Teleskop radio adalah bentuk antena radio directional digunakan dalam radio astronomi. Jenis antena yang sama juga digunakan dalam pelacakan dan pengumpulan data dari satelit dan pesawat antariksa. Dalam peran astronomi, mereka berbeda dari teleskop optik dalam bahwa mereka beroperasi di bagian frekuensi radio dari spektrum elektromagnetik di mana mereka dapat mendeteksi dan mengumpulkan data tentang sumber-sumber radio. Teleskop radio biasanya berbentuk antena parabola besar ("piring") digunakan secara tunggal atau dalam array. Observatorium radio istimewa terletak jauh dari pusat-pusat utama penduduk untuk menghindari interferensi elektromagnetik (EMI) dari radio, TV, radar, dan perangkat memancarkan EMI lainnya. Hal ini mirip dengan locating teleskop optik untuk menghindari polusi cahaya, dengan perbedaan adalah bahwa observatorium radio sering ditempatkan dalam lembah untuk lebih melindungi mereka dari EMI sebagai lawan untuk membersihkan puncak gunung udara untuk observatorium optik.
Teleskop radio merupakan suatu alat yang digunakan untuk menangkap sinyal radio yang dipancarkan dari benda-benda langit. Perbedaan mendasar dari teleskop radio dan teleskop optik pada umumnya yang biasa kita lihat adalah pada sinyal yang ditangkap. jika teleskop optik menangkap gelombang elektromagnetik yang berupa cahaya maka teleskop radio menangkap gelombang elektromagnetik yang berupa sinyal radio.
Dari perbedaan sinyal yang ditangkap, maka bentuk alat yang digunakan untuk menangkap sinyal itu juga berbeda. yang pertama yaitu teleskop optik. teleskop ini menggunakan lensa atau cermin sebagai komponen utamanya untuk mengumpulkan cahaya. cahaya yang terkumpul ini kemudian diteruskan ke detektor optik yang berupa mata manusia atau kamera. dari detektor ini akan tampak berupa gambar dua dimensi dari objek yang kita lihat atau rekam. Sedangkan untuk teleskop radio, alat utama untuk mengumpulkan sinyal radio adalah parabola. dari parabola ini kemudian sinyal radio diarahkan ke antena kecil sebagai detektornya. ada pula teleskop radio yang tanpa menggunakan parabola, tetapi hanya menggunakan kawat dengan panjang tertentu yang dibentangkan. untuk bentuk antena bisa bermacam-macam seperti antena pada umumnya.
Benda yang bisa diamati dengan teleskop radio juga berbeda dengan benda yang bisa diamati dengan teleskop optik. tidak semua benda yang bisa diamati dengan teleskop radio bisa diamatai dengan teleskop optik, begitu juga sebaliknya. salah satu benda yang cukup mudah diamati dengan teleskop radio dan bisa dilakukan oleh siapa saja menggunakan teleskop radio yang sangat sederhana adalah matahari dan jupiter. benda ini memancarkan sinyal radio pada frekuensi rendah sebagai akibat dari aktivitas yang berlangsung di kedua benda tersebut. teleskop yang digunakan juga sederhana, hanya menggunakan kawat dengan panjang tertentu yang dibentangkan, receiver, dan komputer. Teleskop radio ini sangat sangat memungkinkan untuk dibuat dan dilakukan pengamatan oleh pelajar ataupun mahasiswa, penghoby elektronika, radio amatir.
Pendahuluan
Sampai pada tahun 1930-an, para ilmuwan masih mengamati bintang dengan menggunakan teleskop pada panjang gelombang optik. Padahal bintang memancarkan gelombang elektromagnetik pada semua panjang gelombang, dari panjang gelombang sinar gamma hingga panjang gelombang radio.
Hal ini dikarenakan hanya dua panjang gelombang saja yang dapat menembus atmosfer Bumi, yaitu pada panjang gelombang radio (jendela radio) dan pada panjang gelombang optik (jendela optik). Sebagian pancaran gelombang elektromagnetik diserap oleh molekul - molekul di atmosfer Bumi, yaitu uap air, karbondioksida, dan metana.
Untuk melakukan pengamatan pada panjang gelombang di luar panjang gelombang optik, para ilmuwan harus membawa teleskop ke luar angkasa dengan menggunakan roket, balon, dan juga satelit. Pengamatan di luar panjang gelombang optik dimulai dari pengamatan pada panjang gelombang radio.
Pada tahun 1930-an, dimulai pengamatan pada panjang gelombang radio yang pertama kali dilakukan oleh seorang insinyur dari Bell Telephone Laboratories bernama Karl G. Jansky. Ia membuat sebuah antena yang bekerja pada panjang gelombang 14,6 m untuk mengamati adanya gangguan pada pancaran gelombang radio gelombang pendek.
