Pertempuran Ramla kedua (atau Ramleh) mengambil tempat pada 17 Mei 1102 antara salibis dari Kerajaan Yerusalem dan Kekhalifahan Fathimiyah dari Mesir.[3]
Latar belakang
Kota Ramla terletak di jalan dari Jerusalem menuju ke Ascalon, sebuah benteng pertahanan terbesar Fatimid di Palestina. Dari Ascalon, Wazir Fatimid vizier, Al-Afdal Shahanshah, setiap tahunnya melancarkan serangan terhadap Kerajaan Salibis yang baru berdiri dari tahun 1099 hingga 1107. Sudah tiga kali kedua pasukan bertemu satu sama lain di Ramla.
Tentara mesir pada saat itu bergantung pada kelompok pemanah asal Sudan yang didukung oleh kavaleri Arab dan Berber. Karena para pemanah berjalan kaki dan pasukan berkuda menyerang dengan tombak dan pedang, tentara Mesir memberikan sasaran tidak bergerak yang sangat unggul dalam serangan kavaleri berat Franka. Sedangkan Tentara Salib mengembangkan rasa hormat yang sehat terhadap taktik pelecehan dan pengepungan yang dilakukan pasukan berkuda Turki, mereka berniat mengurangi keefektifan dari tentara Mesir. Kepercayaan diri yang berlebih mengantar pasukan salib pada kehancuran pada Pertempuran kedua Ramla, akibat yang lebih sering terjadi adalah kekalahan Fathimiyah. "Frank tidak pernah, tidak hingga kepemimpinan Salahuddin Ayyubi, takut terhadap pasukan Mesir feared the Egyptian seperti yang mereka lakukan pada tentara Muslim Suriah dan Mesopotamia."
Pertempuran
Kemenangan pasukan salib yang mengejutkan pada Pertempuran Ramla pertama pada tahun sebelumnya, al-Afdal kemudian bersiap untuk menyerang kembali pasukan salib dan melepas sekitar 20,000 tentara dibawah pimpinan anaknya Sharaf al-Ma'ali. Baudouin I sedang berada di Jaffa untuk melihat para korban selamat yang kalah pada Perang Salib 1101, ketika berita ini didengarnya mengenai pasukan penyerbu Fathimiyah. William IX telah pergi, namun banyak lainnya seperti Étienne Henri II dan Stephen I terpaksa kembali karena angin kencang dan kemudian bergabung dengan pasukan Baudouin untuk membantunya dalam pertempuran. Karena kesalahan dalam pengintaian, Baudouin meremehkan ukuran pasukan Mesir, dia percaya jumlahnya tidak lebih dari sebuah pasukan ekspedisi kecil, dan dia berjalan menuju pasukan berjumlah ribuan dengan hanya dua ratus ksatria berkuda dan tanpa infanteri.[5]
Menyadari kesalahannya dan terlanjur terputus dari jalur pelariannya, Baldwin dan pasukannya menyerang pasukan Mesir dan dengan cepat dibantai, meskipun Baudouin dan beberapa orang mampu membarikade mereka sendiri didalam satu-satunya menara di Ramla. Baudouin tidak memiliki pilihan lain selain melarikan diri dari menara dalam kegelapan malam dengan hanya didampingi oleh penulis dan seorang ksatria, Hugh of Brulis, yang tidak pernah disebutkan di banyak sumber setelahnya. Baudouin menghabiskan waktu dua hari kemudian menghindari tim pencari Fathimiyah sampai dia tiba dalam kehausan, kelaparan dan kering di wilayah yang aman di Arsuf pada 19 Mei.[5]
Kondisi ksatria yang tersisa di Ramla memburuk ketika pasukan Fathimiyah menyerbu kota pada pagi hari setelah kaburnya Baudouin, dengan hanya bangunan menara yang dalam penguasaan pasukan salib. Pasukan Fathimiyah melancarkan serangan terhadap menara, merusak dinding dan mengatur kebakaranan agar memaksa pasukan yang bertahan keluar. Setelah seharian putus asa mempertahankan menara, sekelompok ksatria yang tersisa yang ditelantarkan oleh raja mereka, memutuskan meluncurkan serangan bunuh diri terakhir terhadap para penyerbu. Hampir semua ksatria tersebut dengan cepat dibunuh termasuk Étienne Henri II, yang akhirnya mengembalikan martabatnya yang hilang ketika dia kabur dari Pengepungan Antioch empat tahun sebelumnya. Namun, Conrad dari Jerman, konstabel Henry IV yang sebelumnya memimpin sebuah pasukan pada Perang Salib 1101, bertempur dengan gagah berani bahkan setelah semua orang di sekitarnya tewas, dia masih terus berjuang, menahan pasukan Fatimiyah sampai pada titik di mana musuhnya terpesona dan menawarkan untuk mengampuni nyawanya jika dia menyerah.[5]
