Tengkawang tungkul atau biasa disebut meranti merah merupakan flora khas provinsi Kalimantan Barat.[1] Tumbuhan ini sudah lama akrab dengan masyarakat Kalimantan Barat karena sejarah pemanfaatannya panjang.[2] Pemanfaatamya sudah berjalan turun temurun serta pembudidayaannya sudah dilakukan sejak lama, kira-kira tahun 1881.[2] Tengkawang jenis ini banyak tumbuh di tanah aluvial di hutan hujan tropis dan wilayah dataran rendah sekitar 600 meter di atas permukaan laut.[3]
Morfologi dan manfaat
Tinggi pohon Tengkawang tungkul dapat mencapai 30 m dengan garis tengah sekitar 60 cm, batangnya tegak, lurus, tidak berbanir, permukaan batangnya berwarna abu-abu serta berbercak-bercak.[4] Daun tengkawang tungkul tunggal, tebal, kaku, besar, bulat panjang.%[5] Buahnya bundar telur, berbulu tebal, bersayap.[4] Tinggi meranti merah bisa mencapai 30 meter dan menghasilkan kayu ringan,biasanya kayunya dimanfaatkan untuk konstruksi ringan, yaitu kayu lapis, perabot rumah tangga, dinding rumah, dan bahan kertas.[6] Selain kayu, bijinya juga dapat dipakai sebagai sumber penghasil minyak
nabati.Penanaman Tengkawang Tungkul oleh rakyat di Kalimantan Barat dilakukan dengan biji dan setelah berumur 8/9 tahun baru tampak berbunga serta berbuah. Produksi buah bagus pada umur pohon sekitar 12 tahun lebih. Setelah 4 atau 5 tahun kemudian dari umur pohon 12 tahun/atau lebih dapat terjadi produksi buah secara maksimal yaitu dalam 1 hektare dapat mencapai 600 – 9.000 kg buah.[4][7] Bahkan buah keringnya diekspor ke Singapura dan Jepang untuk diproses dan diambil minyaknya, minyak tersebut digunakan untuk pengolahan makanan (cokelat), kosmetik, dan lilin.[2].Buahnya, berbentuk bundar telur,berbulu tebal, bersayap 5 (3 sayap besar, 2 sayap kecil).[8].bijiinya dapat dipakai sebagai sumber penghasil minyak nabati</ref> karena dibandingkan dengan biji dari meranti lainnya, biji Tengkawang tungkul mempunyai kadar minyak nabati paling tinggi.[2]
Referensi