Sprent Arumogo Dabwido (16 September 1972 – 8 Mei 2019) adalah seorang politikus asal Nauru yang pernah menjabat sebagai Presiden Nauru dan juga seorang atlet angkat besi. Ia adalah putra dari seorang anggota parlemen, Dabwido pada awalnya terpilih sebagai anggota Parlemen Nauru dari dapil Meneng pada pemilihan umum 2004. Setelah menjabat sebagai Menteri Telekomunikasi di pemerintahan Marcus Stephen dari 2009, Dabwido bergabung dengan faksi oposisi Nauru pada November 2011 setelah pengunduran diri Stephen, dan setelah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap presiden sementara Freddie Pitcher, ia terpilih sebagai presiden empat hari kemudian. Dalam perannya sebagai presiden, Dabwido berfungsi sebagai ketua Kabinet Nauru, dan memegang berbagai portofolio di pemerintahan Nauru.
Karier angkat besi
Sebelum memasuki dunia politik, Dabwido adalah atlet angkat besi. Ia adalah juara nasional Nauru dalam angkat besi pada tahun 1995 dan 1996. Ia juga mewakili Nauru secara internasional memenangkan medali perak untuk negaranya di Samoa Games 1995 dan berkompetisi di Kejuaraan Dunia Angkat Besi 1995 dalam kategori super kelas berat.[3]
Karier politik
Ia adalah putra kedua dari mantan anggota parlemen Audi Dabwido, Dabwido bekerja di asuransi publik sebelum memasuki dunia politik.[2] Ia adalah salah satu pendiri partai Naoero Amo, dan terpilih ke Parlemen Nauru pada pemilihan umum 2004, mengalahkan Nimrod Botelanga untuk memenangkan kursi dapil Meneng. Terpilih kembali pada pemilihan umum 2007 dan 2008, ia menjadi anggota faksi parlemen yang mendukung Presiden Marcus Stephen, dan diangkat menjadi Menteri Telekomunikasi di masa pemerintahan Stephen pada tahun 2009 di mana ia memimpin pengenalan telepon seluler ke Nauru.[4] Sekali lagi terpilih kembali pada pemilihan umum 2010,[5] Dabwido bergabung dengan faksi oposisi pada November 2011 setelah Stephen mengundurkan diri sebagai presiden, dan digantikan oleh Freddie Pitcher.[butuh rujukan]
Presiden Nauru
Setelah melancarkan mosi tidak percaya pada Pitcher, Dabwido terpilih sebagai presiden oleh parlemen, dengan sembilan suara mendukung pencalonannya dan delapan suara menentang.[6]
Pertemuan internasional besar pertama Dabwido sebagai presiden adalah pada Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011 di Durban, Afrika Selatan, sebagai perwakilan dari Negara-negara Berkembang Pulau Kecil (SIDS). Dalam pidatonya selama pleno pembukaan, Dabwido mengevaluasi potensi masalah yang dihadapi oleh pulau-pulau di Samudra Pasifik yang diakibatkan oleh naiknya permukaan laut. Mengulangi tujuan SIDS untuk pengurangan emisi gas rumah kaca untuk mencegah perubahan iklim global lebih lanjut, ia menyerukan pengembangan protokol yang mengikat secara hukum bersama Protokol Kyoto, dengan mengacu pada "aksi mitigasi untuk negara-negara berkembang" dan Rencana Aksi Bali.[7] Dabwido mendukung pembukaan kembali pusat pemrosesan pencari suaka yang didanai pembayar pajak Australia di Nauru, yang didukung oleh oposisi Partai Liberal Australia tetapi ditentang oleh Partai Buruh Australia yang memerintah.[8]
Pada Juni 2012, Dabwido memecat kabinetnya setelah tujuh bulan menjabat, dengan alasan kesulitan mengesahkan RUU Amandemen Parlemen, sebuah usulan undang-undang reformasi konstitusi yang akan mengubah jumlah anggota parlemen, memperkenalkan Komisi Ombudsman, dan memperkenalkan kode etik untuk anggota parlemen.[9][10] Dalam Kabinet barunya, ia mengisi posisi Menteri Layanan Publik, Menteri Kepolisian & Layanan Darurat, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Perubahan Iklim.[11] Atas nama Nauru, Dabwido menyampaikan pidato pertamanya kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa selama debat umum dari sesi keenam puluh tujuh, pada bulan September 2012. Dalam pidatonya, ia mendesak PBB untuk menangani perubahan iklim secara lebih langsung, serta mengkritik ketidakefektifan multilateralisme.[1]
Dabwido tidak mencalonkan kembali, dan digantikan oleh Baron Waqa setelah pemilihan parlemen 2013.[12]
Pasca menjadi presiden
Setelah masa kepresidenannya, Dabwido kembali ke parlemen dan menjadi bagian dari oposisi dan menuduh pemerintah Nauru melakukan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, sementara itu, pemerintah menuduhnya dan anggota parlemen oposisi lainnya menyebarkan "kebohongan tentang negara" sebagai tanggapan atas komentar mereka dengan wartawan yang berbasis di luar Nauru. Pada 2015, Dabwido dan lainnya mengadakan protes anti-pemerintah di depan parlemen dan mereka didakwa melakukan kerusuhan. Terdakwa termasuk Dabwido terlibat dalam kasus pengadilan yang dikenal sebagai "Nauru 19" dan Dabwido dibebaskan dari kesalahan pada tahun 2018 oleh Mahkamah Agung Nauru.[13]
Pada Mei 2018, Dabwido didiagnosis menderita kanker stadium akhir di Rumah Sakit Republik Nauru.[14] Dabwido pergi ke Australia untuk menjalani perawatan dan juga mencari suaka politik, mengklaim bahwa pemerintah Nauru mencegahnya meninggalkan Nauru untuk perawatan di luar negeri.[13] Pemerintah Nauru telah membantah klaim dan mengatakan bahwa Dabwido segera diizinkan untuk melakukan perawatan di luar negeri yang didanai penuh untuk kondisi kesehatannya.[14]
Di Australia, Dabwido mencabut dukungannya untuk pusat pemrosesan pencari suaka yang didanai Australia di Nauru dan menyatakan keinginannya untuk menghentikan operasi fasilitas serta dukungan untuk RUU Medevac.[13]
Kehidupan pribadi
Dabwido memiliki pasangan serumah, yakni seorang wanita bernama Luci. Mereka telah menjalin hubungan selama setidaknya delapan tahun. Keduanya bertunangan ketika Dabwido melamar Luci di rumah sakit tempat ia didiagnosis menderita kanker. Keduanya berpartisipasi dalam upacara komitmen di Sydney pada 2019.[13]
Pada tahun 2018, Dabwido didiagnosis menderita kanker tenggorokan stadium akhir.[15] Ia meninggal karena penyakit itu pada 8 Mei 2019, saat berusia 46 tahun.[16]
Referensi