Pembantaian My Lai

Foto-foto Pembantaian My Lai membangkitkan kemarahan dunia dan menjadi suatu skandal internasional.

Pembantaian Mỹ Lai adalah pembantaian yang dilakukan oleh tentara AS terhadap ratusan warga sipil yang tidak bersenjata di Distrik Sơn Tịnh, Vietnam Selatan pada 16 Maret 1968 saat ada Perang Vietnam. Pembantaian ini menewaskan 347–504 orang dan menjadi lambang kejahatan perang Amerika di Vietnam. Korban termasuk lelaki, wanita, anak-anak, dan juga bayi. Beberapa perempuan diperkosa berkelompok dengan badannya dimutilasi, serta anak-anak semuda 12 tahun.[1][2] Peristiwa ini kadang kala juga dikenal dengan nama Pembantaian Sơn Mỹ atau Pembantaian Song My.

Latar belakang

Pada saat Perang Vietnam, Provinsi Quang Ngai di Vietnam Selatan dicurigai menjadi tempat perlindungan kaum gerilyawan Angkatan Bersenjata Pembebasan Rakyat dan kader-kader lainnya dari Front Nasional untuk Pembebasan Vietnam (FNPV), yang juga disebut "Viet Cong" atau "VC" oleh pasukan-pasukan AS dan simpatisan mereka. Tempat ini secara tidak resmi disebut Pinkville (karena warna merah jambu yang dicetak pada peta) oleh militer AS, dan provinsi ini sering dibom dan ditembaki. Pada 1968 hampir semua rumah di seluruh provinsi ini telah hancur atau rusak.

Militer menganggap penting bahwa para tenaga lapangan FNPV dimusnahkan. Karena itu, mereka tidak mengukur sukses dari berapa banyak wilayah atau lokasi strategis yang direbut (misalnya), melainkan berdasarkan "jumlah mayat" mereka - jumlah keseluruhan mereka yang dicurigai sebagai tenaga lapangan FNPV yang terbunuh. Tentara dianjurkan oleh atasan mereka untuk melebih-lebihkan perhitungan mereka untuk memberikan kesan keberhasilan militer. Karena tekanan itu, dan karena kenyataannya sering kali para tenaga lapangan FNPV sulit sekali dibedakan dari rakyat biasa, sering kali ada kesenjangan yang sangat luas antara jumlah mayat yang dilaporkan dalam suatu misi tertentu dengan jumlah senjata musuh yang direbut. Menurut Doug Linder, profesor hukum di Universitas Missouri-Kansas City, para G.I. menyebarkan lelucon bahwa "apapun yang mati dan bukan putih adalah VC [Viet Cong]" dengan tujuan menghitung mayat semata. Tidak diragukan bahwa banyak warga sipil yang terbunuh di provinsi itu, sehingga semakin membakar sentimen anti-Amerika yang sudah ada di wilayah tersebut.

Para pemberontak kadang-kadang ditampung dan dilindungi oleh warga sipil di daearh itu. Namun, tentara-tentara Amerika merasa frustrasi karena keterlibatan rakyat setempat. Ditambah dengan ketidakmampuan mereka untuk mengejar musuh yang selalu lolos dan meluasnya rasa takut akan disergap, kemarahan ini semakin menambah kemungkinan mereka melakukan balas dendam yang kejam terhadap warga sipil.

Pembantaian

Charlie Company (Kompi C), Brigade ke-11, Divisi Americal tiba di Vietnam pada Desember 1967. Bulan pertama mereka di Vietnam berlalu tanpa kontak langsung dengan musuh.

Pada Serangan Tet, Januari 1968, serangan-serangan dilakukan di Quang Ngai oleh Batalyon ke-48 dari FNPV. Intelijen militer AS membentuk pandangan bahwa Batalyon ke-48, setelah mengundurkan diri, berlindung di desa Son My. Sejumlah kampung tertentu di desa itu - yang dinamai sebagai My Lai 1, 2, 3 dan 4 (yang dijuluki "Pinkville" ) - dicurigai melindungi anggota Batalyon itu. Suatu serangan besar-besaran terhadap kampung-kampung itu direncanakan oleh pasukan-pasukan AS.

