Pengrawit adalah penabuh gamelan atau musik karawitan atau orang yang profesional di bidang olah musik gamelan.
Latar Belakang
Pengrawit juga sering disebut nayaga atau Yogo. Yogo sendiri menurut Ki Mujoko Joko Raharjo (alhm) dalang terkenal dari Klaten, menyebutkan berasal dari kata wiyoga yang berarti semadi atau meditasi. Seorang Nayoga bila sedang menabuh gamelan biasanya dengan konsentrasi penuh untuk memberi roh terhadap gending yang sedang ia mainkan. Keseriusan dalam menabuh gamelan ibarat orang semadi/meditasi, di mana bila rusak tabuhannya ibaratnya gagal sembahnya terhadap yang Maha Kuasa.[1]
Kata "pengrawit" berasal dari kata rawit, yang berarti rumit, atau yang berhubungan dengan hal-hal halus, lembut. Pengrawit memang berhubungan dengan hal-hal rumit, misalnya harus menghafal ratusan gending yang berbentuk not-not angka di luar kepala dan menyajikannya dengan "garap" yang benar.[2]
Bahkan pengrawit yang "mumpuni" terhadap garap ratusan bahkan ribuan gending, disebut "Empu". Empu karawitan ini biasanya abdi dalem pengrawit keraton yang memang ahli di bidangnya. Di masa lalu nama-nama seperti Mloyo Widodo, Marto pangrawit, adalah empu karawitan yang banyak cantrik-nya, dan menjadi panutan atau menjadi nara sumber garap gending-gending kuno yang sudah jarang ditabuh atau dibunyikan oleh generasi di bawahnya.[3]
Pengrawit Surakarta
Dalam gaya Surakarta yang di sebut Pengrawit ini juga menunjuk pada penabuh karawitan mandiri/klenengan,[4] pengiring tari, pengiring wayang, dan kethoprak.
Di Surakarta pengrawit juga harus pandai menafsir notasi-notasi atau gending tersebut, bagaimana garap kendang-nya, gender-nya, rebab-nya, bonang-nya, dan tafsir tabuhan ricikan gamelan lainnya.
Pengrawit gaya Surakarta dalam menabuh biasanya memakai kain, beskap landhung, blangkon, atau kerisan dengan beskap krowok. Jika acara santai biasanya memakai batik atau baju yang sopan.[5]
Referensi