Sakurajima (桜島code: ja is deprecated ) adalah sebutan untuk gunung berapi kerucut dan nama bekas pulau (sekarang sudah terhubung dengan daratan) di Prefektur Kagoshima, Kyushu, Jepang. Lelehan lava akibat letusan tahun 1914 menyebabkan Pulau Sakurajima terhubung dengan Semenanjung Ōsumi. Sakurajima dinobatkan sebagai Gunung berapi paling aktif di Jepang. Dan salah satu gunung yang paling banyak meletus sejak 1000 tahun terakhir di kawasan Cincin Api Pasifik.[2]
Nama lain untuk gunung api di Sakurajima adalah Ondake (御岳code: ja is deprecated ). Hingga kini, kegiatan vulkanis Sakurajima terus berlangsung, dan menyebarkan debu vulkanik dalam jumlah besar ke daerah sekelilingnya. Letusan sebelumnya membentuk dataran tinggi berpasir putih. Sakurajima adalah gunung api komposit. Gunung Sakurajima memiliki tiga puncak, Kitadake (Puncak Utara), Nakadake (Puncak Tengah), dan Minamidake (Puncak Selatan) yang masih sangat aktif hingga sekarang.
Sekarang ini, Puncak Utara (北岳code: ja is deprecated , Kitadake) adalah puncak tertinggi di Sakurajima, menjulang 1.117 m di atas permukaan laut. Gunung Sakurajima terletak di bagian Teluk Kagoshima yang dikenal sebagai Teluk Kinkō (錦江湾code: ja is deprecated , Kinkōwan). Bekas pulau ini berada di bawah administrasi KotaKagoshima. Sakurajima terhubung dengan daratan Semenanjung Ōsumi, membentuk sebuah tanjung yang luasnya sekitar 77 km².
Sejarah geologis
Sakurajima terletak di Kaldera Aira yang terbentuk akibat letusan luar biasa 22.000 tahun yang lalu.[3] Letusan melepaskan beberapa ratus kilometer kubikabu vulkanik dan batu apung, serta menyebabkan kantung magma di bawah kawah menjadi runtuh. Kaldera yang terbentuk akibat letusan memiliki lebar lebih dari 20 km. Tefrit jatuh hingga ke tempat yang jauhnya hingga 1.000 km dari gunung berapi ini. Sakurajima merupakan kawah baru untuk kaldera Aira yang masih aktif.
Sakurajima terbentuk oleh kegiatan vulkanis dalam kaldera Aira yang dimulai 13.000 tahun yang lalu.[4] Gunung ini berada sekitar 8 kilometer (5 mi) di sebelah selatan pusat kaldera. Letusan paling awal yang tercatat dalam sejarah terjadi tahun 963 M.[5] Sebagian besar letusan Sakurajima adalah letusan stromboli,[5] dan hanya memengaruhi kawasan puncak, namun letusan plini yang lebih besar pernah terjadi pada 1471-1476, 1779–1782, dan 1914.[6]
Kegiatan vulkanis di Kitadake sudah berhenti sekitar 4,900 tahun yang lalu. Letusan-letusan selanjutnya terjadi di Minamidake.[7]
Letusan tahun 1914
Letusan dimulai 12 Januari1914. Selanjutnya sekitar satu bulan, Sakurajima berulang kali meletus dan mengeluarkan lava dalam jumlah besar. Lava yang ditumpahkan sekitar 1,5 km³ dan daerah yang tertutup lava mencapai sekitar 9,2 km². Lava mengalir hingga ke laut di bagian barat dan bagian tenggara Sakurajima. Selat selebar 400 m dengan maksimum kedalaman laut 100 m yang memisahkan Sakurajima dan Semenanjung Ōsumi teruruk oleh lava, dan Sakurajima terhubung dengan daratan Semenanjung Ōsumi. Abu vulkanis terbawa angin hingga ke wilayah Kanto yang jauh. Sebelumnya, Sakurajima merupakan gunung api yang tidur selama lebih dari satu abad hingga tahun 1914.[3]
