Sawung Jabo, terlahir dengan nama Mochamad Djohansyah (lahir 4 Mei 1951), adalah seorang seniman dan musisi kondang Indonesia yang dikenal dengan keterlibatannya dalam hampir segala bentuk kesenian baik itu bermusik, teater, melukis, dan juga tari. Sawung Jabo dikenal dalam konsepnya yang menggabungkan elemen musik Barat dan Timur, khususnya Jawa. Dia paling dikenal melalui keterlibatannya dalam grup musik "Swami" dan "Kantata Takwa" bersama musisi-musisi kenamaan Indonesia lainnya pada akhir tahun 80-an dan tahun 90-an seperti Iwan Fals, Jockie Suryoprayogo, dan juga sponsor mereka, pengusaha Setiawan Djodi. Merekalah yang melahirkan lagu-lagu terkenal yang bertemakan sosial dan politik seperti "Bento", "Bongkar", "Hio", "Kuda Lumping", dan "Nyanyian Jiwa". Lagu-lagu tersebut menjadi populer setelah dimainkan dalam konser akbar Kantata Takwa di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, 23 Juni 1990. Proyek musik Kantata tersebut kemudian diabadikan dalam film "Kantata Takwa" (2008) arahan sutradara Eros Djarot dan Gotot Prakosa. Sawung Jabo dikenal produktif dalam melahirkan karya seni atau terlibat dengan para seniman dari bermacam daerah seperti Surabaya, Yogyakarta, Solo, Bandung, Sidoarjo, Jember, bahkan sampai negara Australia.[1]
Latar Belakang
Pada awal 1970-an, Djohansyah yang berasal dari daerah Ampel, Surabaya merantau ke Yogyakarta. Di sinilah bakat seninya diasah bersama komunitas seniman Yogyakarta. Menurut Jabo, dia mendapat julukan Sawung Jabo (dari bahasa Jawa, berarti "ayam jago") dari kakak-kakak kelasnya ketika dia kuliah musik klasik di Akademi Musik Indonesia (AMI) di Yogyakarta. [2]
Sawung Jabo pernah tergabung dalam kelompok yang pernah terkenal di Yogyakarta, yaitu "Kelompok Kampungan" bersama Bram Makahekum. Kemudian pada tahun 1976 dia mendirikan kelompoknya sendiri, "Sirkus Barock" yang embrionya antara lain adalah KAAS (Keluarga Arek-Arek Suroboyo) yang belajar di Yogyakarta dan juga mahasisiwa AMI dan ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia). "Sirkus Barock" sendiri pemain tetapnya antara lain Innisisri, Nanoe, Totok Tewel, dan Edi Darome, didukung musisi-musisi lain yang main bersama mereka. Pementasan konser "Sirkus Barock" selalu sarat dengan nuansa teatrikal, antara lain pentas "Kanvas Putih" di Taman Ismail Marzuki dan pentas "Tragedi" di Gedung Kesenian Jakarta. "Sirkus Barock" mengeluarkan tujuh album, antara lain Anak Setan (1975), Fatamorgana (1994), Jula Juli Anak Negeri (2001), Tur ke Sydney & Melbourne (1995 & 1996), dan album "Musik dari Seberang Laut" yang dimasukan dalam album kompilasi "Worldmusic" di Australia dengan judul "World Without Borders" (1997).
Pada tahun 1977 Jabo bergabung dengan Bengkel Teater Rendra asuhan seniman senior Indonesia W.S. Rendra di Yogyakarta, di mana dia mempelajari kemampuan penguasaan panggung. Di Yogyakarta Jabo juga mengenal dan bersahabat dengan Win Hendrarso, yang menjabat bupati kota Sidoarjo. Pada tahun 1978, Jabo mengenal Suzan Piper yang adalah warga negara Australia dan pada tahun 1979 menikahinya. Dia kemudian hijrah ke Australia untuk memperdalam kemampuan musiknya.
