Tari Topeng MalangWayang Topeng Malang adalah kesenian tradisional yang berasal dari Malang, Jawa Timur, Indonesia. saat ini Kabupaten Malang menjadi salah satu pusat persebaran seni topeng Malang yang keberadaannya tersebar di sejumlah desa. Wayang Topeng Malang merupakan seni tradisi yang cukup kompleks dalam pertunjukannya, seni wayang Topeng ini bukan hanya tarian semata, di dalam seni tradisi ini ada seni Pedalangan, Seni Ukir Topeng, Seni Rapek ( kostum ), Seni musik tradisional (karawitan), hingga seni Sinden. Oleh karena itu, leluhur atau sesepuh Topeng Malang, selalu memakai penyebutan Wayang Topeng Malang, bukan tari Topeng. Minimnya literasi tentang Wayang Topeng Malang, membuat banyak generasi muda Wayang Topeng Malang kurang banyak mengetahui sejarah tentang kesenian tradisional yang menjadi ikon Malang Raya ini (Kota Malang, Kabupaten Malang dan Batu)[1]. Meski begitu, bila ditelusuri sejarah terdahulu terkait seni tradisi ini bisa didapatkan pada prasasti Himad dan Prasasti Dinoyo, yang mana pada pemerintahan Mpu Sindok yaitu pada abad ke 8 M. selain itu, di era kolonial kesenian ini juga didokumentasikan oleh Theodore Gautier Thomas Pigeaud dalam Javaanse Volksvertoningen (Pertunjukan Rakyat di Jawa) terbit 1938, dalam buku berbahasa Belanda ini di terangkan keberadaan 21 set topeng yang masing-masing berisi 40–60 topeng. Kesenian wayang topeng tersebar di berbagai desa di Malang. Pemain-pemain topeng yang terkenal terutama berasal dari Desa Pucangsongo di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Semenjak tahun 1930-an hingga saat ini, grup topeng Malang yang tercatat aktif tidak lebih dari 15 grup topeng yang tersebar di wilayah Malang Raya, diantaranya adalah Grup Topeng di wilayah Jabung, Tumpang, Glagahdowo, Gubuk Klakah, Duwet, Pakisaji, Lowok, Kranggan, Senggreng, Jatiguwi, Jambuer, Pijiombo. Ada banyak problema yang membuat kesenian wayang Topeng Malang ini berangsur-angsur meredup, salah satunya kurang adanya regenerasi di dalam grup Topeng. Selain itu, sementara banyak tokoh-tokoh topeng yang telah berpulang kehadirat Tuhan YME. Menurut penuturan pelaku topeng sepuh, semejak tragedi kelam kemanusiaan tahun 1960, banyak tokoh seniman topeng yang meninggal karena dituduh terlibat makar. Yang mana kebenaran peristiwa itu hingga saat ini masih perlu di pertanyakan. Banyak seniman Topeng Malang yang dibunuh, atau menghindar tidak berkesenian untuk mencari keselamatan demi tidak di PKI-kan atau di tuduh Lekra. Bukan hanya itu, dalam peristiwa itu, banyak perangkat kesenian yang dibakar atau dimusnahkan. dari Pakaian hingga gamelan dengan cara di bakar, di kubur ataupun di masukan kedalam lubang sumur. Baru di tahun 1970-an, kesenian ini mulai kembali dicari keberadaanya, tepatnya pada tahun 1972 oleh Dewan Kesenian Surabaya bersama tim Wilwatikta. Yang akhirnya Tim ini menemukan keberadaan seni tradisi Wayang Topeng Malang aktif di mainkan di wilayah Jabung, Kabupaten Malang. Semenjak itu, tim ini banyak melakukan penelitian dan observasi serta memberitakan keberadaan seni tradisi Wayang Topeng dengan komponen lengkap ada di Jabung. Dan sejak itulah, kesenian Wayang Topeng mulai didengar kembali di tingkat nasional, berkat para wartawan yang ikut dalam penelitian itu, akhirnya sebutan Topeng Jabung muncul. Saat itu belum ada istilah Topeng Malang, karena grup-grup Topeng di daerah lainnya belum muncul dan terkabarkan. Berselang 3 atau sampai 4 tahun, banyak bermunculan grup-grup Topeng yang lama vakum mulai berani keluar, Pakisaji, Senggreng, Jatiguwi, dan lainnya. Tim DKS, Wilwatikta dan dibantu DKM ( Dewan Kesenian Malang )[2] mulai menginventarisir dan mendata grup-grup Topeng yang tersebar di Malang Raya. dan baru di tahun 1980-an istilah Topeng Malang lebih banyak dipakai dalam menyebutkan kesenian tradisi asli Malang ini. Wayang Topeng Malang, merupakan kesenian tradisi yang membawakan alur cerita Purwa (Mahabarata Ramayana), Menak (Keislaman), Panji dan Damarwulan. Meski memiliki pakem dalam cerita dalam pertunjukannya, saat ini banyak grup Topeng yang mampu membawakan cerita