Raja Kepulauan Cocos adalah sebuah gelar, yang awalnya adalah julukan dari pers[1] namun belakangan diklaim sendiri oleh para keturunan John Clunies-Ross, seorang kapten kapal dan petualang asal Skotlandia. Keluarga Clunies-Ross menguasai Kepulauan Cocos selama 150 tahun, hingga keturunan kelima John Cecil Clunies-Ross menjual kepulauan tersebut kepada Persemakmuran Australia pada tahun 1978.
Asal keturunan
John Clunies-Ross adalah seorang pelaut keturunan Skotlandia; ia dan keluarganya berasal dari Kepulauan Shetland.[2] Catatan silsilah John Clunies-Ross menyatakan bahwa ia adalah cucu dari Alexander Cluness, seorang pemimpin Clan Clunaries, dan merupakan keturunan dari dua keluarga Skotlandia lama; yaitu Cluness dari Cromarty dan Ross dari Ross-shire.[3][4]
Di Kepulauan Cocos (Keeling)
Alexander Hare, seorang petualang Inggris, pada tahun 1926 memutuskan untuk memanfaatkan Kepulauan Cocos (Keeling) yang saat itu tidak berpenghuni sebagai tempat produksi kopra kelapa.[5] Hare membawa 98 orang budak dan gundik yang berasal dari Bali, Bima, Sulawesi, Madura, Sumbawa, Timor, Sumatra, Borneo, Malaka, Penang, dan Jawa (Batavia, Cirebon, Tasikmalaya); serta masing-masing seorang asal Papua dan Mozambik.[5] John Clunies-Ross, mantan pegawai Hare, mulai menetap pula di sana pada tahun 1827, dan ia membawa 21 orang, di mana setidaknya 18 orang berasal dari Britania dan 1 orang dari Jawa.[5] Tahun-tahun berikutnya beberapa orang keturunan Eropa dan Indonesia didatangkan lagi, sehingga pada tahun 1829 komposisinya adalah 175 orang, di mana 155 orang adalah keturunan Indonesia (selanjutnya disebut Melayu Cocos).[5]
Aneksasi oleh Britania dilakukan pada tahun 1857, dan kemudian pekerja didatangkan dari Banten, pelabuhan-pelabuhan Jawa Tengah, dan Madura.[5] Tahun 1874, jumlah pekerja Banten mencapai 198 orang dan Melayu Cocos sejumlah 292 orang.[5] Pemukiman komunitas Banten dan Melayu Cocos kemudian bergabung pada tahun 1920-an.[5] Pada tahun 1886 Ratu Victoria menghibahkan kepulauan tersebut untuk selamanya kepada George Clunies-Ross.[6] George Clunies-Ross kemudian mendirikan pemukiman pertama di Pulau Christmas yang terletak 750 mil di sebelah timur Kepulauan Cocos pada tahun 1888.[7] Anaknya Sidney Clunies-Ross, kemudian berhasil menemukan cadangan (deposit) fosfat batu kapur di sana pada tahun 1895-1896, dan mendapat konsesi untuk menambangnya sejak tahun 1897.[7] Pemerintah Australia dan Selandia Baru mengakuisisi pertambangan dan aset keluarga Clunies-Ross yang tersisa pada tahun 1948.[7]
Di bawah kepemimpinan keluarga Clunies-Ross, Kepulauan Cocos relatif tidak terpengaruh Perang Dunia II, kecuali saat Jepang menjatuhkan bom dan ditempatkannya garnisiun sementara Britania di Pulau Home.[5] Tahun 1947 populasi telah mencapai 1.814 orang, dan mulailah diadakan migrasi ke Pulau Christmas, Singapura, Sabah, dan Australia Barat. Pada tahun 1948, Perdana Menteri Australia dari Partai Buruh Gough Whitlam mengundang sebuah misi PBB untuk berkunjung ke kepulauan tersebut, yang menyebabkan dikeluarkannya kecaman atas perlakuan Keluarga Clunies-Ross terhadap para pekerjanya sebagai "anakronistik dan feodal".[6]
Australia telah menjalankan administrasi kepulauan tersebut sejak tahun 1955.[5] Kepemilikan terhadap kepulauan tersebut tetap diklaim oleh para keturunan John Clunies-Ross, hingga tahun 1978 pada saat keturunan kelima John Cecil Clunies-Ross menjual kepulauan tersebut (di bawah ancaman pengambil alihan) kepada Persemakmuran Australia senilai A$6.25m (sekitar £10m saat itu).[6] Akibat program migrasi yang dijalankan, pada tahun 1979 populasi sudah turun menjadi 235 orang saja.[5] Sebuah jajak pendapat yang disponsori PBB dilaksanakan pada tahun 1984, dan penduduk kepulauan diminta memilih apakah ingin merdeka, berasosiasi bebas dengan Australia, atau integrasi menyeluruh dengan Australia; dan para penduduk memilih pilihan ketiga.[6]
Mansion
Mansion tempat kediaman keluarga besar Clunies-Ross di Kepulauan Cocos bernama "Oceania House"", dengan fasilitas delapan kamar tidur, aula ruang dansa, tangga spiral, panel kayu jati, serta taman-taman bertembok seluas 12 hektar.[6] Mansion tersebut serta perumahan penduduk keturunan Eropa berada di Pulau Home, terpisah dari perumaha keturunan Melayu Cocos yang berada di West Island.[6]
Keturunan saat ini
Keturunan kelima John Cecil Clunies-Ross menempuh pedidikannya di sekolah umum di Inggris, dan saat ini menetap di Perth, Australia Barat.[6] Setelah penjualan dan serah-terima kekuasaan terjadi, ia pergi kepengasingan di Perth dan menginvestasikan uangnya di sebuah perusahaan pelayaran, tetapi bisnisnya runtuh pada tahun 1986, dan mansion keluarga Ocean House dijual untuk menutupi kerugiannya.[6] Pemerintah Australia memboikot perusahaan tersebut.[6] Menurut Clunies-Ross,"Mereka ingin mematahkan kami secara ekonomi maupun politik, dan mereka tidak peduli bila mereka membangkrutkan kami dalam prosesnya."[6] Anaknya, John George Clunies-Ross (lahir 1957), masih bertempat tinggal di West Island.[8]
^Long, Edward E. (3 October 1903). "King of the Cocos Island". Timaru Herald, Volume LXXIX, Page 2 (Issue 12187). Via Government of New Zealand. Diakses tanggal 15 February 2015.