Penggembala menurut Islam telah ada teladannya dari para nabi. Selain itu, sistem khalifah monraki menjadikan penggembala dan gembalaannya sebagai sistem politik yang salah satunya dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah.
Teladan
Dalam Shahihain dinyatakan sebuah hadis yang menyebutkan bahwa semua nabi yang diutus oleh Allah merupakan seorang penggembala.[1] Muhammad sebagai nabi dalam Islam juga pernah menjadi penggembala kambing pada masa remaja. Namun Ali Syari'ati menyatakan bahwa para ulama syiah menentang fakta bahwa Muhammad adalah seorang penggembala semasa hidupnya.
Pemikiran
Antony Black menyatakan bahwa pemikiran sistem khalifah monarki mendakwahkan bahwa penguasa adalah penggembala dan rakyat adalah gembalaannya. Pandangan ini membuat posisi sebagai khalifah dapat diwariskan kepada keturunan khalifah karena negara dianggap dimiliki oleh khalifah. Rakyat dalam sistem ini merupakan bawahan yang berada dalam perlindungan dan memperoleh dukungan dari khalifah. Kekuasaan khalifah sebagai pemimpin tidak dapat dicampuri bahkan oleh konstitusi. Namun, khalifah memposisikan dirinya sebagai kepala keluarga dengan rakyat sebagai anggotanya. Khalifah disimbolkan sebagai kasih sayang, keadilan dan hujan bagi kekuasaannya di Bumi. Sehingga kewajiban rakyat ialah membalas kebaikan khalifah dengan ketaatan kepadanya.
Ibnu Taimiyah menuliskan pandangan politik dalam bukunya yang diberi judul Al-Siyasah al-Syar‟iyah fi islah al-Ra‟i wa al-Ra‟iyah (politik yang berdasarkan syariah bagi perbaikan pengembala dan gembala).
Referensi
Catatan kaki
Daftar pustaka