Tahap penyelidikan dalam prosedur pendakwaan berlangsung pada bulan September hingga November 2019. Pemicunya adalah keluhan penyingkap aib bulan Agustus 2019 yang menuduh Trump menyalahgunakan kekuasaan. Pada Oktober 2019, tiga Komisi Kongres (Intelijen, Pengawasan, dan Luar Negeri) mulai mewawancarai saksi mata. Pada November 2019, Komisi Intelijen DPR mewawancarai sejumlah saksi dalam sidang terbuka. Pada tanggal 3 Desember, Komisi Intelijen DPR menyetujui laporan akhir dengan perolehan suara 13–9.
Sidang dengar pendapat pendakwaan di hadapan Komisi Kehakiman dilaksanakan mulai 4 Desember 2019. Pada 13 Desember, dengan perolehan suara 23–17, Komisi Kehakiman DPR merekomendasikan dua pasal pendakwaan, penyalahgunaan kekuasaan dan penjegalan Kongres. Komisi Kehakiman juga menerbitkan laporan mengenai pasal-pasal pendakwaan pada 16 Desember. Pada tanggal 18 Desember, Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui kedua pasal pendakwaan. Dengan demikian, Donald Trump secara resmi menjadi Presiden Amerika Serikat ketiga yang didakwa setelah Andrew Johnson dan Bill Clinton. Saat ini, Senat sedang merumuskan prosedur sidang pembuktian.
Pendakwaan
Sidang Komisi Kehakiman
Pada 5 Desember, Ketua DPR Nancy Pelosi meminta Komisi Kehakiman untuk mempersiapkan pasal-pasal pendakwaan.[5]
Komisi Kehakiman menyiapkan beberapa sidang dengar pendapat. Trump beserta pengacaranya diundang untuk hadir.[6][7] Mereka menolak undangan karena presiden dijadwalkan menghadiri KTT NATO di London.[8] Dalam surat kedua tertanggal 6 Desember, Pat Cipollone menyatakan Gedung Putih tidak akan membela diri atau ikut serta dalam proses pendakwaan. Ia menulis ke Nadler, "Seperti yang Anda ketahui, penyelidikan pendakwaan Anda tidak berdasar sama sekali dan melanggar dua prinsip utama: proses hukum yang semestinya dan keadilan dasar."[9] Nadler menjawab, "Kami beri kesempatan yang adil bagi Presiden Trump untuk menanyai para saksi dan mengirim saksinya sendiri untuk mempertanggungjawabkan bukti-bukti kuat dalam sidang. Setelah mendengar keluhan beliau soal proses pendakwaan ini, kami harap beliau bersedia menerima undangan kami."[10]
Sidang pertama tanggal 4 Desember 2019 membahas apa saja pelanggaran yang layak diganjar pendakwaan (impeachable offense) secara akademik. Fraksi Demokrat mengundang tiga guru besar hukum, yaitu Noah Feldman dari Harvard, Pamela S. Karlan dari Stanford, dan Michael Gerhardt dari Universitas North Carolina. Fraksi Republik mengundang Jonathan Turley, pakar konstitusi dari Universitas George Washington;[11][12] Turley pernah menyampaikan kesaksian yang mendukung pendakwaan Presiden Bill Clinton pada tahun 1999.[13][14] Kali ini ia mewanti-wanti proses pendakwaan Trump karena buktinya tidak kuat.[15] Namun, kesaksiannya bertentangan dengan opininya pada saat proses pendakwaan Clinton.[16][17][18]
Pasal-pasal pendakwaan potensial yang diangkat dalam sidang adalah "penyalahgunaan kekuasaan" karena menyepakati quid pro quo dengan presiden Ukraina, "penjegalan Kongres" karena menghalang-halangi penyelidikan DPR, dan "menghalangi proses peradilan" karena berusaha memecat Robert Mueller di tengah penyelidikan campur tangan Rusia dalam pemilu 2016.[19] Pada 5 Desember, Pelosi meminta Komisi Kehakiman DPR mempersiapkan pasal-pasal pendakwaan.[20][21]
Ketua DPR Nancy Pelosi mengatakan meski ini "hari yang cerah bagi Konstitusi [Amerika]", ini "hari yang suram bagi [bangsa] Amerika".[22]
Pasal-pasal pendakwaan
Pada 10 Desember 2019, fraksi Demokrat di Komisi Kehakiman DPR mengumumkan akan mengangkat dua pasal pendakwaan, H. Res. 755: (1) penyalahgunaan kekuasaan, dan (2) penjegalan Kongres,[23][24] dalam penyelidikan mereka terhadap aktivitas Presiden terkait Ukraina.[25] Draf teks pasal pendakwaan dirilis pada hari yang sama.[26] Mereka juga merilis laporan Komisi Kehakiman yang menjabarkan alasan-alasan konstitusional untuk mendakwa presiden dan menegaskan bahwa "pendakwaan adalah bagian dari pemerintahan yang demokratis."[27]:51 Komisi berencana melakukan pemungutan suara mengenai kedua pasal ini pada 12 Desember,[28][29] tetapi mendadak menundanya hingga besok setelah 14 jam memperdebatkan versi akhir pasal sampai lewat pukul 23:00 EST.[30] Pada 13 Desember,[30] Komisi Kehakiman menyetujui kedua pasal pendakwaan secara partisan; setiap pasal disetujui dengan suara 23–17, semua anggota Demokrat yang hadir mendukung dan semua anggota Republik yang hadir menolak. Pasal-pasal ini akan diteruskan ke DPR untuk dibahas lebih lanjut dan ditindaklanjuti pada 18 Desember.[31]
Komisi Kehakiman DPR menerbitkan laporan 658 halaman tentang pasal-pasal pendakwaan pada tanggal 16 Desember. Laporan ini memerincikan tuduhan penyuapan (bribery) dan penipuan transaksi (wire fraud) di bawah pasal penyalahgunaan kekuasaan.[32] Komisi Kehakiman menyetujui Pasal-Pasal Pendakwaan dengan perolehan suara berikut ini:
Pasal I
Pasal II
■ Demokrat: 23 ya, 0 tidak ■ Republik: 0 ya, 17 tidak
■ Demokrat: 23 ya, 0 tidak ■ Republik: 0 ya, 17 tidak
Pemungutan suara DPR
Ketua DPR Nancy Pelosi mengumumkan hasil pemungutan suara mengenai Pasal I dan II Resolusi DPR No. 755.