Pada tahun 1983 Jabo pulang ke Indonesia menetap tinggal di Jakarta bersama keluarganya. Pada tahap perkembangan musik Jabo ini, dia bersama para pemain Sirkus Barock mulai rekaman dengan album pertama Anak Setan di samping mengadakan konser tahunan yang sangat teatrikal sifatnya di TIM dan/atau Gedung Kesenian dengan bintang tamu yang pada tahun 1986 termasuk Iwan Fals. Pada tahun 1989 setelah kegagalan konser 100 kota Iwan Fals terbentuk kelompok "Swami" yang di dalamnya terdapat para personel "Sirkus Barock", ditambah musisi Iwan Fals dan Naniel Yakin, di mana mereka menghasilkan album Swami I (1989) dengan hits "Bento" dan "Bongkar". Kemudian Jockie Suryoprayogo bergabung dengan Swami, dan merilis album Swami II (1991) dengan hits "Hio", "Kuda Lumping" dan "Nyanyian Jiwa". Setahun sebelum album Swami II dirilis, sebagian dari anggota kelompok Swami bergabung dengan Setiawan Djodi dan W.S. Rendra dan membentuk proyek musik Kantata, di mana mereka akhirnya berpentas di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada tanggal 23 Juni 1990 dengan tajuk "Kantata Takwa". Kantata juga berpentas di kota Solo dan Surabaya dengan nama pentas yang sama. Konser Kantata tersebut mencatat rekor jumlah penonton saat diadakan di Jakarta. Setelah tahun-tahun pentas Kantata tersebut, Jabo mendirikan proyek musik "Dalbo" dan merilis album Dalbo (1993) dan album Anak Wayang di mana dia berduet dengan Iwan Fals, serta merilis album solonya, "Badut" (1992).[3]
Setelah album Dalbo, Jabo kembali ke Australia dan banyak beraktivitas di sana. Di Indonesia dia sempat merilis album "Fatamorgana" kembali bersama Sirkus Barock, pentas di GKJ pada tahun 1996 dalam pentas berjudul "Bayang-Bayang". Kemudian bergabung kembali dengan proyek Kantata pada pementasan "Kantata Samsara" pada tahun 1998. Kembali ke Indonesia pada akhir tahun 90-an, Jabo mendirikan "Goro-Goro", bersama sejumlah musisi muda Yogyakarta dan merilis album "Goro-Goro", album yang terinspirasi oleh gonjang-ganjingnya situasi Indonesia di era reformasi saat itu. Mereka kemudian berkeliling di daerah Tapal Kuda di Jawa Timur.
Kembali ke Australia, dia membentuk "Geng Gong" bersama Ron Reeves, Kim Sanders, dan Reza Achman, melakukan tur pada tahun 2000 dan 2003. Pada tahun yang sama dia dinominasikan dalam AMI Award untuk kategori World Music. Dia juga menggagas kelompok Teater GerakOyot Suket (akar rumput) yang pentas keliling Jawa, antara lain di kota Yogyakarta, Jakarta, dan Bandung.
Selama di Australia Jabo mempersiapkan pementasan teater Sawung Galing bersama sutradara Australia Don Mamoune yang berpentas di Indonesia pada bulan September di lima kota, antara lain Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, dan Surabaya.
Karena latar belakang pengalaman musiknya yang mencakup dua dunia, Indonesia dan Australia, Sawung Jabo dikenal dalam konsepnya yang menggabungkan elemen musik Barat dan Timur, khususnya Jawa. Konsep tersebut didukung oleh sahabat-sahabat senimannya seperti Totok Tewel, Innisisri, Gondrong Gunarto, hingga Baruna. Para seniman dan musisi di luar jalur industri itulah yang membantu Jabo dalam usahanya untuk mengekspresikan ide-ide musiknya kepada masyarakat.
Konsep musik yang dibawakan Sawung Jabo pada era Sirkus Barock, Swami dan Kantata dikenal penuh pendewasaan dan kepolosan, diiringi dengan musik yang dinamis. Jabo juga dikenal dengan teriakan-teriakannya yang garang, liar, dan nyentrik dalam pentas-pentasnya. Paska tahun 2000, lagu-lagu Jabo lebih bernuansa religius, menggali makna hidup, cinta, dan perenungan.
Kehidupan pribadi
Pada tahun 1978, Jabo mengenal Suzan Piper, dan pada tahun 1979 menikahi Suzan Piper (yang pada tahun 2006 belajar di Bengkel Teater Rendra). Jabo saat ini menetap di Sydney, Australia bersama istrinya yang warga negara Australia dan kedua orang anaknya. Namun Jabo juga dikenal dengan rasa cintanya yang besar kepada tanah kelahirannya.
"Bagaimanapun juga saya ini arek Suroboyo, orang Jawa." tegas Sawung Jabo.[4]
1994 - Anak Wayang - Sawung Jabo & Iwan Fals, Metrotama Records
1995 - Sengkata - Nicky Ukur; lirik, musik, aransemen oleh Sawung Jabo, Supranada Abadi Records
1997 - Musik dari Seberang Laut - dalam "World Without Borders", Sawung Jabo & Friends, Larrikin Records; Dunia Cinta - Rachel, lirik, musik, aransemen oleh Sawung Jabo, Airo Records Productions
2006 - Antologi, Jabo and friends - CD dan DVD, rekaman live, Wot Cross-cultural Synergy & Rumah Nusantara; Blue On Stone, aransemen Sawung Jabo, Naga Swara