Ryōtei

Ryōtei (料亭) atau ryotei (ryoutei) adalah rumah makan tradisional Jepang yang menyajikan masakan Jepang untuk tamu kelas atas. Sebagian besar di antaranya menyediakan ruang-ruang makan privat berupa washitsu. Selain untuk resepsi, perjamuan resmi, atau bangket yang mengundang kelompok geisha, tuan rumah memesan tempat di ryōtei untuk menjamu tamu bisnis, melakukan negosiasi bisnis, menyambut tamu agung, atau pertemuan rahasia antarpolitisi.

Harga makanan berbeda dari rumah makan biasa, karena tamu tidak datang sekadar untuk makan, melainkan menikmati tradisi dan budaya Jepang melalui makanan, minuman beralkohol, alat-alat makan, arsitektur, ikebana, taman, dan geisha, tari, dan musik tradisional. Hidangan berupa kaiseki disajikan secara bertahap di atas meja rendah. Pilihan makanan merupakan hak istimewa juru masak atau pemilik. Ia akan memilih ragam makanan dan masakan yang sesuai dengan musim dan acara. Pelanggan menyebutkan harga per kepala atau total harga, dan selebihnya diserahkan kepada juru masak.[1]

Tamu harus memesan tempat lebih dulu, lebih baik lagi bila perjanjian dibuat jauh-jauh hari sebelumnya. Sebagian di antara ryōtei hanya menerima tamu yang tidak dikenal bila sudah diperkenalkan oleh tamu yang sudah sering datang. Tamu diharapkan datang memakai pakaian sopan, seperti setelan, kaus kaki, dan sepatu. Di dalam ruang makan yang berupa washitsu, tamu pria diharapkan memakai kaus kaki,[2] sementara tamu wanita mengenakan stoking atau tabi.

Sebagian ryōtei lebih terlihat seperti rumah tinggal atau penginapan berarsitektur Jepang daripada sebuah restoran. Pengelola sering tidak memasang plang di depan tempat usaha mereka, dan bila pun memasangnya, mungkin hanya berupa papan nama kecil. Pintu masuk juga dibuat tidak mencolok. Pelayan wanita (nakai) dan manajer wanita (okami) yang berpakaian kimono menyambut para tamu, dan mengantarnya ke ruang makan yang sudah dipesan. Sesudah tamu berada di ruang makan, pintu ditutup untuk menjamin privasi. Pelayan wanita dan juru masak secara eksklusif melayani tamu selama jamuan makan berlangsung.

Setelah jamuan makan berakhir, tuan rumah meminta diri beberapa saat untuk menyelesaikan pembayaran. Tagihan bisa juga dikirim ke rumah atau ke kantor untuk dibayar melalui transfer bank di kemudian hari. Tamu yang diundang tidak akan melihat menu, rincian harga, atau total uang yang harus dibayar tuan rumah.

Referensi

  1. ^ Ashkenazi, Michael (2003). Food culture in Japan. Greenwood Publishing Group. hlm. 134. ISBN 0-3133-2438-7. 
  2. ^ "初めての方も大丈夫!よくある質問集" (dalam bahasa bahasa Jepang). KyotoOkoshiyasu.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-28. Diakses tanggal 2009-06-13. 

Pranala luar