Pada malam menjelang serangan itu, Charlie Company dinasihati oleh komando militer AS bahwa warga yang benar-benar sipil di My Lai akan meninggalkan rumah mereka untuk pergi ke pasar pada pk. 7 pagi hari berikutnya. Mereka diberitahukan bahwa mereka dapat menyimpulkan bahwa semua orang yang tinggal di rumah pastilah Viet Cong atau simpatisan aktif Viet Cong. Mereka diperintahkan menghancurkan desa itu. Pada saat briefing (taklimat), Kapten Ernest Medina ditanyai apakah perintah itu termasuk membunuh kaum perempuan dan anak-anak; mereka yang hadir dalam briefing itu belakangan memberikan jawaban yang berbeda-beda tentang tanggapan Medina.

Pria dan anak yang tidak dikenal yang dibunuh di jalan

Pasukan-pasukan AS tidak menemukan pemberontak di desa itu pada pagi hari 16 Maret 1968. Tentara-tentara itu, satu pleton yang dipimpin oleh Letnan William Calley, membunuh ratusan warga sipil – terutama kaum lelaki tua, perempuan, anak-anak, dan bayi. Sebagian disiksa atau diperkosa. Lusinan digiring ke sebuah lubang dan ditembak mati dengan senjata otomatis. Pada satu kesempatan, Calley mengungkapkan maksudnya untuk melemparkan sejumlah granat ke sebuah liang yang penuh dengan warga desa. [1] Diarsipkan 2005-04-05 di Wayback Machine.

Jumlah yang pasti dari orang-orang yang terbunuh berbeda-beda dari sumber yang satu ke sumber lainnya; yang paling sering disebut adalah 347 dan 504 korban. Sebuah peringatan di tempat pembantaian itu mencantumkan 504 nama, dengan usia yang merentang dari 82 tahun yang paling tua hingga 1 tahun yang paling muda. Menurut laporan seorang letnan Angkatan Darat Vietnam Selatan kepada para atasannya, ini adalah suatu insiden pertumpahan darah yang "mengerikan" oleh suatu pasukan bersenjata yang berusaha melampiaskan kemarahannya.

Seorang awak helikopter Angkatan Darat AS menyelamatkan sejumlah warga sipil dengan cara mendarat di antara pasukan-pasukan Amerika dan sisa-sisa orang Vietnam yang bersembunyi di lubang perlindungan. Penerbang berusia 24 tahun, Perwira yang diberi kuasa Hugh Thompson, Jr., mengkonfrontir para pemimpin pasukan itu dan mengatakan kepada mereka bahwa helikopternya yang dilengkapi persenjataan akan menembaki mereka bila mereka melanjutkan serangan atas warga sipil. [2]

Dengan dukungan dua anggota lainnya dari awak helikopter itu — Spesialis Lawrence Colburn dan Spesialis Glenn Andreotta — Thompson mengarahkan evakuasi desa itu. Para awak itu dipuji karena berhasil menyelamatkan sekurang-kurangnya 11 jiwa, tetapi lama sesudah itu mereka dikecam sebagai pengkhianat. Pada 8 April 1968, Glenn Andreotta dan Charles Dutton, para awak di pesawat pengintai OH-13 (62-03813) "Warlord", terbunuh ketika pesawat mereka ditembak jatuh dan terbakar. Baru 30 tahun kemudian, setelah sebuah laporan televisi mengenai kejadian itu, ketiga perwira ini dianugerahi Medali Prajurit, penghargaan tertinggi angkatan darat untuk keberanian tanpa melibatkan kontak langsung dengan musuh.

Pada musim semi 1972, kamp (di My Lai 2) tempat mereka yang bertahan pada pembantaian My Lai itu dipindahkan, dihancurkan oleh pengeboman udara dan artileri ARVN (Vietnam Selatan). Penghancuran itu dipersalahkan pada teror Viet Cong. Namun, kebenarannya diungkapkan oleh para relawan Quaker di tempat itu, melalui kesaksian oleh Martin Teitel pada kesempatan "hearing" di hadapan Sub-komite untuk Menginvestigasi Masalah-masalah yang Terkait dengan Pengungsi dan Pelarian pada Mei 1972. Bulan Juni tahun yang sama laporan Teitel tentang kejadian itu muncul dalam koran New York Times.

