Pondok Pesantren Al Ma'ruf BandungsariSejarah
Sejarah awal keberadaan Ponpes di Bandungsari, Ngaringan, Grobogan di mulai ketika Kiai BASYARIDDIN bin Kiai RADEN JUMALI asal Tuyuhan mendirikan Pondok pesantren di kulon kali (barat sungai) Ngaringan, Grobogan Pondok Pesantren ini kemudian diteruskan oleh anak menantu yaitu Kiai HASAN PURO bin Kiai IMAM TABRI dari Dusun Jatisari, Tambak Selo, Wirosari, Grobogan Menantu Kiai BASYARIDDIN yang lain yaitu Kiai IBRAHIM mendirikan Pondok pesantren di masjid selatan. dan dilanjutkan oleh Kiai MUKTI kemudian diteruskan Kiai SAIROZI. Menantu Kiai BASYARIDDIN yang lain yaitu kiai ARIF mendirikan pondok pesantren di madrasah utara. Kiai ARIF merupakan ayah dari Kiai DAHLAN sepeninggal Kiai DAHLAN lanjutkan oleh Kiai MUHADI. Sepulang dari pondok pesantren Langitan Jawa Timur putra-putra Kiai HASAN PURO yaitu Kiai ASMU’IN dan HAMZAH beserta sahabatnya MA’RUF mengamalkan ilmunya di Bandungsari. MA’RUF dinikahkan dengan keponakan Kiai ASMU’IN yaitu putri mbah PAWIRO menantu Kiai HASAN PURO. HAMZAH menjadi Kepala Desa Bandungsari sekaligus Kepala Desa Bandungsari yang pertama, namanya kemudian diganti HADI REJO Kiai ASMU’IN bin HASAN PURO mendirikan Pondok pesantren di dekat Ponpes Kiai DAHLAN dan Kiai MUHADI. Tahun 1905 KH. MA’RUF mendirikan pondok di komplek kauman sebelah barat. Pada tahun 1908, Kiai MASYHURI lahir, beliau merupakan putra KH.Ma'ruf lahir dari istri pertama (Nyai Samanah). Dan kelak saat dewasa, Ponpes Al Ma'ruf di kelola oleh Kiai MASYHURI. [1] Tahun 1917 kiai SIDIK menantu mbah PAWIRO mendirikan Pondok pesantren di kauman timur. Beliau adalah putra Kiai UMAR ABDULLOH dari Jati Sari. Sepulang berguru di Pondok pesantrennya KH. HASYIM ASY’ARI dari Tebuireng, Kiai MASYHURI putra KH. MA’RUF membantu ayahandanya membimbing para santri. Pada tahun 30-an terjadi krisis di Pondok pesantren utara. Kiai MUHADI hijrah ke Demak, Kiai Muhamad Dahlan Al Mutamakkin pindah dan mendirikan Ponpes Darut Tauhid di Truwolu dan Kiai Setelah Kiai ASMU'IN wafat istrinya dijadikan istri kedua Kiai MA’RUF. Santri dari pondok Kiai ASMU'IN bin HASAN PURO ini kemudian di gabungkan menjadi satu di pondok Kauman sebelah barat. Tahun 1944 M. ketika Kiai SIDIK wafat. Pondok timur dipersatukan dengan pondok barat oleh Kiai MASYHURI diberi nama Pesantren Al-Ma'ruf Bandungsari Grobogan.. Seiring dengan makin banyaknya santri maka sistem mengajarnya pun diubah dengan cara formal yaitu dengan mendirikan madrasah yang diberi nama RIYADLOTUS SUBBAN Tahun 1963, Kiai MASYHURI.wafat. Kepemimpinan Pondok pesantren dipegang oleh KH. ABDUL KARIM dan Kiai MUSLIH. Tahun 1981. Kiai MUSLIH wafat. Posisi beliau digantikan Kiai BASYARIDDIN putra Kiai SIDIK. Tahun 1988 KH. ABDUL KARIM Wafat. Posisi beliau digantikan KH. ABDUL WAHID ZUHDI dan KH. AHMAD KHOLIL KARIM, dibawah kepemimpinan KH. ABDUL KARIM dan Kiai MUSLIH di Bandungsari hanya satu pondok pesantren yaitu PP. Al Ma’ruf. Tapi sepeninggal Kiai MUSLIH mulailah bermunculan pesantren-pesantren baru Sistem PendidikanPondok Pesantren Al-Ma'ruf merupakan Pesantren Salaf atau Pondok Pesantren Salafiyah yang merupakan sebutan bagi pondok pesantren yang mengkaji “kitab-kitab kuning” (kitab kuno). Pesantren salaf identik dengan pesantren tradisional (klasik) yang berbeda dengan pesantren modern dalam hal metode pengajaran dan infrastrukturnya. Di pesantren salaf, hubungan antara Kyai dengan santri cukup dekat secara emosional. Kyai terjun langsung dalam menangani para santrinya. Melalui sistem pengajaran yang mensinergikan pendidikan pondok pesantren salaf, Al-Ma'ruf berupaya menjadikan santri mampu memahami serta menguasai nash al qur'an dan hadits dengan mengimplementasikan pada hukum Fiqih sebagaimana dalam kutubut turats, sehingga terwujud generasi ulama yang berkompeten dan berwawasan luas. [1] Batsul MasailPada tahun 2020, NU Grobogan Gelar Bahtsul Masail ke-23 di Pesantren Al-Ma'ruf Bandungsari Grobogan. Kegiatan Bahtsul Masail putaran ke-23 ini membahas tentang kewajiban masyarakat mematuhi protokol covid-19 dan kewajiban melaksanakan pemulasaraan jenazah covid-19 sesuai syariat agama Islam dengan tetap mematuhi protokol. [2] Referensi
|