Pertempuran Lacus Curtius dalam mitologi Romawi adalah pertempuran terakhir yang terjadi dalam peperangan antara Kerajaan Romawi dan bangsa Sabina, menyusul peristiwa penculikan massal wanita Sabina oleh bangsa Roma untuk dijadikan istri. Pertempuran itu terjadi pada masa pemerintahan Romulus, berlokasi dekat Lacus Curtius (danau Curtius), yang pada masa depan merupakan tempat Forum Romawi. Pertempuran berakhir setelah para wanita Sabine yang diculik datang menengahi, dan kedua belah pihak akhirnya memutuskan untuk berdamai.
Kota Roma awalnya didirikan di Bukit Palatium. Pemukiman tersebut kemudian terus berkembang sehinggan kekuatan serta besarnya penduduknya menyaingi pemukiman-pemukiman tetangga mereka. Kota tersebut membutuhkan lebih banyak wanita dalam usia menikah, dan khawatir bahwa pertumbuhan mereka tidak dapat berlanjut apabila jumlah penduduk wanitanya tidak bertambah. Romulus kemudian mengajukan permintaan bantuan kepada kota-kota lainnya di wilayah sekitarnya:[2]
"Berdasarkan saran dari senat, Romulus mengirimkan utusan-utusan kepada bangsa-bangsa disekitarnya untuk menjalin kerjasama dan hak untuk dapat saling menikah bagi masyarakatnya yang baru. [...] Tidak tempat yang menyambut utusan-utusan tersebut dengan penerimaan yang baik. Sementara usulan-usulan mereka dianggap [sepele], pada saat yang sama pada umumnya ada rasa khawatir akan kekuatan berkembang sangat pesat di tengah-tengah mereka."
— Livius, Buku I, Bab 9, (diterjemahkan oleh Pdt. Canon Roberts)[2]
Saat bangsa Roma merasa sangat marah atas tanggapan tersebut, Romulus mengumumkan sebuah festival akan diadakan di kota itu, dan mengundang para penduduk Caenina, Antemnae, Crustumerium, and Sabinia untuk datang pula.[2] Ketika kemeriahan pesta sedang berlangsung, orang-orang suruhan Romulus pergi menculik gadis-gadis bangsa Sabina dan para pengunjung lainnya.[2] Afterwards, hostilities broke out between them.[3][4] Roma berhasil mengalahkan tiga musuh mereka, yang mana pada saat itu bangsa Sabina mengumumkan perang.[5][6]
Kedua belah pihak mempersiapkan diri selama setahun. Dalam masa itu, Roma memperbaiki pertahanannya dan memperkuat diri dengan pasukan Alba yang dikirim oleh Raja Numitor serta pasukan-pasukan bayaran yang dipimpin oleh teman Romulus yang ternama, komandan Lucumo. Setelah melakukan upaya terakhir untuk menyelesaikan masalah tersebut secara damai gagal, tentara Sabina kemudian berbaris menuju medan tempur.[1]
Pertempuran
Perawan Vesta Tarpeia, putri komandan benteng di Roma Spurius Tarpeius, mengkhianati Roma kepada bangsa Sabina, dengan menawarkan mereka jalan masuk ke dalam kota.[7][8][9] Mengutip Fabius dan Cincius, Dionysius dari Halicarnassus menulis bahwa Tatius telah menipu putri komandan benteng tembok kota tersebut untuk membuka gerbang bagi anak buahnya, dengan menawarkan padanya apa yang menurutnya adalah gelang-gelang emas yang mereka kenakan di tangan kiri mereka; namun mereka malah meremukkan gadis itu sampai mati setelah mereka memayungkan perisai mereka di atas kepalanya sebagai balasan atas bantuannya. Lucius Piso mengklaim bahwa gadis itu tidak termotivasi oleh keserakahan, namun oleh sebuah rencana untuk mengelabui bangsa Sabina; dan bahwa bahwa ia terbunuh hanya setelah mereka mencurigai rencana pengkhianatnya. Livius menulis bahwa gadis itu hanyalah disogok, tapi juga mengutip catatan adanya tipu daya sebagaimana yang disampaikan Dionysius.[10]
Tentara-tentara Sabina dan Roma bertemu di bukit-bukit Palatium dan Capitolino; bangsa Sabina di bawah perintah Mettius Curtius dan bangsa Roma di bawah perintah Hostus Hostilius. Sungai baru saja banjir, dan meninggalkan lumpur tebal di daerah tersebut.[11]
Setelah beberapa serbuan dan pertarungan kecil, kedua tentara tersebut bertempur dalam dua pertempuran besar yang mempertunjukkan keberanian dan kerugian bagi kedua belah pihak.
