Brigadir Jenderal (Purn.) Sadikin (11 April 1916 – 1 Maret 1986) merupakan seorang seorang bintara Heiho (pembantu prajurit Jepang) bagian artileri udara, mendapat kabar bahwa Jepang telah melakukan kapitulasi atau penyerahan terhadap Sekutu. Dan juga Komandan Divisi Siliwangi saat hijrah dari Jawa Barat ke Jawa Timur.[1] Ia menjadi sersan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) dari 1939 sampai Jepang menduduki Indonesia. Dia kemudian bergabung dengan bagian artileri udara Heiho serta bertugas di Jakarta, Surabaya, dan Semarang.[2]
Karier Militer
Karier Sadikin terbilang cemerlang. Di masa Revolusi, dia berturut-turut menjadi Komandan Resimen 6 Cikampek, Brigade 4 Divisi Siliwangi di Tasikmalaya, Brigade 2 Divisi Siliwangi yang hijrah dan berkedudukan di Surakarta, dan kemudian Komandan Daerah Militer Madiun setelah memadamkan peristiwa PKI Madiun. Puncaknya, dia menjabat Panglima Divisi Siliwangi (1949-1951) dan Panglima Tanjungpura (1951-1956). Setelah itu, dia menjadi Inspektur Jenderal Teritorial dan perlawanan rakyat di markas besar Angkatan Darat.
Di masa pensiun, Sadikin menjadi Presiden Direktur PT. Bank Internasional Indonesia (BII) di Jakarta dan ketua BPC (Badan Pembina Citra) Siliwangi, Jakarta. Dia tutup usia di Jakarta pada 1 Maret 1986.
Memproklamasikan Tentara Nasional Indonesia
Saat Presiden Soekarno mengumumkan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dia mengundang bekas anggota PETA, Heiho, dan para pemuda untuk memasuki BKR sambil menunggu terbentuknya tentara nasional, Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pada 5 Oktober 1945. TKR berubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) pada Januari 1946 dan Tentara Nasional Indonesia pada 3 Juni 1947.
Proklamasi tentara oleh Sadikin dijejaki oleh Inspektur I Moehammad Jasin, komandan Polisi Istimewa, yang memproklamasikan Polisi Republik Indonesia di halaman markas Polisi Istimewa, Jalan Coen Boelevard, Surabaya –kini Jalan Polisi Istimewa.
Referensi