Prasasti Wadu Tunti

Prasasti Wadu Tunti adalah sebuah prasasti batu yang ditemukan di desa Padede, kecamatan Donggo, kabupaten Bima, di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.[1][2][3] Prasasti ini pertama kali dicatat oleh peneliti Belanda G.P. Rouffaer, yang mengunjunginya bulan Agustus 1910.[1][3] Prasasti ini dianggap bernuansa Hindu, dan diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-14.[1] Prasasti ini ditulis dalam aksara Jawa Kuno dan bahasa Jawa Kuno yang bercampur bahasa lokal.[2] Kata wadu tunti dalam bahasa Bima (Mbojo) berarti 'batu tulis'.[3]

Pada permukaan batu prasasti terdapat cukilan yang agak kasar menggambarkan empat orang tokoh, disamping tulisan sebanyak sembilan baris.[1] Rouffaer memperkirakan bahwa tokoh utama adalah Dewa Siwa, serta pembuatan prasasti ini antara tahun 1350 s.d. 1400.[1] Pada saat itu, tulisan prasasti belum terbaca, namun filolog Belanda J.G. de Casparis cenderung menyetujui pendapat Rouffaer.[1] Saat ini Balai Arkeologi Denpasar telah melakukan pembacaan terhadap prasasti ini.[4]

Dalam Pararaton dan Nagarakretagama disebutkan bahwa seorang panglima Majapahit bernama Pu Nala menaklukkan Kerajaan Dompu pada tahun 1357.[1] Selain itu Hikayat Raja Pasai juga menyebutkan adanya serangan tersebut.[1] Rouffaer berpendapat bahwa pernah terjadi perpindahan orang Jawa ke pulau Sumbawa, yang diperkirakan pertama kali menetap di Dompu dan Teluk Cempi di pantai selatan.[1] Pendapat tersebut berdasarkan adanya beberapa temuan peninggalan yang bersifat Siwais dengan corak Jawa.[1]

Alihaksara

Berikut alihaksara prasasti ini menurut pembacaan tim Balai Arkeologi Denpasar:[4]

//ni wuhani.
nira sang lumiwat
ta wani winidhi sahilangnya.......a
tani bhalang geni diuputan lani balutani
ngilang panini mahilangnya nira sang ngaji sapalu yiki
ba hanipuh apari sadatenga ni sapalu //
panglunga pidu rikasa//
.........sira sang ngangatura
.........ruwang nira sang ngaji
.........sapalu//.

Alihbahasa

Berikut alihbahasa prasasti ini menurut pembacaan tim Balai Arkeologi Denpasar:[4]

Ketahuilah
Beliau (mereka) yang melewati tempat ini (liwat)
berani ditentukan (dipilih) akan hilang...
.....melemparkan api, gugur (duputan) langit
hilang ditiadakan (panini) hilanglah (moksa?) beliau Sang ngaji raja sapalu ini
.....menghancurkan (hanipuh) ketika beliau datang di negara Sapalu
pergi lenyap (panglunga) ke angkasa
.....beliau yang akan mengatur (menyampaikan)
.....teman (pengikut) beliau Sang ngaji
.....sapalu

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j Chambert-Loir, Henri (2004). Kerajaan Bima dalam sastra dan sejarah. Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 67–68. ISBN 978-979-9100-11-5. 
  2. ^ a b Utomo, Bambang Budi (2007). Kalimantan Barat dan Sumbawa dalam Perspektif Arkeologi dan Sejarah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Badan Pengembangan Sumberdaya Kebudayaan dan Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. hlm. 84. ISBN 978-979-8041-41-9. 
  3. ^ a b c Tajib, H. Abdullah (1995). Sejarah Bima Dana Mbojo. Harapan Masa PGRI Jakarta. hlm. 19–20. 
  4. ^ a b c Malingi, Alan (11 Oktober 2014). "Pesan Bijak Dari Padende - sejarahbima.com | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata". www.sejarahbima.com. Diakses tanggal 3 April 2020.