Pengepungan Jaffa dan akibatnya
Setelah memulihkan diri di Arsuf, Baoudouin I memimpin sekelompok bajak laut Inggris untuk menembus blokade Mesir terhadap Jaffa sementara sekelompok ksatria berjumlah delapan puluh orang dengan pimpinan Hugh dari Fauquembergues mencoba untuk menembus melalui jalur darat. Sharaf al-Ma'ali berjaya dan mengepung kota dan dengan raja mereka menghilang dan tentaranya dikira hancur, kapitulasi hampir tidak terhindarkan. Untuk membujuk agar kota menyerah, pasukan Fathimiyah membuat mayat Gerbod of Scheldewindeke, seorang ksatria yang gugur dalam pertempuran sebelumnya,[6] dibuat mirip Raja Baudouin I sebelum memutilasi mayatnya dan menggotongnya di depan dinding pertahanan Jaffa. Gerbod rupanya memiliki kemiripan dengan Baudouin I dan para salibis tertipu, dan persiapan untuk melarikan diri dari kota sedang berlangsung ketika Baudouin I tiba tepat pada waktunya. Kedatangan Baudouin membuat kecewa dan mundur Sharaf, memberi waktu kepada Baudouin untuk mengatur serangan balik. Kekuatan pasukannya meningkat dengan kedatangan armada pasukan salib dari Perancis dan Jerman, dia dapat membuat pasukan yang terdiri dari delapan ribu orang[7] dan mengejutkan pasukan Mesir yang tidak memiliki persiapan. Ketidakpuasan meningkat atas kepemimpinan Sharaf yang meragukan dan pasukan Fathimiyah dengan cepat mundur ke Ascalon. Meskipun Baudouin berhasil mempertahankan kerajaannya, kesalahan perhitungannya mengakibatkan banyak kstarianya yang tewas yang tidak dapat diterima Kerajaan Yerusalem. Serangan Fathimiyah terus berlanjut, dengan kedua pasukan kembali bertemu pada Pertempuran Ramla tahun 1105 untuk ketiga kalinya.[5]
Kutipan
- ^ Pringle, Denys (1993). The Churches of the Crusader Kingdom of Jerusalem: A Corpus. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 183. ISBN 0-521-39037-0.
- ^ a b c d Asbridge, Thomas (19 January 2012). The Crusades: The War for the Holy Land. Simon & Schuster. ISBN 978-1-84983-688-3.
- ^ http://www.medievalgenealogy.org.uk/families/gundred/gundocs.shtml#1102 Plurimis deinde diebus evolutis et conventu Christianorum de die in diem comminuto, aliis redeuntibus navigio, aliis per diversas regiones in reditu suo dispersis [a list of names, including] Gerbodo de castello Winthinc[1] ...
Rodulfus de Alos, Gerbodo de Winthinc[2] [a list of names] et ceteri omnes mediis hostibus interierunt.
1. Other manuscripts read Wintinc or Wintine.
2. Other manuscripts read Wintinch, Wihtinc or Wintinc.
Albert of Aachen, Historia Hierosolymitana, printed in Recueil des Historiens des Croisades, Occidentaux, vol. 4, pp. 591, 593 (Paris, 1879).
- ^ Dupuy, p. 316
Bibliografi
- Brett, Michael (2019). "The battles of Ramla, 1099–1105". The Fatimids and Egypt. London and New York: Taylor & Francis. hlm. 207–228. ISBN 978-1-138-35482-1.
- Dupuy, R. E.; Dupuy, T. N., ed. (1977). The Encyclopedia of Military History. New York: Harper & Row. ISBN 0-06-011139-9.
- Smail, R. C. (1995) [1956]. Crusading Warfare, 1097–1193. New York: Barnes & Noble Books. ISBN 1-56619-769-4.
- Stevenson, W (1907). The Crusaders in the East: a brief history of the wars of Islam with the Latins in Syria during the twelfth and thirteenth centuries. Cambridge University Press.
- Verbruggen, J.F. (1997) [1954]. De Krijgskunst in West-Europa in de Middeleeuwen, IXe tot begin XIVe eeuw [The Art of Warfare in Western Europe During the Middle Ages: From the Eighth Century to 1340]. Diterjemahkan oleh Willard, S. (edisi ke-2nd). Suffolk: Boydell Press. ISBN 0-85115-630-4.
31°55.5′N 34°52.4′E / 31.9250°N 34.8733°E / 31.9250; 34.8733