Srandul adalah salah satu bentuk kesenian yang berasal dari DI Yogyakarta. Kesenian Srandul termasuk jenis drama tari dan merupakan seni tradisional kerakyatan yang didasarkan pada kearifan masyarakat setempat.[1] Srandul merupakan kesenian turun temurun yang diwariskan antar generasi. Pencipta kesenian Srandul pun tidak diketahui secara pasti. Mengenai nama Srandul itu sendiri juga masih berupa terkaan dari orang-orang yang mengetahuinya. Sebuah sumber mengatakan bahwa Srandul berasal dari kata pating srendul yang berarti campur aduk. Hal ini diartikan sebagai campuran aneka cerita yang sering kali dibawakan pada pentas Srandul. Cerita yang biasa dipentaskan berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Cerita rakyat dan kisah tokoh merupakan beberapa contoh kisah yang sering kali dibawakan pada pentas Srandul. Seringkali Srandul berupa drama tari yang disajikan dengan cerita karangan atau cerita rakyat semisal Demang Cokroyuda dan Prawan Sunthi. Selain itu, lakon cerita pada kesenian Srandul, tidak terbatas pada kisah tokoh-tokoh cerita saja melainkan bisa juga dengan membawakan tema umum. Tak jarang lakon Srandul mengangkat isu cerita yang sedang ramai diperbincangkan masyarakat. Konsep kisah yang tak terbatas inilah yang membuat ceritanya selalu bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Pertunjukan Srandul biasanya dipentaskan pada acara-acara besar masyarakat seperti halnya khitan atau pernikahan. Dalam perkembangannya, kesenian ini juga diperkenalkan dalam sejumlah perhelatan seperti penyambutan tamu atau digelar untuk kepentingan pariwisata di masa sekarang.[2] Awalnya pertunjukkan ini yang tidak sekadar bertujuan sebagai sarana hiburan masyarakat namun di sisi lain pertunjukan ini memiliki tujuan kandungan yaitu berupa tuntunan, baik secara tersurat maupun tersirat. Dialog-dialog yang tercipta dalam lakon yang digelar dalam kesenian Srandul sebagian diwujudkan dalam bentuk shalawat dan tembang Jawa yang berisi nasihat atau petuah tentang cara menjadi orang Jawa yang baik, yaitu sesuai ajaran Islam. Bahkan pada awalnya Srandul digunakan sebagai media penyebaran agama Islam. Namun, seiring perkembangan zaman, Srandul menjadi salah satu bagian seni pertunjukan di Jawa.[3] Dalam pentasnya, kadang kesenian ini diiringi bersamaan dengan pertunjukan Kethek Ogleng dan dilanjutkan dengan penampilan pelawak badutan. Maka tidaklah mengherankan jika pada akhirnya, sebagian masyarakat ada yang menyebut kesenian Srandul ini sebagai seni badutan.[2]
Srandul biasanya dimainkan oleh 15 orang, 6 pemusik dan 9 pemain. Namun hal ini bisa dianggap cukup fleksibel dengan menyesuaikan kebutuhan acara yang ada. Alat-alat musik yang dipergunakan pada pertunjukan Srandul adalah angklung, terbang, dan kendang. Pertunjukan Srandul dipentaskan pada malam hari dengan durasi pertunjukan tidak pasti, karena durasi kesenian Srandul akan sangat tergantung permintaan sang punya hajat.
Biasanya di awal pertunjukan, para pemain Srandul akan menari mengelilingi oncor sambil menyanyikan tembang atau lagu-lagu jawa atau disebut juga dengan menembang. Lagu yang diucapkan berisi ucapan doa kepada Tuhan. Doa ini dipanjatkan bersama iringan para penari yang berkeliling sambil membawa oncor (obor). Doa ini dilantunkan dengan khusyuk, dan dibacakannya doa dimaksudkan agar pertunjukan tidak mendapat halangan sampai selesainya acara. Lalu setelahnya dilanjutkan dengan dengan melantunkan tembang Kinanthi dari Serat Wedhatama. Tembang tersebut berisi tentang ajaran budi luhur. Kesenian Srandul yang berkembang di Kotagede, Yogyakarta juga masih mempertahankan keberadaan oncor ini. Obornya dibuat dengan menggunakan lima sumbu dan diletakkan di tengah pertunjukkan sebagai penerang. Hal ini merupakan simbol bahwa cahaya terang telah datang dan siap menjamah jiwa manusia agar beriman. Selanjutnya obor tersebut digunakan sebagai penerangan selama pertunjukan.[4]
Perkembangan Srandul
Kesenian Srandul yang berada di DI Yogyakarta berada di ambang kepunahan. Kesenian ini sangat jarang ditemui pada pementasan kesenian yang ada di Yogyakarta. Sangat penting bagi generasi muda untuk bisa mengenal, mengetahui, dan lebih jauh bisa melestarikan kesenian ini. Pemerintah Yogyakarta juga beberapa kali melakukan usaha-usaha di antaranya Pekan Wisata Budaya Kotagede pada tahun 2012. Kesenian Srandul juga bisa ditemui di situs Candi Ratu Boko, Yogyakarta. DI tempat ini disajikan kesenian Srandul bagi para pengunjung candi di waktu-waktu tertentu. Di kala sore di hari Sabtu biasanya kesenian ini akan dipentaskan di Plaza Andrawina yang bertempat di kompleks Candi Ratu Boko. Pengunjung bisa menyaksikan Srandul sembari menikmati matahari terbenam.
Referensi