Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
Tambahkan pranala wiki. Bila dirasa perlu, buatlah pautan ke artikel wiki lainnya dengan cara menambahkan "[[" dan "]]" pada kata yang bersangkutan (lihat WP:LINK untuk keterangan lebih lanjut). Mohon jangan memasang pranala pada kata yang sudah diketahui secara umum oleh para pembaca, seperti profesi, istilah geografi umum, dan perkakas sehari-hari.
Sunting bagian pembuka. Buat atau kembangkan bagian pembuka dari artikel ini.
Tambahkan kotak info bila jenis artikel memungkinkan.
Hapus tag/templat ini.
SEJARAH RUMAH BESAR/RUMAH MBELIN URUNG SENEMBAH DELI DI PATUMBAK
Menurut sumber Buku H. Wan Umaruddin Barus “Siembelangpinggel dan Senembah, 1969” setelah Thaharim Gajah Mentha Barus pergi ke Aceh menemui Kakeknya Panglima Polim, dan bertemu dengan Raja Aceh, maka atas pesan dari Siembelangpinggel, maka disampaikanlah permohonan Kakeknya Siembelangpinggel kepada Raja Aceh tentang wilayah yang dimohonkan untuk dikuasai oleh Siembelangpinggel dan keturunannya kepada Raja Aceh, yaitu sebelah Barat Sungai Batuan Sebelah Timur Kayu Ageng dan Sungai Bialai/Blumai Sebelah Utara Selat Melaka dan Sebelah Selatan dengan puncak Bukit Barisan yaitu daerah yang akhir ini masih daerah Senembah Deli dan Senembah Serdang dengan pangkat Kejuruan (Wilayah yang berdaulat dan Memerintah) sejak saat itu berdiriah Kedjuruan Senembah dan hal ini diperkirakan terjadi pada abad ke 16 sekitar tahun 1580-1590 M.[1]
Kemudian Siembelangpinggel memintakan dan seterusnya menyuruh kepada anak cucu-cucunya itu supaya datang membuka tanah Senembah yang luas dan subur itu untuk jalan penghidupannya masing-masing. Hanya keturunannya beserta anak beru dan kalimbubunya saja dibenarkan menjadi Kepala di-tanah Senembah itu dengan jalan untuk kampung biasa harus disyahkan dengan mengadakan jamuan kepada yang mengepalai Tanah Senembah dan Rakyat dengan memotong beberapa ekor kambing dan ayam dan jika mau mendirikan kampung yang lebih besar yang terdiri dari beberapa kampung dibawahnya jamuan itu harus lebih besar pula lagi yaitu dengan memotong sekurang-kurangnya seekor kerbau/lembu beberapa ekor kambing dan ayam ditambah dengan beberapa pucuk barang mas/perak.[2]
Sesudah penabalan di Senembah ini maka kampung-kampung yang mula-mula sekali didirikan yaitu Kampung Tandukan Raga dan Medan Senembah terletak di tepi sungai Belumai. Sungai ini sebelah hilir akhirnya bernama Sungai Serdang. Kampung Sigara-gara dan Patumbah terletak di tepi Sungai Seruwai sungai ini sebelah hilir akhirnya bernama Sungai Percut. Perkampungan Patumbak dibangun oleh Ombah Barus anak dari Meneh Barus dan saudaranya Batar Barus membangun Pekampungan Sigara-gara, Meneh Barus dan Batar Barus adalah cucu dari Thaharim Gajah Mentha Barus, pembukaan perkampungan Patumbak dan Sigara-gara ini diperkirakan terjadi pada abad 17 yaitu sekitar tahun 1620-1670 M. Begitulah seterusnya perkembangan dan pembukaan perkampungan diwilayah Senembah terus bertambah dan keturunan Barus Siembelangpinggel dari Barus Jahe juga ikut berdatangan bersama Kalimbubu dan Anak Berunya membuka Perkampungan baru dan berkembang hingg saat ini.[3]
Sebelum masuknya Kolonial dan terjadinya pembagian wilayah Kedjuruan Senembah, Perkampungan Patumbak yang merupakan daerah kekuasaan Senembah dijadikan sebagai wilayah pertahanan sebagai dampak pergejolakan terhadap Deli/Kesultanan Deli, yang dimana konflik wilayah dan kekuasaan sering terjadi antara Deli dan Senembah, sehingga menjadikan Patumbak wilayah pertahanan Kedjuruan Senembah.