Sebelum letusan 11 Januari, hampir semua penduduk sudah diungsikan dari Sakurajima setelah terjadi beberapa kali gempa bumi besar sebagai tanda letusan akan segera terjadi. Pada awalnya letusan bersifat sangat eksplosif hingga menyebabkan kolom erupsi dan aliran piroklastik. Namun setelah terjadi gempa besar 13 Januari 1914 yang menewaskan 35 orang, letusan berubah menjadi efusif dan menumpahkan aliran lava dalam jumlah besar.[3]
Lelehan lava flows jarang terjadi di Jepang. Kandungan magma yang tinggi silika menyebabkan erupsi gunung berapa di Jepang umumnya bersifat eksplosif.[8] Hingga berbulan-bulan selanjutnya, Sakurajima terus menumpahkan aliran lava.[3]
Sebagai akibatnya, luas Pulau Sakurajima bertambah setelah menelan beberapa pulau-pulau kecil di sekelilingnya, dan akhirnya terhubung dengan daratan di tanah genting yang sempit. Beberapa bagian dari Teluk Kagoshima menjadi lebih dangkal, dan berpengaruh pada pasang-surut yang menjadi lebih tinggi.[3]
Pada tahap akhir erupsi, pusat Kaldera Aira tenggelam kira-kira 60 sentimeter (24 in) akibat penurunan tanah yang disebabkan kosongnya kantong magma yang berada di bawahnya. Berdasarkan fakta penurunan tanah terjadi di pusat kaldera, dan bukan secara langsung di bawah Sakurajima, diketahui bahwa magma gunung api ini berasal dari satu reservoir yang sama dengan erupsi zaman kuno yang membentuk kaldera.[3]
Kegiatan vulkanis sekarang
Kegiatan vulkanis Sakurajima semakin aktif pada tahun 1955, dan sejak itu pula, Sakurajima terus menerus meletus secara teratur. Ribuan letusan-letusan kecil terjadi setiap tahunnya, melemparkan abu ke angkasa hingga di ketinggian beberapa kilometer di atas Sakurajima. Pos Pengamat Gunung Api Sakurajima didirikan pada tahun 1960 untuk memantau kegiatan terakhir Sakurajima.[5]
Pemantauan gunung api ini dan prakiraan letusan skala besar yang akan terjadi berikutnya adalah sangat penting. Sakurajima terletak di wilayah yang sangat padat penduduk. Kota Kagoshima yang berpenduduk 680.000 orang hanya terletak beberapa kilometer dari gunung api ini. Pemerintah Kota Kagoshima secara teratur mengadakan latihan evakuasi, dan sejumlah lokasi pengungsian telah dibangun agar penduduk dapat mengungsi dari jatuhan tefrit.[9]
Berkaitan dengan bahaya gunung api yang terus mengancam penduduk di sekitarnya, Sakurajima pada 1991 ditetapkan sebagai Gunung Api Dekade Ini. Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui program Dekade Internasional untuk Pengurangan Bencana Alam.[10]
Sakurajima adalah bagian dari Taman Nasional Kirishima-Yaku, dan lelehan lava di Sakurajima merupakan atraksi wisatawan. Di kawasan di sekitar Sakurajima dibangun sejumlah resor pemandian air panas. Produk pertanian utama dari Sakurajima adalah lobak sakurajima daikon yang berukuran sangat besar (beratnya hingga 29,6 kg), dan jeruk manis berukuran mini yang disebut shima mikan.[11]
Pada 10 Maret2009, Sakurajima kembali meletus, dan menghamburkan tefrit hingga radius 2 km. Letusan ini sudah diperkirakan sebelumnya setelah sepanjang akhir pekan terjadi serangkaian letusan yang lebih kecil. Letusan terakhir tidak memakan korban jiwa maupun benda.[12]