Pemfigus adalah penyakit autoimun berupa bula (vesikel besar yang mengandung serum, pus, atau darah) kronik pada membran mukosa maupun kulit. Pada penderita pemfigus, ditemukan adanya antibodi IgG yang bersirkulasi dan terikat pada sel keratinosit sehingga menyebabkan timbulnya reaksi pemisahan sel-sel epidermidis (disebut akantolosis) hingga terbentuk bula. Pemisahan sel epidermidis tersebut terjadi karena tidak adanya kohesi antara sel-sel epidermidis.[1]
Penyebab pasti timbulnya penyakit ini belum diketahui, namun kemungkinan yang relevan adalah berkaitan dengan faktor genetik, lebih sering menyerang pasien yang sudah menderita penyakit autoimun lainnya (terutama miastenia gravis dan timoma), serta dapat dipicu karena penggunaan penisilamin dan captopril. Gejala umum yang tampak pada penderita pemfigus adalah terbentuk lesi (keadaan jaringan abnormal) pada membran mukosa, terutama mulut. Bula mudah pecah dan dapat menimbulkan erosi yang bisa meluas ke bagian laring sehingga menimbulkan sakit tenggorokan dan kesulitan makan-minum. Kelainan pada kulit yang ditimbulkan akibat pemfigus dapat bersifat lokal ataupun menyebar, terasa panas, sakit, dan biasanya terjadi pada daerah yang terkena tekanan dan lipatan paha, wajah, ketiak, kulit kepala, badan, dan umbilikus.[1]
Referensi
- ^ a b Ramona Dumasari Lubis (2008). "Gambaran Histopatologis Pemphigus vulgaris" (PDF). Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
.