Taktik militer Nusantara abad 16-17

Taktik militer Nusantara abad 16-17 adalah sebuah rencana untuk menaklukkan atau mempertahankan suatu wilayah di Nusantara yang terjadi pada abad 16-17. Dalam KBBI, taktik diartikan sebagai "rencana atau tindakan yang bersistem untuk mencapai tujuan; pelaksanaan strategi; siasat.[1] Pada saat itu banyak sekali kerajaan merdeka di wilayah Nusantara, mengakibatkan masing-masing kerajaan memerlukan taktik militer dan persenjataan yang baik agar dapat mengalahkan musuh-musuhnya.[2][3]

Catatan-catatan orang Belanda

Untuk menggambarkan kondisi taktik dan strategi militer saat itu, sumber yang diambil kebanyakan berasal dari orang-orang Eropa terutama orang Belanda. Pada saat itu, Belanda VOC mendirikan berbagai pos perdagangan di Nusantara dan menjadi pengamat dan pencatat dalam setiap pertempuran antara wilayah-wilayah yang bertempur.[4]

Untuk persenjataan, orang-orang Jawa memakai tombak, keris, dan tameng. Orang-orang Jawa juga sudah mengenal senjata api namun masih kebingungan dalam memakainya. Selain itu pedang pendek, golok, belati, anak panah dan senjata sumpit yang diimpor dari Kalimantan juga digunakan.[5]

Berikut ini catatan orang Belanda tentang persenjataan yang dipakai oleh orang-orang Jawa:[6]

Senjata mereka utamanya terdiri dari tombak, keris, dan tameng. Mereka sangat pandai dan mahir dalam menggunakannya. Mereka memiliki keahlian khusus dalam menggunakan tombak panjang sembari menunggang kuda, karena mereka adalah penunggang kuda yang baik, dan lebih unggul daripada penunggang kita, mereka juga dapat menggunakan kedua tangannya dengan baik, mereka mengendalikan kuda dengan kaki dan tubuhnya. Mereka mengenakan ikat pinggang yang bagian depannya terdapat kait tembag untuk dikencangkan dengan tali kekang kuda, sehingga mereka dapat menggunakan kedua tangannya dengan bebas, mempergunakan tombak panjang (senjata utama mereka di atas kuda) dengan sangat pandai sehingga membuat orang yang pertama kali melihat akan terkesima. Mereka lebih memilih bertempur di atas kuda daripada di tanah, atau dengan berjalan kaki.

Untuk taktik militer yang dipakai dalam beberapa catatan menggunakan taktik yang disebut orang Belanda sebagai "amok" atau serangan mendadak. Kemudian juga memblokade jalan-jalan dengan menjatuhkan batang pohon yang besar untuk menghalangi laju tentara musuh. Kemudian juga untuk membuat lawan kelaparan, maka desa-desa dan sawah-sawah akan dibakar dan dirusak. Juga pemotongan pasokan air bersih dengan membendung sungai seperti yang dilakukan pasukan sultan Mataram ketika mengepung Batavia. Taktik intimidasi dengan membesar-besarkan jumlah pasukan yang datang juga dilakukan oleh Mataram di tempat yang sama.[7][5]

Referensi

  1. ^ "KBBI Daring". KBBI Kemendikbud. Diakses tanggal 04-06-2022. 
  2. ^ Ricklefs, M.C. (2017). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. ISBN 978-979-420-187-9. 
  3. ^ Vlekke, Bernard H.M. (2016). Nusantara. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). ISBN 978-602-6208-06-4. 
  4. ^ Boxer, C.R. (1983). Jan Kompeni Sejarah VOC dalam Perang dan Damai 1602-1799. Jakarta: Sinar Harapan. 
  5. ^ a b Schrieke, B.J.O (2016). Kajian Historis Sosiologis Masyarakat Indonesia Jilid II. Yogyakarta: Ombak. ISBN 978-602-258-375-2. 
  6. ^ Schrieke, B.J.O (2016). Kajian Historis Sosiologis Masyarakat Indonesia Jilid II. Yogyakarta: Ombak. hlm. 154. ISBN 978-602-258-375-2. 
  7. ^ Heuken SJ, Adolf (2016). Tempat-tempat bersejarah di Jakarta. Jakarta: Cipta Loka Caraka. ISBN 978-602-70395-7-5.