Setelah tahun Tahun 1882, Pemerintah kolonial melalui Residen Schiff melakukan politik Adu domba dengan membagi Senembah menjadi 4 kejuruan yaitu:
1. Daerah Medan Senembah dikepalai Wan Kolok Barus,
2. Daerah Patumbak dikepalai Wan Sulong Bahar Barus,
3. Daerah Sigaragara dikepalai Wan Sulong Mamat Barus,
4. Daerah Namu Surau dikepalai Sibayak Amat Barus.[4]
Pembagian ini tidak berjalan secara efektif, sehingga Belanda kemudian memodifikasi perjanjian tersebut dengan membagi 2 daerah Senembah menjadi:
1. Senembah Serdang, yang beribu kota di Sei Bahasa dengan daerahnya di Tadukan Raga/Sei Bahasa dan Medan Senembah.
2. Senembah Deli, yang beribu kota di Patumbak dengan daerahnya Patumbak, Sigaragara dan Namu Surau.[5]
Untuk memerintah di Kedjuruan Senembah Patumbak setelah dari Raja terakhir Senembah (Sebelum adanya Pembagian oleh Kolonial) yaitu Ranjuna Barus Raja Urung Senembah ke VI (1730-1780 M), kemudian yang menjadi Raja di Senembah Patumbak adalah Raja Kamaluddin Barus (1780-1856M) kemudian setelah Kamaludding Barus meninggal dunia, Ia digantikan putranya Syahdewa Barus (1856-1871 M) menjadi Raja Kedjeruan Senembah Patumbak. Syahdewa Barus kemudian menikah dengan adik Tengku Matsih Kedjeruan Percut.[6]
Pada saat Syahdewa Barus wafat tahun 1871 M ia meninggalkan seorang putra yang masih kecil bernama Wan Abdul Rahman Barus. Dan karena usianya yang masih kecil itu maka jabatan raja akhirnya dipangku oleh Sulung Bahar Barus dari tahun 1871 hingga tahun 1893. Bahkan selama hayatnya Wan Abdul Rahman Barus tidak pernah menduduki kursinya sebagai Raja Urung Senembah karena terus saja dipangku oleh paman-pamannya. Setelah Sulong Bahar wafat tahun 1893 posisi pemangku dipegang oleh Wan Usop Barus tahun 1893-1903 M dan selanjutnya digantikan pula oleh Wan Abdul Kadir Barus tahun 1903-1912 M. Sulung Bahar Barus adalah putra dari Ali Akbar Barus yang sebenarnya sebagai pewaris tahta di Kejeruan Senembah Tanjung Muda. Namun jabatan Raja Senembah Tanjung Muda ditinggalkan dan lebih memilih menjadi Pemangku Wan Abdul Rahman Barus di Kejeruan Senembah Patumbak. Alasannya dikarenakan perasaan was-was dan khawatir kepada Kejeruan Senembah Patumbak atas keberadaan Kesultanan Deli. Dia takut kalau Deli akan menguasai Senembah karena kelemahan yang dimiliki Abdul Rahman Barus. Sulung Bahar Barus sangat yakin kalau Sultan Deli akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan para pendahulunya.[7]
Pada masa Sulung Bahar Barus menjadi pemangku Kedjuruan Senembah Patumbak, maka terkait dengan pertahanan, Sulung Bahar Barus merapikan dan membangun Rumah sekaligus Istana Raja Urung Senembah Patumbak, yang di sebelah belakang lokasi Rumah Raja Urung Senembah Patumbak yang ada saat ini, lokasi Rumah dan Istana Raja Urung Senembah Patumbak berada di seberang kolam yang ada saat ini dan bentuknya juga masih berupa rumah kayu dengan gaya rumah panggung. Pembenahan Rumah/Istana Raja Urung Senembah Patumbak ini oleh Sulung Bahar Barus juga di maksudkan karena semakin ramainya masyarakat dan bertambahnya aktivitas di Urung Senembah Patumbak. Sampai dengan masa Sulung Bahar Barus, Wan Usup Barus menjadi pemangku Wan Abdul Rahman Barus, maka Rumah/Istana Raja Urung Senembah ini masih berupa rumah panggung (1871-1903).[8]
Pada masa Wan Abdul Kadir Barus, putra dari Sulung Bahar Barus, mejadi pemangku Wan Abdul Rahman Barus di Kedjuruan Senembah Patumbak (1903-1912) dan (1914-1932), perubahan besar terhadap Rumah/Istana dari Raja Urung Senembah Patumbak mengalami perubahan yang signifikan. Lokasi Rumah/Istana Raja Urung Senembah Patumbak yang sebelumnya berada di seberang lokasi Kolam saat ini dipindahkan pembangunannya ke Lokasi yang ada saat ini dikarenakan perkembangan Perkebunan Tembakau yang dikelola oleh Perusahaan-Perusahaan Kolonial (Eropa) dan dibuka serta dijadikannya jalan di tepi Sungai Seruai Patumbak sebagai jalan utama penghubung perkampungan-perkampungan yang ada di sekitaran Patumbak dan menuju ke Deli.[9]