Ketika melakukan kerjanya, antena tersebut menemukan adanya gangguan yang sudah biasa dikenal, seperti dari badai. Selain itu, antena tersebut juga menemukan adanya pancaran gelombang radio yang tidak diketahui sumbernya. Kemudian, Jansky melakukan pengamatan terhadap pancaran tersebut selama dua hari berturut - turut. Pada hari kedua, terlihat bahwa puncak pancaran gelombang radio tersebut akan muncul lebih cepat 4 menit setiap harinya, yang artinya pancaran tersebut memiliki periode siklus harian 23 jam 56 menit. Kemudian Jansky menyimpulkan bahwa pancaran gelombang radio tersebut bersumber pada objek di luar Bumi, dan penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa pancaran tersebut bersumber pada daerah pusat galaksi kita.
Pada awalnya, penemuan dari Kal G. Jansky ini tidak banyak mendapatkan perhatian dalam dunia astronomi. Kemudian pada tahun 1936, seorang astronom amatir bernama Grote Reber membuat sebuah teleskop radio yang khusus digunakan untuk menerima pancaran gelombang radio dari luar angkasa.
Pada tahun 1940, Grote Reber membenarkan pernyataan Karl G. Jansky bahwa panacaran gelombang radio yang diterimanya dulu berasal dari daerah pusat galaksi kita. Reber juga menemukan sumber pancaran gelombang radio lainnya, yaitu dari rasi Cygnus, Cassiopeia, dan juga Matahari kita. Semenjak hal itulah, para ilmuwan banyak menggunakan teleskop radio untuk melakukan pengamatan bintang.
Peristiwa fisis yang menyebabkan terjadinya pancaran gelombang radio adalah sebuah peristiwa yang disebut radiasi sinkrotron, yaitu adanya partikel - partikel bermuatan seperti elektron dan proton yang bergerak di dalam medan magnet dengan lintasan spiral. Jika medan magnetnya semakin kuat, maka kecepatan pergerakan partikel - partikel tersebut akan semakin tinggi, hingga suatu saat mendekati kecepatan cahaya. Partikel - partikel yang bergerak dalam lintasan spiral tersebut kemudian akan memancarkan radiasi dalam panjang gelombang radio.
Untuk membedakan radiasi sinkrotron dengan radiasi yang disebabkan oleh proses - proses termal pada benda yang memiliki temperatur tinggi, maka radiasi sinkrotron disebut juga dengan radiasi non-termal.
Penemuan radiasi non-termal ini telah mengungkap suatu komponen utama alam semesta ini, yaitu plasma relativistik (aliran partikel bermuatan di dalam medan magnet yang bergerak mendekati kecepatan cahaya) yang terdapat di dalam galaski dan ruang antargalaksi.
Teleskop radio yang digunakan untuk pengamatan pada panjang gelombang radio adalah teleskop pantul, dimana cermin utamanya dibuat berbentuk parabola. Cahaya yang datang ke teleskop akan dipantulkan ke sebuah titik fokus. Di titik fokus tersebut terdapat sebuah antena yang berfungsi untuk mengubah gelombang radio menjadi arus listrik yang kemudian diperkuat dan dikirim ke pemroses data untuk dianalisis.
Kelebihan dari teleskop radio adalah tidak terpengaruh oleh turbulensi atmosfer, dapat digunakan pada saat siang hari dan langit mendung. Hal ini dikarenakan gelombang radio dapat menembus awan. Namun kelemahan dari teleskop ini adalah adanya gangguan dari stasiun - stasiun pemancar gelombang radio komersial atau amatir.
Teleskop radio bekerja dalam gelombang yang lebih panjang daripada gelombang optik. Hal ini menyebabkan daya pisah yang dimiliki teleskop radio sangat rendah. Jika dengan menggunakan teleskop optik kita dapat menentukan sumber pancaran di langit dengan cukup akurat, teleskop radio hanya dapat menentukan daerah tempat sumber pancaran tersebut berada.
Gelombang radio yang memiliki panjang gelombang 20 cm, memiliki panjang gelombang 400.000 kali lebih panjang dibandingkan panjang gelombang optik. Oleh karena itu, untuk mendapatkan daya pisah yang setara dengan teleskop optik, teleskop radio harus memiliki diameter 400.000 kali lebih besar.
Untuk memisahkan jarak di langit sebesar 1 detik busur dalam panjang gelombang radio 20 cm, maka harus digunakan teleskop radio yang berdiameter 40 km.
Masalh daya pisah ini kemudian dipecahkan dengan suatu teknik yang dikenal dengan teknik interferometri.