Pada pertempuran yang kedua dan terakhir di antara mereka, kedua tentara bertemu di antara dua bukit yang mereka tempati. Romulus dan Lucumo berhasil menyerang dari dua sisi, namun terpaksa melepaskan diri ketika bagian tengah garis pertahanan Roma pecah dalam upaya menghentikan serangan Sabina di bawah jendral merika Mettius Curtius.[9] Setelah dipukul mundur, pasukan Sabina mundur secara teratur; Mettius dan Romulus saling berhadapan secara langsung sampai akhirnya Mettius jatuh dan terluka. Danau yang berawa menyulitkan pelariannya, tapi ia terjun ke dalamnya dan berhasil menghalangi pengejaran musuhnya.[11] Begitu Romulus berpaling untuk menghadapi pasukan Sabina lain yang tersisa, jenderal Sabina tersebut keluar dari rawa lumpur dan dengan aman dapat kembali ke perkemahan pasukannya.
Saat kepala Romulus terkena lemparan sebuah batu, arah pertempuran berbalik kembali karena pasukan kehilangan semangat tanpa komandan mereka. Tentara kemudian benar-benar mundur setelah sebuah lemparan lembing merobohkan Lucumo. Romulus berhasil pulih, dan dengan dukungan pasukan cadangan baru dari dalam kota, Roma kembali unggul dan barisan mereka bergerak kembali melawan Sabina. Ketika matahari terbenam, pasukan Sabina melakukan gerak mundur yang sulit ke dalam benteng dan pasukan Roma menghentikan pengejaran mereka.
Menurut catatan Livius, orang-orang Roma lalu berkumpul di kaki bukit di bawah benteng, namun orang-orang Sabina menolak untuk keluar dan memerangi mereka. Akhirnya, meskipun mereka tidak berada di tanah yang lebih tinggi, tentara Roma yang frustrasi melakukan serangan. Walaupun awalnya terinspirasi oleh kegagahan jenderal mereka Hostus Hostilius di garis depan, pertahanan Roma pecah ketika ia berhasil dijatuhkan; Romulus lalu berjanji pada dewa Jupiter bahwa jika ia dapat menahan serangan Sabina dan keberanian Roma dapat dikembalikan, maka ia akan membangun yang kuil untuk "Jupiter Stator" yang baru di situs itu. Disertai dengan teriakan, Romulus memimpin pasukannya menyerbu Sabina dan dapat mengarahkan mereka. Jendral Sabina Mettius terlempar ke rawa setelah kudanya berontak dan melarikan diri.[12]
Setelah pasukan Sabina dapat mengelompok kembali, pertempuran berlanjut di daerah antara dua bukit, namun tentara Roma saat itu telah menggungguli lawannya tersebut. Tiba-tiba, anak-anak gadis Sabina yang diculik menerobos masuk ke medan perang dan menempatkan diri mereka di antara kedua tentara itu. Mereka memohon pada kedua belah pihak untuk menghentikan pertumpahan darah, dan dapat menerima satu sama lain sebagai keluarga, seperti yang telah mereka lakukan. Karena malu, para pemimpin kedua bangsa tersebut lalu mengakhiri pertempuran itu.[13]
Dalam catatannya mengenai Pertempuran Lacus Curtius, Plutarkhos memberikan beberapa rincian tambahan, namun pada dasarnya sama saja dengan versi Livius dan Dionysius. Ia mencatat bahwa ketika para wanita melakukan intervensi, mereka tidak hanya mengakhiri pertempuran, tapi juga membawa makanan dan air, serta merawat orang-orang yang terluka. Mereka juga mengambil kesempatan tersebut untuk saling mengenalkan antara para suami dan ayah mereka. Sejak saat itu, disebutkan bahwa para wanita Sabina tidak dibebani tugas lain kecuali memintal wol untuk pakaian suami mereka.[11]
Kesudahan
Setelah pertempuran usai, kedua belah pihak memutuskan untuk menandatangani perjanjian damai yang menyatukan kedua kerajaan, dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Roma. Warga Roma selanjutnya dikenal dengan nama Quirites, yang diambil dari nama Cures. Lacus Curtius (danau Curtius) selanjutnya dinamai menurut nama pemimpin Sabina, yaitu Mettius Curtius.[14]