Shantinatha Charitra adalah sebuah naskah berbahasa Sanskerta yang menceritakan tentang kehidupan Shantinatha, seorang Jain Tirthankara ke-16.[1] Manuskrip ini termasuk dalam daftar dokumen paling bernilai di dunia yang telah terregistrasi dalam Warisan Ingatan Dunia UNESCO pada 2013. Dokumen ini ditulis oleh Ajita Prabhasuri dalam aksara Dewanagari. Naskah ini berisi tentang nilai-nilai perdamaian dan kerukunan yang ditulis pada 1397. Di dalamnya, memuat sepuluh lukisan bergaya Jainisme dari Gujarat.[2]
Latar belakang
Tradisi pembuatan naskah Jain dimulai sekitar abad ke-11 dan menjadi cukup lazim di wilayah Gujarat sejak abad ke-13 dan seterusnya. Hal ini disebabkan oleh perlindungan dari keluarga kerajaan. Selain itu, para penganut Jain yang kebanyakan merupakan golongan saudagar kaya serta pedagang di wilayah ini juga menaruh perhatian pada pelestarian naskah tersebut. Naskah bergambar Jain paling awal dibuat di atas daun lontar dan diikat dengan tali yang melewati lubang di folio. Setelah kertas diperkenalkan di India bagian barat sekitar abad ke-12, komposisi teks semakin besar dan beragam perangkat dekoratif digunakan, meskipun format naskah daun lontar pada umumnya tetap dipertahankan.[3] Naskah-naskah ini dihiasi dengan indah dengan tinta berwarna emas, perak, dan merah tua. Pusat utama produksi naskah Jain adalah Ahmedabad dan Patan di Gujarat. Sejumlah besar manuskrip ini disimpan di bhaṇḍara atau perpustakaan yang dikelola oleh komunitas Jaina. [4]
Naskah Shantinatha Charitha merupakan koleksi dari Muni Punyavijayji yang dikumpulkan pada 1940-an. Manuskrip ini berupa daun lontar yang merupakan manuskrip kertas lukis paling awal dari Shantinath Charitra bertanggal V.S. 1453 (1396 M). Di dalamnya memuat banyak diagram kosmologis langka, yantra chakra Jaina-Sidhdha dan artefak khas lainnya. Kemudian Muni menyumbangkan manuskrip tersebut ke Institut Indologi Lalbhai Dalpatbhi pada tahun 1961.[5]
Isi naskah
Shantinatha Charitra berisi sepuluh gambar yang merupakan adegan yang berkaitan dengan kehidupan Shantinatha. Gambar-gambar ini digambar dengan indah dalam berbagai warna. Karet jelaga dan cat putih berbahan dasar perak mineral digunakan sebagai tinta penulisan naskah. Gambar-gambarnya ditandai dengan warna-warna yang sederhana dan cerah. Gambar-gambar tersebut sangat konvensional, kurus, dan bersudut dan sebagian besar ditampilkan dari tampilan depan. Wajahnya menonjol dengan hidung lancip, dan 'mata bagian depan' menonjol, yang melampaui garis luar wajah dalam profil.[4]
Kehidupan Shantinatha
Shantinatha adalah Jain Tirthankar ke-16. Tirthankara adalah guru Jain yang dihormati sebagai jiwa yang dibebaskan dan disembah secara khusus oleh para penganut Jainisme. Ia dilahirkan di keluarga kerajaan dinasti Ikshvaku (dinasti Surya) di Hastinapur (dekat Delhi). Dia naik takhta ketika dia berusia 25 tahun tetapi meninggalkannya dan menjadi biksu Jain pada usia 50 tahun. Setelah bertapa selama 16 tahun di bawah pohon Nandi, ia mencapai Kevala Jnana (kemahatahuan). Kemudian dia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk berdakwah kepada masyarakat dan akhirnya mencapai Nirwana (keselamatan) di Sammed Shikharji, di negara bagian Jharkhand. Para penganut Jain percaya bahwa hanya dengan menyebut namanya dapat menangkal semua kejadian buruk dan membawa kedamaian. Oleh karena itu, prasasti UNESCO pada buku ini sangat penting, tidak hanya di kalangan Jain tetapi juga bagi dunia karena pesan perdamaian universal yang terkandung di dalamnya. Hal ini tentu saja sejalan dengan kedudukan buku ini dalam dunia lukisan miniatur.[4]