Panji saja, cerita Purwa, Menak dan Damarwulan sudah lama ditinggalkan. Kemerosotan ini, merupakan buah dari tidak teregenarikan Dalang-dalang Wayang Topeng Malang, selain itu juga tidak ada literasi pedalangan yang tercatat dengan baik. Banyak tokoh Topeng Malang, yang selalu mengatakan bahwa buku Babon Topeng Malang telah rusak atau saat masa kolonial disita Belanda. Dan oleh karena itulah banyak kisah cerita pedalangan yang sudah tidak pernah dimainkan lagi. Meski kesenian wayang Topeng Malang ini menjadi satu objek penelitian banyak Universitas di Malang, namun hingga saat ini belum pernah lahir literasi pedalangan ataupun karya tulis yang mencoba merekonstruksi kesenian wayang Topeng dengan spirit penyelamatan serta pengembangannya. Dan kalaupun ada, hasil karya dari penelitian tersebut berhenti di Universitas atau peneliti tanpa kembali ke grup-grup Topeng Malang dimana penelitian itu dilakukan. oleh karena itu, tidak heran bila grup Topeng sulit berkembang dan maju, meski menjadi objek penelitian. Perjalanan panjang sejarah Wayang Topeng Malang, dengan lika liku permasalahan dalam terus mempertahankan keutuhannya. [3]Peran besar para sesepuh menjadi kunci keberadaan grup atau kesenian wayang Topeng hingga saat ini. Sumbangsih harta, tenaga bahkan nyawa dari para sesepuh wayang Topeng dalam memperjuangkan kelestarian seni tradisi asli Malang ini. Setiap grup topeng mempunyai tokoh yang berjasa demi kelangsungan Wayang Topeng di daerahnya, semisal di Polowijen (kota Malang) dahulu ada Yai Reni/Buyut Reni, Mbah Patawi, Mbok Gundari, Pak Sarto, Pak Sajung. Di grup Wayang Topeng wilayah Jabung, Kabupaten Malang ada Mbah Beji Ruminten, Pak Kangsen, Mbah Giran, Pak Misdi, Pak Suparjo, Mbah Samud, Mbah Kari, Pak Jumain, Pak Bandi, Mbah Sapuani, Pak Sartas, Mbah Jayadi, Pak Jamal, Pak Sukani[4]. Tokoh Grup Topeng wilayah Tumpang, Kabupaten Malang ada Mbah Tir, Mbah Rasimun, Mbah Rusman, Mbah Item, Mbah Kabul, Pak Sujud, Pak Madkur, Pak Duraksan, Pak Tris, Pak Jakimin, Ki Soleh Adipramono, Cak Utomo. Dari grup Topeng Wilayah Sumberpucung ada Mbah Seno, Mbah Watiru, Mbah Madyo, Mbah Sumber, Dari Grup Topeng wilayah lereng Gunung Kawi ada Mbah Barjo, Mbah Harsoyo, Mbah Mukayin, Mbah Kasiman, Pak Dasiyo, Pak Kabul, Mbah Karimun, Cak Suroso, Handoyo, Pak Sugiat, Pak Yateman, Pak Supadi. Grup Topeng Malang yang saat ini masih ada dan sering menghiasi percaturan pertopengan di Malang adalah: Grup topeng Madyo Laras Jatiguwi, Pimpinan Susilo Hadi. Jl. Ir. Sukarno simpang 4, RT 17 Rw 04, Jatiguwi, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang Topeng Kranggan, Pimpinan Pak Dasiyo Jl. Sailendra, no. 12 RT 01/03 Kranggan, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang. . Grup Topeng Senggreng (Bayu Candra Kirana) , Pimpinan Bu Ririn Asanti Jl.Raya Senggreng RT.12 RW.04 Senggreng Selatan, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang Grup topeng Precet (Margo Utomo), pimpinan Mas Amin Karyanata Jl. Kenongo, dusun Precet, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Grup Topeng Darmo Langgeng Jabung, pimpinan Sudarmaji. Jl. Raya Gunung Jati, Boro Jabung, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang Pasukan Gunung Sari & Mantraloka Jabung. Pimpinan Majid dan Muhammad Sugeng Jl. Hasanudin, desa Kemantren kecamatan Jabung, Kabupaten Malang Grup Topeng Nduwet, Pimpinan Mbah Duraksan. Alamat Dusun Nduwet, Kecamatan Jabung. Kabupaten Malang Grup topeng Tumpang Mangun Darmo Pimpinan Ki Soleh Adi Pramono. Jl. Raya Mangun Darmo, desa Tulus Besar, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang Grup Topeng Setyotomo Glagah Dowo pimpinan Budi Utomo (cak utomo). Dsn Glagahdowo rt/rw:02/07 desa pulungdowo kec. Tumpang kab. Malang Grup topeng Pakisaji (Panji Asmoro Bangun) pimpinan Suroso dan Handoyo. Jl. Prajurit slamet, desa pakisaji. Grup Topeng Galuh Candra kirana, Jambuer pimpinan mbah Jiono Barjo. Dusun Jambuer, Kromengan, Gunung Kawi. Grub Topeng Pijiombo Gunung Kawi Pimpinan. Mbah Harsoyo Dusun Pijiombo, desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang Referensi
|