Skrupel (Scrupulosity) adalah sebuah penyakit jiwa yang terjadi ketika seseorang mengalami ketakutan, dengan sadar, namun dihantui sebuah perbuatan atau perasaan berdosa padahal ia sendiri tidak berdosa, atau melakukan dosa ringan (menurut Katolik pada zamannya) namun merasa menanggung dosa yang sangat berat.[2] Oleh karena itu, dalam tradisi Katolik, ia boleh dan seharusnya mempercayakan dirinya kepada Tuhan (Bapa) dengan cara melakukan pengakuan dosa (biasanya di bilik pengakuan).[2] Skruple adalah sebuah kelainan psikologi patologis karena perasaan bersalah, terkait moral dan isu agama.[2] Gangguan ini merupakan tekanan yang dirasakan secara personal, mengakibatkan gangguan obyektif, dan sering mengganggu pergaulan sosialnya.[3] Kelainan tersebut termasuk dalam konsep sebagai sebuah gangguan moral dari bentuk dorongan obsesif dan kompulsif (obsessive–compulsive disorder: OCD),[4] Kategori tersebut tidak mutlak, atau secara empiris dapat dibantah.[3]
Istilah skrupel diambil dari bahasa Latin scrupulum, sebuah bantu tajam, identik dengan sebuah penderitaan yang menetap pada kesadaran.[3]
Penggunaan istilah ini diketahui pada abad 12.[5] Beberapa sejarawan dan pemuka agama mendapati keraguan akan dosa yang memengaruhi ekspresi diri, dalam hal penderitaan.[5] Salah satu tokoh Katolik terkenal, Ignasius Loyola pendiri ordo Yesuit pernah menulis, "Setelah aku memandang bentuk salib dari dua cara sederhana, saya mendpati perasaan keberdosaan yang muncul pada diri seseorang barangkali adalah skrupel, dan bisa saja itu datang dari musuh untuk mencobai kita."[6]
Rujukan
^López-Ibor JJ Jr, López-Ibor Alcocer MI. Religious experience and psychopathology [PDF]. In: Verhagen P, Van Praag HM, López-Ibor JJ Jr, Cox J, Moussaoui D, editors. Religion and Psychiatry: Beyond Boundaries. Wiley; 2010. ISBN 978-0-470-69471-8. p. 211–33.