Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) didirikan pada tahun 1980 melalui Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SI 11/HK 501/Phb – 80, tentang Perizinan Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk Indonesia. Sampai 1993, RAPI mempunyai logo bertuliskan KRAP (Komunikasi Radio Antar Penduduk), yang hanya diizinkan mengudara pada frekuensi 11 meter band yang mengadopsi suatu sistem komunikasi radio yang nama aslinya citizen band (CB) seperti diberlakukan di Amerika Serikat sejak 1958. Namun, setelah keluarnya SK Dirjen Postel Nomor 92 tahun 1994 tentang penyelenggaraan KRAP, RAPI diizinkan bekerja pada 2 meter band, dengan logo bertulisan RAPI yang masih berlaku hingga sekarang.[1]
Di Indonesia, RAPI telah begitu memasyarakat, sehingga beberapa instansi secara resmi aktif ikut terjun di dalamnya, di antaranya kepolisian, SAR, pemadam kebakaran dan BNPB. Instansi-instansi ini selalu memonitor melalui jalur 9 yang disebut “jalur gawat darurat”, apabila tersiar berita yang sifatnya meminta bantuan, maka instansi yang bersangkutan siap membantunya.
Era KRAP
Sekitar tahun 1975 merupakan awal tumbuhnya pemakaian KRAP untuk komunikasi yang bersifat hobi. Pemilik KRAP yang selalu saling berhubungan dengan sesama pengguna, akhirnya tumbuh rasa kebersamaan serta membentuk kelompok-kelompok sehaluan. Tumbuhnya pemakaian KRAP semula hanya terbatas di kota-kota besar saja, seperti Jakarta, Bandung, dan Medan. Namun, dalam beberapa tahun saja telah menyebar ke kota-kota kecil dan muncul beberapa kelompok yang belum secara resmi menjadi organisasi. Dapat dikatakan, pemakaian perangkat KRAP sampai akhir 1980 merupakan pelanggaran, karena belum ada satu aturan pun yang mengesahkannya.
Selain untuk komunikasi antarpenduduk, KRAP juga berguna untuk menunjang pelaksanaan pembangunan gedung-gedung semisal pemberi komando bagi para pekerja dan banyak dimanfaatkan untuk keperluan olahraga, dan sebagainya.
Hanya beberapa Negara tertentu saja yang mengizinkan penggunaan KRAP. Seperti di Amerika Serikat, Indonesia juga memberlakukan frekuensi 26,965 MHz sampai 27,405 MHz. Frekuensi ini dibagi menjadi 40 aluran (channel). Alur 9 telah diatur untuk menyampaikan berita gawat darurat yang menyangkut keamanan negara, ketertiban umum, keselamatan jiwa dan harta benda. Sekalipun sama-sama menggunakan gelombang radio, KRAP berbeda dengan Radio Amatir. Masing-masing dibatasi dalam penggunaan gelombang radio yang telah dijatahkan dalam penggunaannya.
Dalam rangka pelaksanaan keputusan Menteri Perhubungan Nomor SI,11/HK 501/Phb – 80, akhirnya didirikanlah suatu organisasi yaitu Organisasi Radio Antar Penduduk yang bertugas antara lain membantu pemerintah dalam pengawasan dan pembinaan terhadap para penyelenggara komunikasi Radio Antar Penduduk.
Terbentuknya RAPI
Untuk keperluan pembinaan, pengelolaan dan pengendalian organisasi tersebut kemudian ditetapkan susunan pengurus pusat organisasi tersebut. Oleh karena itu Direktur Jenderal Pos dan telekomunikasi pada tanggal 31 Oktober 1980 dengan suratnya Nomor 6356/OT.002/Ditfrek/80 menunjuk kelompok formatur, yaitu Soedarto, Eddie M Nalapraya, Soetikno Buchari, A. Protomo Bc. T.T, dan Lukman Arifin SH. yang bertugas menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari Organisasi KRAP di tingkat Pusat, menyusun Pengurus Pusat dari Organisasi KRAP. Setelah dilakukan musyawarah dan dengan berbagai pertimbangan, akhirnya terbentuklah susunan keanggotaan kepengurusan Pusat Organisasi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) yang mempunyai masa kerja selama dua tahun. Dengan berdirinya RAPI sebagai satu-satunya organisasi bagi para penyelenggara Komunikasi Radio Antar Penduduk, maka KRAP tidak berlaku lagi. RAPI disahkan melalui Keputusan Dirjen Postel No.125/Dirjen/1980.