pemilihan umum di Amerika Serikat.[7] Daftar referensi
|