Dalam psikologi, prokrastinasi atau penunda-nundaan berarti tindakan mengganti tugas berkepentingan tinggi dengan tugas berkepentingan rendah, sehingga tugas penting pun tertunda. Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin, yaitu “pro” dan “crastinus”.[1] “pro” memiliki pengertian sebagai “maju”, ke depan, serta lebih menyukai; sedangkan “crastinus” memiliki arti “besok”. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan prokrastinasi memiliki pengertian yaitu lebih suka melakukan suatu pekerjaan besok dibandingkan menyelesaikan hari ini.
Definisi prokrastinasi juga diungkapkan oleh beberapa ahli, salah satunya Knaus[2] yang mengatakan bahwa prokrastinasi adalah perilaku menghindari tugas atau pekerjaan, yang berasal dari ketidaksenangan individu terhadap tugas yang ada, serta takut mengalami kegagalan dalam mengerjakan suatu tugas. Definisi lain dari prokrastinasi adalah kecenderungan perilaku seorang individu untuk menunda dalam memulai ataupun menyelesaikan suatu pekerjaan secara menyeluruh dan melakukan kegiatan lain yang tidak berguna.[3] Akibatnya kinerja untuk mengerjakan tugas atau pekerjaan menjadi terhambat atau tidak dapat menyelesaikannya secara tepat waktu. Seorang individu yang melakukan prokrastinasi atau perilaku menunda-nunda disebut dengan "prokrastinator" atau "penunda-nunda".
Psikolog sering menyebut perilaku ini sebagai mekanisme untuk mencakupkecemasan yang berhubungan dengan memulai atau menyelesaikan tugas atau keputusan apapun.[4] Schraw, Pinard, Wadkins, dan Olafson menetapkan tiga kriteria agar suatu perilaku dapat dikelompokkan sebagai prokrastinasi: harus kontraproduktif, kurang perlu, dan menunda-nunda.[5]
Prokrastinasi dapat mengakibatkan stres, rasa bersalah dan krisis, kehilangan produktivitas pribadi, juga penolakan sosial untuk tidak memenuhi tanggung jawab atau tekad. Perasaan ini jika digabung dapat mendorong prokrastinasi berlebihan. Meski dianggap normal bagi manusia sampai batas tertentu, hal ini dapat menjadi masalah jika melewati ambang batas normal. Prokrastinasi kronis bisa jadi tanda-tanda gangguan psikologis terpendam.
Prokrastinasi dapat diatasi dengan berbagai cara, salah satunya dengan menerapkan penggunaan pengelolaan waktu. Pengelolaan waktu adalah suatu kemampuan seorang individu mengenai perencanaan tindakan yang dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.[6] Hasil penelitian[6] menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara manajemen waktu dengan kebiasaan prokrastinasi. Semakin tinggi kemampuan pengelolaan waktu, maka semakin rendah kecenderungan prokrastinasi untuk mengerjakan skripsi.
Etimologi
Prokrastinasi dalam bahasa Indonesia diserap melalui bahasa Inggris, dan dari dua kata dalam bahasa Latin, yaitu pro- yang berarti depan[7] dan juga -crastinus yang berarti hari berikutnya.[8] Imbuhan -crastinus sendiri juga gabungan dari dua kata, yaitu cras yang berarti besok[9] serta -tinus yang merupakan imbuhan dalam bahasa Proto Indo-Eropa yang berfungsi sebagai untuk membentuk kata sifat yang berhubungan dengan waktu.[10]
Prevalensi
Dalam sebuah studi tentang prokrastinasi akademik dari Universitas Vermont, yang diterbitkan pada tahun 1984, sekitar 46% subjek melaporkan bahwa mereka "selalu" atau "hampir selalu" menunda upaya mereka untuk menulis makalah, sementara sekitar 30% melaporkan menunda-nunda belajar untuk ujian dan membaca tugas mingguan (masing-masing sebesar 28% dan 30%). Hampir seperempat subjek melaporkan bahwa penundaan adalah masalah bagi mereka terkait tugas yang sama. Namun, sebanyak 65% menunjukkan bahwa mereka ingin mengurangi penundaan saat menulis makalah, dan sekitar 62% menunjukkan hal yang sama untuk belajar untuk ujian dan 55% untuk membaca tugas mingguan.[11]
