Resolusi 47 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada April 1948 menghasilkan pembentukan Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk India dan Pakistan — UNCIP) untuk menengahi antara India dan Pakistan untuk menghasilkan penghentian peperangan di Kashmir serta untuk membuat pengaturan bagi suatu plebisit populer. Setelah negosiasi dengan kedua belah pihak, Komisi tersebut mengeluarkan resolusi sebanyak tiga bagian pada bulan Agustus 1948 dan kemudian menambahkan 'suplemen'. Tiga bagian tersebut berurusan dengan gencatan senjata, syarat-syarat untuk gencatan senjata, dan prosedur untuk negosiasi mengenai plebisit tersebut. Kedua negara menerima resolusi tersebut dan gencatan senjata dicapai pada 31 Desember 1948.
Perjanjian
Perjanjian Karachi, secara resmi bernama Perjanjian Antara Perwakilan Militer India dan Pakistan Mengenai Pembentukan Garis Gencatan Senjata di Negara Bagian Jammu dan Kashmir, ditandatangani pada 27 Juli 1949, diawasi oleh Subkomite Gencatan Senjata dari UNCIP.[1]
S. K. Sinha menyatakan bahwa Perdana Menteri Jawaharlal Nehru memberikan penjelasan kepada delegasi India sebelum pertemuan Karachi, dimana dia memberitahu mereka bahwa Resolusi PBB mengakui legalitas aksesi Kashmir ke India dan, sehingga, setiap "tanah tak bertuan" akan menjadi milik India. Delegasi Pakistan perlu memberikan bukti kepada Komisi PBB mengenai posisi faktual dari kendali mereka untuk semua wilayah yang mereka klaim. Sinha menyatakan bahwa, berdasarkan prinsip ini, perjanjian tersebut membatasi beberapa ratus mil persegi wilayah di sisi India meskipun tidak ada pasukan India di wilayah itu.[3]
Garis gencatan senjata sepanjang 830 kilometer yang dibentuk dalam perjanjian dimulai dari titik paling selatan di sebelah barat Sungai Chenab di Jammu. Garis ini membusur kasar ke utara dan kemudian ke timur laut ke koordinat peta NJ9842, sekitar 19 km utara sungai Shyok.[4]
Dari titik peta NJ9842 dikatakan berjalan ke utara ke batas internasional dengan Tiongkok, pada jarak sekitar 60–65 km. Karena tidak ada pasukan di daerah gletser yang tidak terjangkau itu, tidak ada upaya untuk memperpanjang garis gencatan senjata antara NJ9842 dan perbatasan Tiongkok. Daerah ini, Gletser Siachen, akhirnya menjadi rebutan antara India dan Pakistan.[5]
Anomali lain muncul di ujung selatan garis gencatan senjata di Jammu. Dari ujung garis gencatan senjata ke batas internasional antara Punjab India dan Pakistan, terdapat celah lebih dari 200 km, yang ditutupi oleh "batas provinsi" yang diakui antara Punjab Pakistan dan wilayah kerajaan Jammu an Kashmir. India umumnya menyebut batas ini sebagai "perbatasan internasional", sedangkan Pakistan menyebutnya sebagai "perbatasan" atau "perbatasan kerja".[5]
Anggota lain dari delegasi India adalah May. Jend. K. S. Thimayya, Brig. Sam Manekshaw, May. S. K. Sinha (yang bertindak sebagai aide-de-camp bagi Jend. Srinagesh), dan sekretaris Kementerian Pertahanan dan Kementerian Urusan Kashmir. Delegasi Pakistan termasuk May. Jend. Nazir Ahmed dan Brigjen. Sher Khan serta pegawai sipil M. Ayub dan A. A. Khan. Perwakilan militer dari kedua belah pihak bernegosiasi selama seminggu mulai 18 Juli untuk mendemarkasi posisi yang berada di bawah kendali mereka.[6][7]
Peta perjanjian
Dokumen PBB nomor S/1430/Add.2[8] (yang merupakan addendum pada Perjanjian Karachi tahun 1949) menunjukkan Garis Gencatan Senjata (Cease Fire Line; CFL) yang ditandai pada Peta Negara Bagian Jammu dan Kashmir. Judul addendum ini berbunyi:
Peta Negara Bagian Jammu dan Kashmir menunjukkan Garis Gencatan Senjata yang Disepakati dalam Perjanjian Karachi, Disahkan oleh Pemerintah India dan Pakistan pada tanggal 29 dan 30 Juli Masing-masing. (Lihat Lampiran 26 untuk Laporan Interim ketiga Komisi PBB untuk India dan Pakistan)[9][10]
Peta PBB yang mengilustrasikan Gencatan Senjata sesuai dengan Perjanjian Karachi
Perjanjian Karachi antara India dan Pakistan membentuk gencatan senjata yang diawasi oleh pengamat militer. Para pengamat ini, di bawah komando Penasihat Militer, membentuk inti Kelompok Pengamat Militer Perserikatan Bangsa-Bangsa di India dan Pakistan (United Nations Military Observer Group for India and Pakistan; UNMOGIP). Pada 30 Maret 1951, setelah penghentian Komisi PBB untuk India dan Pakistan (UNCIP), Dewan Keamanan, dengan Resolusi 91 (1951) memutuskan bahwa UNMOGIP harus terus mengawasi garis gencatan senjata di Kashmir. Fungsi UNMOGIP adalah untuk mengamati dan melaporkan, menyelidiki keluhan pelanggaran gencatan senjata dan menyerahkan temuannya kepada masing-masing pihak dan kepada Sekretaris Jenderal.
[11]