Komisi Tata Tertib DPR bertemu untuk merumuskan peraturan pembahasan pendakwaan tanggal 17 Desember.[34] Pertemuan pertama membahas peraturan pembahasan: 228 banding 197, seluruh fraksi Republik dan dua anggota Demokrat menolak.[35] Komisi kemudian melakukan pembahasan selama enam jam. Barry Loudermilk (R-GA) memabnding-bandingkan proses pendakwaan Presiden Trump dengan pengadilan Yesus Kristus. Katanya, sikap pemerintah Romawi terhadap sang juru selamat lebih baik daripada sikap pemerintah AS terhadap Trump.[36]
Pemungutan suara resmi terkait pendakwaan dilaksanakan oleh DPR pada 18 Desember 2019.[37] Sekitar pukul 20.30 EST (01.30 UTC), dua pasal pendakwaan disahkan oleh DPR.[38] Untuk tuduhan penyalahgunaan kekuasaan, 230 anggota setuju, 197 menolak, dan 1 abstain: seluruh fraksi Demokrat setuju, kecuali Collin Peterson (MN) dan Jeff Van Drew (NJ), menolak; dan Tulsi Gabbard (HI), abstain; seluruh fraksi Republik menolak, tetapi mantan anggota Republik yang menjadi anggota Independen, Justin Amash (MI), mendukung kedua pasal tersebut.[39] Untuk tuduhan penjegalan Kongres, 229 anggota setuju, 198 menolak, dan 1 abstain: seluruh fraksi Demokrat setuju, kecuali Peterson, Van Drew, dan Jared Golden (ME), menolak; dan Gabbard, abstain.[40]
Tiga anggota yang akan pensiun tidak ikut memberi suara: Duncan D. Hunter (R-CA), dilarang memberikan suara per aturan DPR setelah ia mengaku bersalah menyalahgunakan dana kampanye; José E. Serrano (D-NY), sakit setelah divonis mengalami penyakit Parkinson pada awal 2019; dan John Shimkus (R-IL), sedang mengunjungi putranya di Tanzania.[41]
Hasil voting Resolusi DPR No. 755 (Pasal-Pasal Pendakwaan Terhadap Presiden Donald J. Trump)
Pada pertengahan Desember 2019, masyarakat Amerika Serikat masih terbelah menyikapi perlu tidaknya Trump dipecat dari jabatannya (dimakzulkan).[42] Dalam jajak pendapat (japat) USA Today/Suffolk University tanggal 10–14 Desember 2019, 45% responden mendukung pendakwaan dan pemecatan (pemakzulan) Trump, sedangkan 51% menolak.[43] Dalam japat CNN tanggal 12–15 Desember, 45% responden mendukung pendakwaan, sedangkan 48% menolak.[44]
Jajak pendapat masyarakat AS mengenai pendakwaan dan pemecatan (pemakzulan) Trump
^ abJapat ini diberi kode warna relatif terhadap batas galat (× 2 untuk spread). Jika jajak pendapat berada dalam batas galat dua kali lipat, kedua warna digunakan. Jika batas galat adalah, misalnya 2,5, maka spreadnya adalah 5, jadi 50% mendukung / 45% menentang akan sama.
^Desiderio, Andrew; Cheney, Kyle; Caygle, Heather (10 Desember 2019). "Democrats unveil 2 articles of impeachment against Trump". Politico (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 10 Desember 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Haberkorn, Jennifer; Wire, Sarah D.; Megerian, Chris; O'Toole, Molly (18 Desember 2019). "U.S. House impeaches President Trump". Los Angeles Times (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 18 Desember 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Daly, Matthew (18 Desember 2019). "3 Lawmakers Miss Historic Impeachment Votes". Associated Press (dalam bahasa Inggris). US News. Diakses tanggal 19 Desember 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)