Sebuah penelitian pada tahun 1992 menunjukkan bahwa "52% siswa yang disurvei diindikasi memerlukan bantuan terkait prokrastinasi dalam tingkat sedang maupun tingkat tinggi.[12]
Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 70% mahasiswa mengkategorikan diri mereka sebagai orang yang suka menunda-nunda sementara studi tahun 1984 menunjukkan bahwa 50% dari mahasiswa akan menunda-nunda secara konsisten dan menganggapnya sebagai masalah besar dalam hidup mereka.[13]
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada mahasiswa, kemungkinan terjadinya prokrastinasi menjadi lebih besar ketika para mahasiswa dihadapkan dengan tugas-tugas yang dianggap sebagai paksaan atau tidak menyenangkan. Prokrastinasi kemungkinan kecil terjadi jika mahasiswa dihadapkan dengan tugas-tugas yang mana mereka percaya tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.[14]
Bidang yang relevan lainnya adalah prokrastinasi di bidang industri. Sebuah penelitian dari jurnal "State of the Art" yang berjudul "The Impact of Organizational and Personal Factors on Procrastination in Employees of a Modern Russian Industrial Enterprise published in the Psychology in Russia", membantu mengidentifikasi banyak faktor yang memengaruhi karyawan dalam melakukan kebiasaan prokrastinasi. Beberapa di antaranya termasuk intensitas evaluasi kinerja, pentingnya tugas mereka dalam perusahaan, dan persepsi serta pendapat mereka tentang keputusan manajemen yang berada di tingkat atas.[15]
Perspektif psikologi
Prinsip kesenangan mungkin adalah salah satu hal yang menyebabkan terjadinya prokrastinasi. Seseorang mungkin lebih suka menghindari emosi negatif dengan menunda tugas-tugas yang dapat membuat membuat stres. Ketika tenggat waktu untuk target pekerjaan mereka semakin dekat, mereka bisa menjadi lebih stres dan mungkin dengan demikian, memutuskan untuk melakukan penundaan lagi untuk menghindari stres ini.[16] Beberapa psikolog menganggap bahwa perilaku seperti itu merupakan hasil dari mekanisme untuk mengatasi kecemasan yang terkait dengan usaha untuk memulai atau menyelesaikan tugas atau keputusan apa pun.[17] Piers Steel menunjukkan pada tahun 2010 bahwa kecemasan cenderung mendorong orang untuk mulai bekerja lebih awal hingga larut malam, dan bahwa penelitian tentang prokrastinasi harus berfokus pada impulsivitas, karena kecemasan akan menyebabkan orang menunda hanya jika orang itu berada dalam keadaan impulsif.[18]
Perspektif kesehatan
Pada tingkat tertentu, prokrastinasi adalah hal yang normal dan dapat dianggap sebagai cara yang berguna untuk memprioritaskan sebuah tugas di antara tugas-tugas lainnya, karena tugas-tugas yang dianggap bernilai biasanya sangat diprioritaskan dan memiliki potensi kecil untuk ditunda.[19] Namun, proskrastinasi yang berlebihan dapat menjadi masalah dan menghambat fungsi normal. Dalam penelitian, proskrastinasi ternyata dapat menyebabkan masalah kesehatan, stres,[20]kecemasan, rasa bersalah, krisis dan hilangnya produktivitas pribadi. Akumulasi dari perasaan-perasaan tersebut justru dapat mendorong proskrastinasi lebih lanjut dan bahkan menjadi proskrastinasi tingkat akut bagi beberapa individu. Seorang penunda mungkin mengalami kesulitan mencari dukungan, selain karena proskrastinasi itu sendiri, tetapi juga karena stigma sosial dan keyakinan bahwa penghindaran tugas disebabkan oleh malas, kurangnya kemauan atau ambisi yang rendah. Dalam beberapa kasus, proskrastinasi yang bermasalah mungkin merupakan tanda dari beberapa gangguan psikologis yang mendasarinya.[21]
