Halaman ini berisi artikel tentang senyawa penghambat nyala yang digunakan pada tekstil, plastik, dan resin. Untuk senyawa yang digunakan untuk memadamkan kebakaran bangunan dan kebakaran liar, lihat penghambat api.
Penghambat nyala adalah senyawa yang ditambahkan ke bahan manufaktur, seperti plastik dan tekstil, dan sebagai pemoles permukaan dan lapisan yang dapat menghambat, menekan, atau menunda terbentuknya api untuk mencegah penyebaran api. Benda-benda tersebut dapat dicampur dengan bahan dasar (penghambat nyala aditif) atau bahan kimia yang terikat dengan benda itu (penghambat nyala reaktif).[1] Penghambat nyala mineral biasanya bersifat aditif sementara senyawa organohalogen dan organofosforus dapat berupa reaktif maupun aditif.
Pada tahun 2013, penggunaan penghambat nyala dunia lebih dari 2 juta ton. Aplikasi sektor komersial yang paling besar mengimpor penghambat nyala adalah sektor konstruksi. Penggunaan penghambat nyala pada sektor ini misalnya untuk pipa dan kabel yang terbuat dari plastik.[2] Pada tahun 2008, Amerika Serikat, Eropa, dan Asia menggunakan 1,8 juta ton penghambat nyala, senilai US $ 4,20-4,25 miliar. Menurut Ceresana, pasar penghambat nyala meningkat karena kenaikan standar keselamatan seluruh dunia dan peningkatan penggunaan penghambat nyala. Diharapkan pasar global penghambat nyala akan menghasilkan US $ 5,8 miliar. Pada tahun 2010, Asia-Pasifik adalah pasar terbesar untuk penghambat nyala, terhitung sekitar 41% dari permintaan global, diikuti oleh Amerika Utara, dan Eropa Barat.[3]
Golongan
Penghambat nyala jenis reaktif dan adiktif, dapat dipisahkan lebih lanjut menjadi beberapa golongan yang berbeda:
Senyawa organohalogen. Golongan ini meliputi organoklorin seperti turunan asam klorendat dan parafinberklorin; organobromin seperti dekabromodifenil eter (decaBDE), dekabromodifenil etana (pengganti decaBDE), senyawa polimer berbromin seperti bromin polistirena, bromin karbonat oligomer (BCOs), bromin epoksi oligomer (BEOs), anihidrida tetrabromoftalat, tetrabromobisfenol A (TBBPA) dan heksabromosiklododekana (HBCD). Kebanyakan tapi tidak semua penghambat nyala berhalogenasi digunakan dalam konjungsi dengan sinergis untuk meningkatkan efisiensi. Antimon trioksida secara luas digunakan tetapi bentuk-bentuk lain dari antimon seperti pentoksida dan natrium antimonat juga digunakan.
Senyawa organofosforus. Golongan ini termasuk organofosfat seperti trifenil fosfat (TPP), resorsinol bis(difenilfosfat) (RDP), bisfenol A difenil fosfat (BADP), dan trikresil fosfat (TCP); fosfonat seperti dimetil metilfosfonat (DMMP); dan fosfinat seperti aluminium dietil fosfinat.[9][10] Dalam salah satu golongan penting dari penghambat nyala ini, senyawanya mengandung fosforus dan juga halogen. Senyawa tersebut termasuk tris(2,3-dibromopropil) fosfat (tris berbromin) dan organofosfat berklorin seperti tris(1,3-dikloro-2-propil)fosfat (tris berklorin atau TDCPP) dan tetrekis(2-kloretil)dikloroisopentildifosfat (V6).[9]
Penghambat nyala mineral terutama bertindak sebagai penghambat nyala aditif dan tidak menjadi terikat secara kimia dengan sistem sekitarnya. Sebagian besar senyawa organohalogen dan organofosfat juga tidak bereaksi secara permanen melekat ke dalam lingkungan mereka, tetapi penelitian lebih lanjut sekarang sedang dilakukan untuk mengenten kelompok kimia lebih lanjut ke bahan-bahan untuk memungkinkan mereka untuk menjadi terintegrasi tanpa kehilangan efisiensi ketahanan mereka. Penelitian ini juga akan membuat bahan-bahan ini tidak mengeluarkan emisi ke lingkungan. Produk baru tertentu non-berhalogenasi, dengan ini bersifat reaktif dan berkarakteristik tidak mengeluarkan emisi telah datang ke pasar sejak akhir tahun 2009, tetapi pada tahun 2010 hanya diamati dengan serius, karena perdebatan publik tentang emisi penghambat nyala. Beberapa bahan-bahan reaktif baru bahkan telah menerima persetujuan EPA untuk dampak lingkungan yang rendah.
Mekanisme penghambatan
Mekanisme dasar penghambat nyala bervariasi tergantung pada jenis penghambat nyala dan substrat yang digunakan. Bahan kimia penghambat nyala aditif dan reaktif dapat digunakan dalam fase uap (gas) maupun kental (padat).
Degradasi endotermik
Beberapa senyawa memecah secara endotermik bila diberi suhu tinggi. Magnesium dan aluminium hidroksida adalah contohnya, bersama-sama dengan berbagai karbonat dan hidrat seperti campuran huntit dan hidromagnesit.[4][7][8] Reaksi ini akan menghilangkan panas dari substrat, sehingga terjadi pendinginan material. Penggunaan hidroksida dan hidrat dibatasi oleh suhu dekomposisi yang relatif rendah, yang membatasi suhu pengolahan polimer maksimum (biasanya digunakan dalam poliolefin untuk penggunaan kawat dan kabel).
Pemerisaian termal (fase padat)
Sebuah cara untuk menghentikan penyebaran api lebih pada materi adalah untuk menciptakan sebuah penghalang isolasi termal antara pembakaran dan bagian yang tidak terbakar. Intumescent aditif sering digunakan; berperan untuk mengubah polimer menjadi arang, yang memisahkan api dari materi dan memperlambat penyebaran panas ke bahan bakar yang tidak terbakar. Penghambat nyala organofosfat non-halogenasi biasanya bertindak melalui mekanisme ini dengan menghasilkan lapisan polimer dari asam fosfat.[9]
Pengenceran fase gas
Gas lembam (paling sering karbon dioksida dan air) yang dihasilkan oleh degradasi termal dari beberapa bahan bertindak sebagai pengencer gas yang mudah terbakar, menurunkan tekanan parsial dan tekanan parsial oksigen, dan memperlambat laju reaksi.[6][8]
Pemadaman radikal fase gas
Bahan berklorin dan berbromin mengalami degradasi termal dan melepaskan hidrogen klorida dan hidrogen bromida atau, jika digunakan dalam keberadaan sinergis seperti antimoni trioksida, akan melepaskan antimoni halida. Zat ini bereaksi sangat reaktif dengan H· dan OH· yang radikal dalam api, dehingga menghasilkan molekul aktif dan radikal terhadap Cl· atau Br·. Halogen radikal jauh lebih reaktif dibandingkan dengan H· atau OH·, dan karena itu memiliki potensi yang jauh lebih rendah untuk menyebarkan reaksi pembakaran oksidasi radikal.