Wan Abdul Kadir Barus juga mendapatkan pembiayaan dari hasil bagi perkebunan yang telah disepakati Kesultanan Deli dengan Perusahaan-Perusahaan Kolonial (Eropa) dengan Sultan Deli dan Datuq Berempat Kesultanan Deli. Pembagian keuntungan ini juga yang membantu Sultan Deli dapat membangun Istana Maimon yang kita kenal saat ini. Dengan demikian pemindahan Lokasi Rumah/Istana Raja Urung Senembah Patumbak ke Lokasi saat ini hampir bersamaan dengan pembangunan Istana Maimon. Wan Abdul Kadir Barus bersama dengan Keluarga Urung Senembah Patumbak dan Serdang berupaya agar Rumah/Istana Raja Urung Senembah Patumbak ini merupakan Rumah/Istana Kebanggaan Senembah dan Keluarga.[10]
Wan Abdul Kadir Barus mempunyai Putra yang bernama Wan Heffen Barus, lahir tahun 1914, Ia berjiwa pedagang dan menggeluti perdagangan di masa-masa perkebunan Tembakau di Sumatera Timur sangat harum dan lalu lintas perdagangan Tembakau dari Sumatera Timur ke manca negara sangat padat dan hal ini dimanfaatkan oleh Wan Heffen Barus dengan mendirikan perusahaan-perusahaan Pribumi dan berbisnis dengan pedagang-pedagang manca ngera serta menjadi salah satu tokoh pergerakan di Sumatera Timur pada saat itu, khususnya di Senembah dan Deli. Wan Heffen Barus tumbuh dan besar di Senembah Patumbak, yang dimana sejak Kakek nya Sulung Bahar Barus menjadi Pemangku Raja Urung Senembah Patumbak dan dilanjutkan lagi oleh Ayahnya Wan Abdul Kadir Barus menjadi pemangku di Patumbak, maka Rumah/Istana Raja Urung Senembah di Patumbak menjadi saksi tumbuh besarnya Wan Heffen Barus.[11]
Pada masa Rumah/Istana Raja Urung Senembah Patumbak sudah dipindahkan oleh Wan Abdul Kadir Barus ke Lokasi yang ada saat ini, maka ketika Wan Heffen Barus telah mempunyai kemampuan lebih terkait dengan persoalan ekonomi, maka ketika Wan Heffen Barus ditunjuk sebagai Raja Urung Senembah Sri Diraja Serdang IV (1940), Ia lebih memilih menetap di Patumbak dan menjalankan bisnisnya, selanjutnya untuk Raja Urung Senembah di Serdang/Tanjung Muda di serahkan ke Putra Wan Guntar Alam Barus yaitu Wan Bahauddin Barus dan seterusnya dilanjutkan H. Wan Umaruddin Barus. Kemampuan ekonomi dan kepiawaiannya dalam berdagang membuat Wan Heffen Barus banyak dikenal dan memiliki asset berupa tanah dan rumah di Deli (Kota Medan saat ini) dan perusahaan-perusahaan baik berupa perkebunan dan industry, dan terkait dengan Rumah/Istana Raja Urung Senembah Patumbak yang ada saat itu, dipandang oleh Wan Heffen Barus perlu disesuaikan dengan bangunan-bangunan yang ada dan telah dibangun oleh Kolonial Belanda di Deli/Medan. Pada saat itu memang telah berdiri bangunan-bangunan yang terbuat dari beton/semen dan bernuansa Eropa serta memadukan gaya lokal dengan wilayah ber-iklim tropis seperti Sumatera Timur.[12] Sekitar tahun 1940-1956 oleh Wan Heffen Barus dilakukanlah pemugaran Rumah/Istana Urung Senembah Patumbak dengan bahan utama dari Semen/Beton dan batu bata dengan gaya Eropa serta bernuansa ilkim tropis. Rumah/Istana yang dibangun tersebut pada waktu itu cukuplah besar dan pada saat terjadinya Revolusi Sosial 1946 Rumah/Istana dijadikan tempat tujuan untuk berlindung dari peristiwa Revolusi Sosial yang melanda para Kepala-Kepala kampong, Sibayak dan Perbapaan dari dataran tinggi Senembah. Rumah/Istana ini kemudian terus dibangun dan dibesarkan oleh Wan Heffen Barus dan bentuknya dapat kita lihat saat ini, Rumah/Istana tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Rumah Mbelin Urung Senembah Patumbak.
Referensi
^Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
^Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
^Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
^Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
^Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
^Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
^Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
^Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
^Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
^Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
^Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
^Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
Buku H. Wan Umaruddin Barus "Sejarah Siembelangpinggel dan Senembah", Monora Medan 1966
Wawancara dengan Wan Chaidir Barus, Agustinus Barus (Perbapaan Ujung Senembah), Mahmudin Barus (Pensiunan Pegawai Kerapatan Senembah)