Penelitian fisiologis tentang akar prokrastinasi sering kali berkaitan dengan peran korteks prefrontal,[22] area otak yang bertanggung jawab untuk fungsi otak eksekutif seperti kontrol impuls, perhatian dan perencanaan. Hal ini konsisten dengan gagasan bahwa penundaan sangat terkait dengan fungsi tersebut. Korteks prefrontal juga bertindak sebagai filter, mengurangi rangsangan yang mengganggu dari daerah otak lainnya. Kerusakan atau aktivasi yang rendah di area ini dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk menghindari pengalihan, yang mengakibatkan organisasi yang lebih buruk, kehilangan perhatian, dan peningkatan penundaan. Ini mirip dengan peran lobus prefrontal di ADHD, di mana peran lobus prefrontal tersebut biasanya menjadi tidak dapat diaktivasi.[23]
Dalam sebuah penelitian di AS tahun 2014 yang mensurvei prokrastinasi dan impulsivitas pada pasangan saudara kembar yang identik, kedua sifat itu kemudian dikategorikan sebagai "cukup dapat diwariskan". Kedua sifat tersebut tidak dapat dipisahkan pada tingkat genetik (rgenetik = 1.0), yang berarti tidak ada pengaruh genetik yang unik dari salah satu sifat saja yang ditemukan.[24] Penulis mengusulkan tiga konstruksi yang dikembangkan dari hipotesis evolusi bahwa prokrastinasi muncul sebagai produk dari impulsivitas. Tiga konstruksi tersebut antara lain yaitu bahwa prokrastinasi itu dapat diwariskan, dua ciri memiliki kemungkinan besar untuk mempunyai kesamaaan variasi genetik, serta kemampuan manajemen tujuan adalah komponen penting dari variasi yang sama tersebut.[24]
Aspek dari Prokrastinasi
Terdapat aspek-aspek dari prokrastinasi.[25] Pertama, membuang waktu. Individu yang suka menunda-nunda pekerjaan cenderung membuang-buang waktu dengan melakukan kegiatan yang tidak berguna, sehingga pekerjaan yang utama tidak segera dikerjakan. Kedua, menghindari tugas. Individu yang merupakan seorang prokrastinator cenderung melakukan penghindaran terhadap tugas atau pekerjaan yang menyulitkan atau tidak menyenangkan baginya. ketiga, menyalahkan orang lain. Seorang prokrastinator cenderung menyalahkan orang lain atau faktor di luar dirinya yang menyebabkan perilaku menunda-nunda mengerjakan tugas atau pekerjaannya.
Faktor yang Memengaruhi Prokrastinasi
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi seorang individu melakukan prokrastinasi, seperti konsep diri, keyakinan diri, tanggung jawab, kecemasan atau kekhawatiran terhadap feedback yang akan diberikan, kesulitan untuk melakukan pengambilan keputusan, kurangnya tuntutan dari tugas, serta standar yang terlalu tinggi tentang kemampuan individu.[2] Selain itu, tingkat motivasi individu juga berpengaruh terhadap adanya perilaku prokrastinasi. Semakin tinggi motivasi, maka semakin rendah kecenderungan untuk melakukan perilaku prokrastinasi. Begitu pula sebaliknya. Semakin rendah motivasi yang dimiliki individu, maka semakin tinggi kecenderungan untuk melakukan perilaku prokrastinasi.[2]
Hasil penelitian[1] menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang memengaruhi prokrastinasi mahasiswa, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasa dari psikis, seperti ketidakpahaman mahasiswa mengenai instruksi oleh dosen mengenai tugas-tugas kuliah. Selain itu, mahasiswa tidak menguasai materi kuliah yang diberikan oleh dosen, apalagi jika tidak diberikan feedback mengenai hasil pekerjaan mahasiswa. Sehingga mahasiswa tidak dapat mengerti apakah pekerjaan yang dilakukan benar atau tidak. Yang terakhir adalah rasa malas yang muncul dari dalam individu untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah.
Kemudian pada faktor eksternal berasal dari luar individu, seperti tugas yang sulit dan tidak sesuai dengan kapasitas individu tersebut untuk mengerjakan. Tidak adanya fasilitas untuk mengerjakan tugas juga menjadi faktor eksternal. Selain itu, waktu pengumpulan tugas yang masih lama, sehingga mahasiswa melakukan prokrastinasi karena jangka pengumpulan yang masih lama membuat mereka bersantai-santai.