Senopati Pamungkas adalah novel karya Arswendo Atmowiloto. Cerita ini sebelumnya pernah dimuat di majalah HAI pada 1984. Dua tahun kemudian, kisah silat itu dijadikan buku. Cetakan pertama terbit pada tahun 1986, cetakan ke-dua pada tahun 1987, dan cetakan ke-tiga pada tahun 1988, sebanyak 25 jilid.
Inilah teks yang tertera di sampul belakang buku tersebut:
Baginda Raja Sri Kertanegara membawa Keraton Singasari ke puncak kejayaan yang tiada taranya pada awal sejarah keemasan. Pasukan Tartar yang berhasil menaklukkan dunia dipecundangi. Umbul-umbul berlambang singa berkibar ke seberang lautan. Idenya mendirikan Ksatria Pingitan, semacam asrama yang mendidik para prajurit sejak usia dini, menghasilkan banyak ksatria. Di antaranya Upasara Wulung, yang sepanjang usianya dihabiskan di situ. Upasara Wulung terlibat dalam intrik Keraton, perebutan kekuasaan, pengkhianatan, keculasan, terseret arus jago-jago kelas utama: mulai dari Tartar di negeri Cina, Puun Banten, puncak gunung, dengan segala ilmu yang aneh. Juga lintasan asmara yang menggeletarkan. Ilmu segala ilmu itu adalah Tepukan Satu Tangan, di mana satu tangan lebih terdengar daripada dua tangan. Di banyak negara diberi nama berbeda, tetapi intinya sama. Pasrah diri secara total. Diangkat sebagai senopati oleh Raden Wijaya, yang mendirikan Majapahit dengan satu tekad: "Seorang brahmana yang suci bisa bersemadi, tetapi seorang ksatria mempunyai tugas bertempur, membela tanah kelahiran."
Sukma sejati, menyatu dengan alam. Berakhir, dan memulai.
Sebagaimana daya asmara yang sejati, menyatukan kekuatan tanah dengan air, membenihkan kelahiran.
Berakhir, sekaligus lahir.
Belakangan, novel itu dicetak ulang dengan ukuran fisik lebih besar dan lebih tebal.