Pembunuhan Huang Na
Huang Na (Hanzi: 黄娜; Pinyin: Huáng Nà) (lahir 26 September 1996 – meninggal 10 Oktober 2004) adalah seorang berkebangsaan Tiongkok berumur delapan tahun yang tinggal di Pusat Grosir Pasir Panjang di Singapura, yang menghilang pada tanggal 10 Oktober 2004. Ibunya, polisi dan masyarakat memutuskan untuk melakukan pencarian di negara tersebut selama tiga minggu untuk mencarinya. Setelah tubuhnya ditemukan, warga Singapura kemudian memakamkannya, memberikan bai jin dan hadiah. Dalam pengadilan selama 14 hari, Took Leng How (卓良豪), seorang pengemas sayuran di pusat grosir tersebut yang lahir di Malaysia, dinyatakan bersalah dalam peristiwa tersebut dan dihukum gantung setelah gagal untuk meminta grasi kepada presiden. Latar belakangAyah Huang Na, Huang Qinrong, dan ibunya, Huang Shuying (黄淑英), keduanya lahir pada 1973 dari keluarga petani di kota Putian di Fujian, China. Mereka bertemu pada tahun 1995 dan kemudian menikah, sehingga Shuying mengandung Huang Na. Pada tahun 1996, Qinrong meninggalkan China untuk mencari penghasilan di Singapura dan bekerja secara ilegal sebagai seorang pengemas sayuran di Pusat Grosir Pasir Panjang. Ketika Shuying mengetahui bahwa ia memiliki urusan di Singapura, ia menceraikannya dan mendapatkan hak asuh Huang Na.[1] Ia kemudian menikahi Zheng Wenhai (郑文海),[2] seorang pengusaha Fujian dengan tinggal bersamanya selama empat tahun, dan kemudian mengandung anaknya pada awal 2003.[3] Pada Mei 2003, Shuying berimigrasi ke Singapura sebagai seoang peidu mama bersama dengan Huang Na, yang disekolahkan di Sekolah Dasar Jin Tai.[3] Mereka tinggal di Pusat Grosir Pasir Panjang, di mana Shuying bekerja.[4] Orang-orang di pusta grosir tersebut dan Sekolah Dasar Jin Tai mendeskripsikan Huang Na sebagai anak yang cerdas, mandiri, bersahabat dan aktif.[4][5] Huang Na berteman dengan Took Leng How, seorang pengemas sayuran di pusat grosir tersebut.[6][7] Lahir di Malaysia pada 1981 sebagai anak kedua dari empat bersaudara di sebuah keluarga perajut, Took datang ke Singapura ketika ia berumur 18 tahun, untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang sesuai.[8] Di pusat grosir tersebut, ia sering bermain dengann Huang Na, memberikannya makanan dan membolehkannya menaiki sepeda motornya.[6][7] Menghilang dan reaksiHuang Na menghilang pada tanggal 10 Oktober 2004; ia terakhir terlihat di food court dekat pusat grosir tersebut, bertelanjang kaki dan mengenakan sebuah jaket denim biru dan celana bermuda. Dari pukul 7 sampai tengah malam pada setiap hari selama tiga minggu, Shuying melakukan pencarian di pulau tersebut untuk mencari putrinya. Polisi, yang meliputi sebuah tim Departemen Penyelidikan Kejahatan, memutuskan untuk melakukan pencarian anak tersebut secara intensif, dan petugas kepolisian menyebarkan fotonya sesambil melakukan kegiatan berkeliling setiap hari.[5][9] Para relawan membentuk pembagian pencarian dan Crime Library, sebuah kelompok relawan yang didedikasikan untuk mencari orang hilang, mendistribusikan lebih dari 70,000 brosur untuk memberitahukan informasi.[10] Dua orang Singapura menyumbangkan S$10,000 dan S$5,000 untuk pencarian Huang Na,[11] sementara seorang manajer dari sebuah perusahaan perancangan online membuat sebuah situs web untuk membangkitkan kesadaran dan mengumpulkan petunjuk.[4] Pencarian juga dilakukan di Malaysia, dengan para relawan yang menyebarkan poster di kota-kota sekitaran Johor Bahru dan Kuala Lumpur.[11] Pada 19 dan 20 Oktober, polisi Singapura menanyai Took sebagai bagian dari penyelidikan mereka; ia berkata bahwa tiga pria Tionghoa merawat gadis tersebut.