Dalam psikologi perilaku, penguatan mengacu pada konsekuensi yang meningkatkan kemungkinan perilaku suatu organisme di masa depan, biasanya dengan adanya stimulus tertentu.[1] Misalnya, seekor tikus dapat dilatih untuk menekan tuas untuk menerima makanan setiap kali lampu dinyalakan. Dalam contoh ini, cahaya adalah stimulus pendahulunya, tuas yang mendorong adalah perilaku operan, dan makanan adalah penguatnya. Demikian pula, siswa yang mendapat perhatian dan pujian saat menjawab pertanyaan guru akan lebih mungkin menjawab pertanyaan selanjutnya di kelas. Pertanyaan guru adalah pendahulunya, respon siswa adalah tingkah lakunya, dan pujian serta perhatian adalah penguatnya.
Konsekuensi yang mengarah pada perilaku nafsu makan seperti “keinginan” subjektif dan “suka” (keinginan dan kesenangan) berfungsi sebagai penghargaan atau penguatan positif.[2] Ada juga penguatan negatif, yang melibatkan menghilangkan stimulus yang tidak diinginkan. Contoh penguatan negatif adalah memberikan apa yang bayi butuhkan atau anak inginkan agar mereka berhenti menangis.[3]
Penguatan adalah komponen penting dari pengkondisian operan dan modifikasi perilaku. Konsep ini telah diterapkan dalam berbagai bidang praktis, termasuk pengasuhan anak, pembinaan, terapi, swadaya, pendidikan, dan manajemen.