Tari Cegak adalah tarian dari masyarakat Suku Bonai di Desa Ulak Patian. Tari ini mengisahkan cerita tragis para penuntut ilmu kebatinan yang tidak dapat kembali ke wujud manusia, tetapi sembuh setelah mendengar irama gendang. Para penarinya menggunakan daun pisang kering sebagai pakaian dan pelepah pinang sebagai penutup kepala dan topeng. Tari Cegak ditampilkan dalam 12 gerakan yang berbeda dan berurut. Tarian disertai dengan musik calempong, gendang, dan gong. Pengadaan tari dapat dilakukan dimanapun pada siang atau malam hari.[1]
Pemaknaan
Dalam Bahasa Bonai, tari cegak mempunyai dua arti yaitu samar-samar atau sembuh kembali. Tari Cegak menjadi pertunjukan penutup dalam tradisi pernikahan. Tari ini diawali dengan kisah perlawanan masyarakat Bonai dan Melayu terhadap Belanda. Tarian ini hanya digunakan sebagai hiburan masyarakat setelah bekerja. Penggunaan mantra mengawali tarian agar roh leluhur dapat menjaga dan memberi kekuatan dalam melakukan tarian.[2]
Ciri khas
Ciri khas Tari Cegak adalah pakaian penari yang dibuat dari daun pisang kering. Selain itu, para penari juga menegenakan topeng dan penutup kepala dari pelepah pinang. Ciri khas lainnya adalah tempat pengadaan yang dapat dilakukan di halaman rumah, lapangan terbuka, atau dalam ruangan besar. Tari ini juga ditampilkan dalam acara pernikahan dan penyambutan tamu terhormat.[3]
Referensi
- ^ "Warisan Budaya Takbenda | Beranda". warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2020-09-25.
- ^ Prayogi, Ryan (Juni 2020). "Nilai–nilai kearifan lokal masyarakat suku bonai di ulak patian, Riau". Etnosia. 5 (1): 60. doi:10.31947/etnosia.v5i1.8953.
- ^ Syefriani (April 2017). "Eksistensi Tari Cegak pada Masyarakat Suku Bonai Desa Ulak Patian Kecamatan Kepenuhan Rokan Hulu Riau". Koba. 4 (1): 81.