Pertempuran Kandela
Pertempuran Kandela adalah sebuah pertempuran dalam rangkaian kampanye Hindia Belanda di Poso, Sulawesi Tengah. Pada tanggal 16 Februari 1906, pasukan Hindia Belanda, yang dipimpin oleh Letnan Hissink, menyerbu Benteng Kandela di Kandela, sebelah tenggara Danau Poso.[1] Latar belakangTampayau, yang berhasil meloloskan diri dari pertempuran sebelumnya, bertahan di sini. Balongka yang merupakan kakak kandung dari Tampayau, merupakan Kabose yang memimpin Benteng Kandela. Tonggelo (Kabose Buyumpondoli), ikut berpartisipasi dan membawa pasukannya menuju Kandela. Mereka bertiga bertahan sekaligus memimpin pasukan di Benteng Kandela. Pada tanggal 1 Februari 1906, Letnan Mark Peters meninggalkan Detasemen Kuku menuju Tandokayuku, beserta 78 orang pasukan bayonet. Di Tandokayuku, Letnan Mark Peters menemui para kabose yang telah dipanggilnya dari Bancea, Gontara, Korontombe dan Batu Sinampu, yang semuanya berasal dari sebelah timur dan selatan Danau Poso. Karadja Lamusa yang berdomisili di sebelah selatan danau juga dipanggil, namun panggilan tersebut diindahkan olehnya. Seminggu kemudian, pada tanggal 7 Februari 1906, rencana penyerangan Benteng Kandela dimatangkan oleh Jenderal Kooten di ibu kota Poso, dan telah disetujui bahwa Kandela akan diserang pada tanggal 16 Februari. Sehari sebelum penyerbuan, sebanyak 57 orang pasukan bayonet Letnan Mark Peters beranjak ke sisi selatan Danau Poso untuk menyerang Benteng Lamusa di Tando Ngkasa dan Pentilo.[1] PertempuranLetnan Hissink mengawali pertempuran. Lima orang pasukan Pamona yang bertahan di Benteng Kandela tewas, sedangkan di pihak Hindia Belanda terdapat empat orang yang terluka. Dalam situasi ini, ketiga pemimpin pasukan kembali berhasil meloloskan diri. Tampayau dan Balongka menyembunyikan diri di sebuah gua di Palande. Dengan iming-iming perdamaian, Hindia Belanda menggunakan jasa Kabose lainnya untuk dapat menangkap mereka. Tampayau mau melakukan negosiasi karena dijanjikan oleh Hindia Belanda untuk diangkat menjadi Raja Poso. Negosiasi berhasil, dan mereka sepakat untuk bertemu di Landeandopo (dekat Korobono saat ini). Pada hari perjanjian, Tampayau dan Balongka tiba dan menunggu perwakilan Hindia Belanda di Landeandopo. Dalam situasi tersebut, Tonggole tiba dan memberitahu bahwa pertemuan ini hanyalah jebakan. Informasi ini terlambat, karena pasukan Hindia Belanda telah mengepung posisi mereka. Balongka melakukan perlawanan dan gugur, sedangkan Tampayau ditawan dan dibawa ke Tandokayuku, tempat Letnan Mark Peters telah menunggu. Tampayau tidak pernah tiba di Tandokayuku, karena ketika pasukan yang membawanya memasuki Tando Bone, ia mengamuk dan membunuh beberapa pasukan Hindia Belanda yang mengawalnya, sebelum dapat dilumpuhkan oleh pasukan lainnya dan gugur di Tando Bone.[1] DampakPenaklukan Benteng Kandela merupakan berita besar dan dimuat di berbagai media dan surat kabar Hindia Belanda saat itu. Jatuhnya Kandela merupakan titik balik bagi Hindia Belanda, meningkatkan moral mereka untuk mengakhiri perlawanan di seputaran Danau Poso.[1] Referensi
|