Revolusi Siam 1932 atau Kudeta Siam 1932 (bahasa Thai: การปฏิวัติสยาม พ.ศ. 2475 atau การ เปลี่ยนแปลง การ ปกครอง สยาม พ.ศ. 2475) adalah titik balik krusial dalam sejarah Thailand pada abad ke-20. Revolusi tersebut, sebuah kudeta, adalah suatu transisi hampir tak berdarah pada tanggal 24 Juni 1932, yang mengubah sistem pemerintahan di Siam dari monarki absolut ke monarki konstitusional. "Revolusi" itu dilakukan oleh sekelompok relatif kecil militer dan sipil, yang membentuk partai politik pertama Siam, Khana Ratsadon (Partai Rakyat). Revolusi mengakhiri 150 tahun absolutisme di bawah Dinasti Chakri dan hampir 800 tahun kekuasaan mutlak raja sepanjang sejarah Thailand. Hal ini merupakan hasil dari perubahan sejarah global serta perubahan sosial dan politik dalam negeri. Hal ini juga mengakibatkan rakyat Siam memperoleh konstitusi pertama mereka.
Perspektif konvensional
Tidak seperti negara-negara Asia Tenggara modern lainnya, Thailand tidak pernah secara resmi dijajah oleh kekuatan kolonial. Perspektif konvensional menghubungkan ini terhadap upaya yang dilakukan oleh penguasa Dinasti Chakri, terutama Rama IV dan Rama V, untuk "memodernisasi" dunia politik Siam, dan juga untuk budaya relatif dan homogenitas etnis bangsa Thai.[1][2][3][4][5] Rama IV (Raja Mongkut) membuka Siam untuk perdagangan Eropa dan memulai proses modernisasi. Putranya, Rama V (Raja Chulalongkorn), melakukan konsolidasi kendali negara terhadap negara bawahan Thailand dan menciptakan monarki absolut dan sebuah negara yang tersentralisasi. Namun, keberhasilan raja Chakri juga menabur bibit untuk revolusi 1932 dan akhir dari monarki absolut. Mandat "modernisasi" dari atas telah menciptakan sebuah golongan orang Thai berpendidikan Barat pada awal abad ke-20 (tidak harus berakar pada nilai-nilai demokrasi, dengan beberapa condong ke arah otoritarianisme) di kalangan orang biasa dan kelas bangsawan rendah. Hal ini dipengaruhi oleh cita-cita revolusi Prancis dan Rusia dan mengangkat jajaran menengah dan bawah dari birokrasi Siam yang baru lahir.[6] Elite baru ini akhirnya membentuk Partai Rakyat yang menyediakan inti dari revolusi 1932.
Perspektif alternatif
Pengetahuan terbaru telah mulai mengangkat perspektif alternatif terhadap sejarah Thailand modern yang menantang perspektif konvensional mengenai Revolusi Siam 1932.
Kesboonchoo Mead, Kullada (2004). The Rise and Decline of Thai Absolutism. United Kingdom: Routledge Curzon. ISBN0-415-29725-7.
Keyes, Charles. (1987). Thailand: Buddhist Kingdom as Modern Nation-State. Boulder: Westview Press.
Kobkua, Suwannathat-Pian (1995). Thailand's Durable Premier: Phibun through Three Decades 1932–1957. Kuala Lumpur: Oxford University Press.
Kruger, Rayne (1964). The Devil's Discus. Great Britain: Cassel & Company Ltd.
Landon, Kenneth Perry (1939). Thailand in Transition: A brief survey of Cultural Trends in the five years since the Revolution of 1932. Chicago, Illinois: The University of Chicago Press.
Moerman, Michel (1965). "Ethnic identification in a complex civilisation: who are the Lue?". The American Anthropologist. New Series. 67 (5).
Pridi, Banomyong (2000). A History of Thailand. Translated and introduced by Christopher Baker and Pasuk Phongpaichit. Thailand: Silkworm books. ISBN974-7551-35-7.
Reynolds, Craig J. (1994). Thai Radical Discourse: The Real Face of Thai Feudalism Today. Ithaca: Cornell University Press. Cornell Southeast Asia Program.
Reynolds, Craig J. (2006). "Feudalism as a Trope for the Past". Seditious Histories: Contesting Thai and Southeast Asian Pasts. Seattle: University of Washington Press. ISBN9789971693350.
Steinberg, D. J., ed. (1971). In Search of Southeast Asia. Kuala Lumpur: Oxford University Press.
Stowe, Judith (1991). Siam Becomes Thailand: A Story of Intrigue. United Kingdom: C. Hurst & Co. ISBN0-8248-1394-4.
Thongchai, Winichakul, ed. (c. 1994). Siam Mapped: a history of the geo-body of a nation. Honolulu: University of Hawaii Press.
Thongchai, Winichakul (2000). "The Quest for 'Siwilai': a Geographical Discourse of Civilizational Thinking in the Late Nineteenth and Early Twentieth Centuries Siam". The Journal of Asian Studies. 59 (3): 528–549.