Pengeboman Semarang Salatiga Ambarawa merupakan operasi udara pertama kali yang dilakukan oleh TNI AU dalam Perang Revolusi Kemerdekaan yang menargetkan markas tentara Belanda di tiga kota yaitu: Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Operasi ini dilakukan pada tanggal 29 Juli 1947 pukul 05.00.
Latar belakang
Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda mengingkari Perjanjian Linggarjati dengan melancarkan Agresi Militer Belanda I. Pesawat-pesawat Belanda terus membombardir sasaran-sasaran strategis milik Republik Indonesia. Selain menimbulkan korban jiwa, serangan-serangan itu membuat Indonesia kehilangan banyak lapangan udara beserta pesawat-pesawat yang dimilikinya. Operasi ini awalnya sebuah ide untuk membalas dendam dengan melancarkan serangan udara ke daerah pendudukan Belanda, tetapi operasi ini sempat ditolak oleh beberapa perwira AURI. Kemudian operasi ini direstui oleh KSAU Komodor Suryadarma dan Wakil KSAU, Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma, merestuinya meskipun mereka tidak memerintahkan operasi tersebut.[1]
Dimulainya operasi udara
Operasi udara ini dimulai pada tanggal 29 Juli 1947 pada pukul 17.00 dengan sasaran Semarang dan Salatiga. Operasi ini awalnya menggunkan pesawat dive bomber Guntai, fighter Hayabusha, dan dua basic trainer Cureng, tetapi Hayabusha tidak dapat menjalankan operasi karena kerusakan Synchronization gear. Jumlah bom yang dibawa awalnya sebesar 800 kg bom dan 2 kotak kayu berisi bom molotov, masing masing pesawat yaitu Cureng 2x 50kg dan 1x kotak bom molotov, Guntei 4x 50kg, Hayabusha 2x 250kg, tetapi berubah menjadi 300kg karena Hayabusha batal terbang.[2] Setelah menjalankan briefing para kadet mengudara tepat pukul 17.00 dengan bantuan lampu mobil yang diparkir di pinggir runway sebagai taxi way lights dan sorotan lampu sebuah pesawat yang diparkir di ujung runway.[1] Setelah mengudara rombongan itu kemudian menuju ke kota yang dituju, tetapi salah satu cureng terpisah dari rombongan dan berinisiatif mengebom markas belanda di Ambarawa. Rombongan itu berasil mengebom markas Belanda di 3 kota dan kembali ke pangkalan dengan selamat.
K5Y Cureng No. 1 diawaki oleh Kadet Udara 1 Suharnoko Harbani dengan Rear Gunner Kaput.
K5Y Cureng No.2 diawaki oleh Kadet Udara 1 Sutarjo Sigit dengan Rear Gunner Sutarjo.
Ki-51 Guntei diawaki oleh Kadet Udara 1 Mulyono dengan Rear Gunner Abdulrachman.
Ki-43 Hayabusha diawaki oleh Kadet Udara 1 Bambang Saptoaji. (Batal Terbang)
Kejadian setelahnya
Setelah pengeboman 3 kota, Belanda mengerahkan beberapa pesawat Kittyhawk untuk melakukan penyisiran untuk mencari pesawat AURI yang terisa. Setelah operasi tersebut sebuah pesawat carter maskapai india bernama Dakota VT-CLA diikuti dan ditembak jatuh oleh 2 pesawat Kittyhawk belanda yang diawaki oleh Lettu B.J. Ruesink dan Serma W.E. Erkelens. Akibat kejadian itu AURI kehilangan 3 perwira pentingnya yaitu Komodor Udara Adisucipto, Komodor Udara Prof. Dr. Abdulrahman Saleh, juru radio Opsir Muda Udara I Adi Soemarmo Wirjokusumo.
Dalam budaya populer
Kisah heroik pengeboman Semarang, Salatiga, dan Ambarawa diadaptasi menjadi sebuah film Kadet 1947 yang dirilis tahun 2021.
Lihat pula
Referensi
- ^ a b "Pemboman Udara Pertama Indonesia". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. Diakses tanggal 2020-05-02.
- ^ KISAH HEROIK OPERASI UDARA PERTAMA AURI 1947, diakses tanggal 2020-05-02
- ^ AAU, Oleh Pen (2019-07-29). "Pengeboman Tiga Kota: Semarang, Salatiga dan Ambarawa Bukti Nyata Keberanian Kadet Sekolah Penerbang". tni-au.mil.id. Diakses tanggal 2020-05-02.