Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
Tambahkan pranala wiki. Bila dirasa perlu, buatlah pautan ke artikel wiki lainnya dengan cara menambahkan "[[" dan "]]" pada kata yang bersangkutan (lihat WP:LINK untuk keterangan lebih lanjut). Mohon jangan memasang pranala pada kata yang sudah diketahui secara umum oleh para pembaca, seperti profesi, istilah geografi umum, dan perkakas sehari-hari.
Sunting bagian pembuka. Buat atau kembangkan bagian pembuka dari artikel ini.
Tempe bongkrèk adalah salah satu jenis tempe dari Jawa Tengah, atau lebih populer lagi dari daerah Banyumas, yang dibuat dari kacang kedelai dan ampas kelapa. Tempe ini sering kali menyebabkan keracunan karena terkontaminasi oleh bakteri Burkholderia galdioli yang menghasilkan racun berupa asam bongkrek dan toxoflavin, serta memusnahkan jamur Rhizopus karena efek antibiotik dari asam bongkrek.
Dengan seringnya terjadi keracunan yang bisa menyebabkan korban jiwa, pemerintah melarang penjualan tempe ini. Namun pembuatan secara diam-diam terus dilakukan karena rasanya yang digemari. Biasanya penanda amannya tempe bongkrek adalah bau, tekstur, dan rasa yang baik. Tempe bongkrek yang berwarna kekuningan biasanya menjadi tanda keberadaan racun toxoflavin. Namun tempe bongkrek dengan warna yang normal masih menyimpan kemungkinan adanya bahaya.
Keracunan bongkrek
Gejala keracunan tempe bongkrek timbul 12–48 jam setelah konsumsi. Penderitanya akan merasakan badan lemah, pusing, mual, sesak napas, sulit menelan, sulit bicara hingga akhirnya meninggal. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah dengan langsung membawa ke rumah sakit. Dokter akan berupaya mengeluarkan kembali tempe bongkrek yang sudah telanjur masuk ke lambung dengan obat pencahar. Serta pemberian antitoxin, atau bila perawatan masih tak memberi respons, bisa dilakukan pemberian glukosa dan garam fisiologis.
Novel Ronggeng Dukuh Paruk merupakan novel yang menceritakan bagaimana kehidupan masyarakat di Dukuh Paruk yang hidup dalam kemiskinan, salah satunya adalah mengonsumsi tempe bongkrek sebagai makanan mereka. kemudian ada peristiwa di mana warga Dukuh Paruk mengalami keracunan massal akibat tempe bongkrek yang dibuat oleh orang tua Srintil, salah satu cikal bakal ronggeng di Dukuh Paruk.[1] Novel tersebut kemudian dialihwahanakan ke dalam bentuk film yang berjudul Sang Penari[2]. Kasus tempe bongkrek yang terjadi di Dukuh Paruk membuat Srintil merasa bertanggung jawab untuk menebus aib keluarganya saat dewasa dengan menjadi ronggeng.