Revolusi sosialRevolusi sosial merupakan suatu doktrin diktator proletariat Trotskyisme yang berasal dari Leon Trotsky[1] yang juga dikenal sebagai paham dari Komunis Internasional keempat[2] terhadap struktur kelas serta penciptaan aturan-aturan sosial yang baru.[3] Dalam suatu pergolakan, maka akan terbuka suatu zaman baru dalam kehidupan masyarakat dikarenakan terjadinya transformasi yang luas dan fundamental.[3] Ciri-ciriRevolusi sosial berlangsung secara besar-besaran dan tiba-tiba dengan menggunakan kekerasan.[4] Pemberontakan yang ditandai oleh perubahan penguasa tanpa ada perubahan sistem kelas sosial atau distribusi kekuasaan dan pendapatan di kalangan kelompok masyarakat tidak termasuk ke dalam revolusi sosial.[4] Para orang revolusioner menentang pengikut gerakan reformasi, karenan orang-orang ini berkeyakinan bahwa reformasi yang berarti tidak mungkin tercipta bilamana sistem sosial yang ada tetap berlaku.[4] Mereka berpandangan bahwa perubahan mendasar hanya mungkin terlaksana bila sistem sosial yang berlangsung dapat diganti dan kaum elit disingkirkan.[4] Penyingkiran kaum elit sering kali dilaksanakan dengan cara menghukum atau mengasingkan mereka.[4] Pada kebanyakan revolusi, beberapa kelompok bersatu untuk meruntuhkan rezim penguasa.[4] Setelah itu terjadilah persaingan sengit antar-kelompok untuk memperebutkan kekuasaan.[4] Salah satu bentuk tindakan revolusi sosial yang dilakukan adalah terorisme.[5] Terorisme termasuk ke dalam pergerakan revolusi yang menggunakan taktik pengeboman. penculikan, penyekapan, pembajakan dan pembunuhan.[5] Penyebab revolusi sosialSkocpol (1979), Taylor (1984), dan Goldstone (1986) merumuskan alasan-alasan terjadinya sebuah revolusi sosial.[3]
Hubungannya dengan perubahan sosialSuatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri.[6] Lingkungan alam fisikTerjadinya berbagai bencana alam menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah-daerah itu terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya.[6] Apabila mereka mendiami tempat yang baru, mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga organisasi mereka.[6] Penyebab yang bersumber pada lingkungan alam fisik kadang-kadang ditimbulkan oleh tindakan masyarakat itu sendiri.[6] PerangPeperangan dengan negara lain memicu perubahan-perubahan karena negara yang menang akan memaksakan kebudayaannya pada negara yang kalah.[6] Setelah Perang Dunia II banyak negara yang kalah mengalami perubahan dalam lembaga kemasyarakatannya, contohnya Jerman dan Jepang.[6] Kebudayaan masyarakat lainKebudayaan yang disebarkan oleh bangsa lain dapat mengakibatkan revolusi.[6] Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua kelompok masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik, yakni masing-masing masyarakat dapat memengaruhi masyarakat lainnya.[6] Apabila pengaruh dari masyarakat tersebut diterima tidak karena paksaan, hasilnya dinamakan demonstration effect.[6] Proses penerimaan pengaruh kebudayaan asing di dalam antropologi budaya dinamakan akulturasi.[6] Apabila salah satu dari 2 kebudayaan yang bertemu mempunyai taraf teknologi yang lebih tinggi, maka yang terjadi adalah proses imitasi, yaitu peniruan terhadap unsur-unsur kebudayaan lain.[6] TujuanSetiap masyarakat atau kelompok yang melakukan revolusi memiliki komponen yang berbeda-beda, yakni ideologi, program atau pencapaian tujuan, taktik untuk memilih program atau pemimpin.[7] IdeologiIdeologi dari sebuah pergerakan menyuarakan dan membela kepentingan.[7] Beberapa pergerakan sosial melingkupi suatu variasi kelompok dan pandangan bahwa tidak ada nilai dan kepercayaan yang sejenis dan konsisten yang dapat ditunjukkan sebagai ideologi.[7] Contohnya adalah pergerakan feminis yang memperjuangkan kesetaraan kaum wanita dengan laki-laki.[7] TujuanBanyak pergerakan sosial harus mencapai tujuan yang spesifik yang bisa menjadi basis para anggota serta pemimpinnya.[7] Contohnya, pergerakan para petani umumnya menuntut keadilan sosial. Pergerakan hak asasi manusia dimotivasikan oleh pandangan kesetaraan (ideology of quality).[7] TaktikUntuk mencapai tujuan pergerakannya, sebuah kelompok harus menyusun taktik.[7] Pergerakan revolusi menggunakan bentuk yang paling drastis dengan aksi secara langsung untuk mencapai tujuan mereka.[7] Mereka sering kali mengorganisasikan pendukung dalam kelompok gerilya dan sering kali melakukan aksi teror.[7] Hal ini dimaksudkan untuk mengacaukan struktur sosial dan memaksa para otoritas untuk menggunakan penekanan yang akan menggerakkan opini publik melawan pemerintah.[7] KepemimpinanGaya-gaya kepemimpinan berbeda dalam berbagai bentuk pergerakan. Beberapa pemimpin memiliki figur karismatik dan dianggap orang-orang yang luar biasa, dengan pemahaman yang sangat banyak mengenai situasi kontemporer, akar sejarahnya dan kemungkinan pada masa depan serta bagaimana cara mencapainya.[7] Pemimpin dengan karisma menggunakan magnetisme personal untuk menarik banyak pengikut, menuntun pergerakan mereka melewati krisis.[7] Referensi
|