[12] Setelah menanyai Took, polisi menggeledah rumahnya dan kembali diantarkan ke kantor polisi untuk uji kebohongan. Saat perjalanan, mereka berhenti di sebuah restoran di Jalan Pasir Panjang untuk makan. Saat makan, Took berkata bahwa ia ingin pergi ke toilet, ternyata Took kabur dengan menaiki sebuah taksi menuju Woodlands dan melarikan diri di Jalan penghubung menuju Malaysia.[13][14] Polisi Singapura mencarinya sampai ia menyerahkan dirinya pada 30 Oktober,[4] menyatakan bahwa ia telah meninggalkan Huang Na saat bermain petak umpet di ruang toko.[13] Pada hari berikutnya, tubuh Huang Na ditemukan di Telok Blangah Hill Park,[10] dan Took dikaitkan dengan pembunuhannya.[4] Direktur Layanan Pemakaman Singapura pun menggratiskan biaya pemakamannya. Ribuan orang datang ke upacara pemakaman Huang Na; beberapa di antaranya memberikan bai jin dan hadiah, seperti manisan, bunga dan pernak-pernik Hello Kitty kesukaannya. Namun, sejumlah orang Singapura mencoba untuk membuat uang dari kematian anak tersebut dengan membeli nomor 4D yang dikaitkan dengannya. Rumor lainnya mengatakan bahwa Shuying memiliki urusan dan serakah dalam penyumbangan.[15] Pengadilan TookPengadilan 14 hari Took dimulai pada 11 Juli 2005 sebelum Hakim Lai Kew Chai di Pengadilan Tinggi.[6][14] Pengadilan menghadirkan 76 saksi, sebuah video yang memperlihatkan Took melakukan pembunuhan, hasil forensik dan otopsi yang menemukan sejumlah memar pada kepala Huang Na. Berdasarkan pada penyelidikan, jaksa menyatakan bahwa Took membawa Huang Na ke ruang toko, kemudian menanggalkan pakaian dan melancarkan serangan seksual kepadanya. Setelah mencekik dan menginjaknya sampai tewas, ia memasukkan tubuhnya ke dalam sembilan lembar kantong plastik dan kemudian dimasukkan dalam kotak kardus tertutup.[14][16] Pembela bersandar pada klaim diminished responsibility. Psikiatris R. Nagulendran berpendapat bahwa Took merupakan seorang pengidap Skizofrenia, pada beberapa perilakunya, seperti memberikan senyuman kepada dirinya sendiri dan berbicara dengan roh, yang di luar kendali dan ia tidak memiliki motif untuk membunuh – Nagulendran juga berkata bahwa kisah Took mengenai tiga pria Tionghoa adalah sebuah delusi.[12] Pada 27 Agustus 2005, Hakim Lai menyatakan bahwa Took bersalah pada peristiwa tersebut dan memutuskannya untuk dihukum mati.[8] Dalam pengadilannya, Hakim Lai menyatakan bahwa Took tidak memiliki riwayat mental tak normal, perilaku yang disebutkan pembela merupakan "bukanlah perilaku abnormal" dan pembunuhan tersebut merupakan "jelas-jelas merupakan perilaku tak berperasaan dan pemikiran yang diperhitungkan". Hakim Lai juga mengatakan bahwa dalam kasus ini tidak perlu menentukan motif dari pembunuhan tersebut atau apakah kekerasan seksual telah terjadi.[17] Took mengajukan banding terhadap keputusan hukuman mati tersebut, tetapi Dewan Banding Singapura memutuskan untuk tetap pada keputusan semula pada Januari 2006. Ia kemudian mengumpulkan 35,000 tanda tangan dan meminta grasi kepada Presiden S. R. Nathan, yang ditolak pada Oktober 2006, setelah ia digantung.[18] AkibatZheng dan Shuying kembali ke Putian di mana Huang Na dimakamkan di makam pendakian gunung dekat rumah mereka.[19] Meskipun telah wafat, Huang Na telah berkata bahwa nama keluarganya ingin diubah dengan nama keluarga ayah tirinya, sehingga nama pada nisan altar-nya tertulis Zheng Na.[2] Pasangan tersebut memutuskan untuk berfokus merawat anak-anak mereka yang lainnya, sementara Zheng berencana untuk berbisnis di Guangzhou atau Shenzhen.[19] Pada Januari 2007, Jack Neo berniat membuat sebuah film mengenai pembunuhan tersebut, tetapi ditolak oleh pihak keluarga.[20] Sebuah laporan berikutnya pada 2009 menemukan bahwa Shuying telah melahirkan dua anak lainnya dan menjalankan bisnis distribusi sepatu di Taiwan.[21] Referensi
|