Upaya untuk menutup-nutupi

Penelitian-penelitian awal mengenai insiden My Lai ini dilakukan oleh Komandan Brigadi Infantri Ringan ke-11, Kolonel Oran Henderson, berdasarkan perintah dari Perwira Asisten Komandan Amerika, Brigadir Jenderal Young. Hendersen mewawancarai sejumlah perwira yang terlibat dalam insiden ini, kemudian mengeluarkan sebuah laporan tertulis pada akhir April, yang isinya menyatakan bahwa sekitar 20 warga sipil secara tidak sengaja terbunuh pada operasi militer di My Lai. Pada saat ini tentara masih menggambarkan peristiwa ini sebagai kemenangan militer yang mengakibatkan kematian 128 orang pada pihak lawan.

Enam bulan kemudian, seorang perwira muda dari Infantri Ringan ke-11 (Brigade Jagal) yang bernama Tom Glen menulis surat yang menuduh Divisi Americal (dan seluruh satuan lainnya dari militer AS, bukan hanya pribadi-pribadi) telah melakukan kebrutalan rutin terhadap warga sipil Vietnam. Surat itu sangat rinci isinya, tuduhannya mengerikan, dan isinya menggemakan keluhan-keluhan yang diterima dari tentara-tentara lain. Colin Powell, yang saat itu seorang Mayor muda di Angkatan Darat AS, diperintahkan meneliti surat itu, yang tidak secara spesifik mengacu kepada My Lai (Glen belum mengetahui kejadian-kejadian di sana). Powell menulis: "Sebagai bantahan langsung terhadap penggambaran ini adalah kenyatan bahwa hubungan antara tentara-tentara Amerika dan rakyat Vietnam sangat baik." Belakangan, bantahan Powell disebut sebagai upaya "memutihkan" berita tentang My Lai, dan pertanyaan-pertanyaan tetap disembunyikan dari publik. Pada 4 Mei 2004, Powell, yang saat itu merupakan Menteri Luar Negeri AS, berkata kepada Larry King, "Maksud saya, saya berada dalam kesatuan yang bertanggung jawab atas My Lai. Saya tiba di sana setelah My Lai terjadi. Jadi, dalam peperangan, hal-hal yang mengerikan seperti ini sesekali terjadi, tetapi semuanya itu harus disesali." [3]

Bangkai di My Lai itu mungkin akan lenyap dalam sejarah apabila bukan karena seorang perwira lainnya, Ron Ridenhour, yang, secara bebas dari Glen, mengirimkan surat kepada Presiden Nixon, Pentagon, Departemen Luar Negeri, Kepala Angkatan Bersenjata, dan sejumlah anggota Kongres. Salinan-salinan surat ini dikirim pada Maret 1969, tepat setahun setelah kejadian itu. Kebanyakan penerima surat Ridenhour mengabaikannya, kecuali anggota Dewan Perwakilan Morris Udall. Ridenhour mengetahui tentang kejadian-kejadian di My Lai lewat orang lain, melalui pembicaraan dengan anggota-anggota Charlie Company, sementara ia masih menjadi tentara. Akhirnya, Calley dituduh melakukan sejumlah pembunuhan terencana pada September 1969, dan 25 perwira lainnya serta relawan belakangan didakwa dengan kejahatan-kejahatan terkait. Baru dua bulan kemudian publik Amerika mengetahui tentang pembantaian dan peradilan itu.

Wartawan investigatif independen Seymour Hersh, setlah percakapan menadlam dengan Ridenhour, membuka cerita My Lai pada 12 November 1969, dan pada 20 November majalah Time, Life dan Newsweek semuanya meliput kisahnya, dan CBS menyiarkan di televisi wawancara dengan Paul Meadlo. The Plain Dealer (Cleveland) menerbitkan foto-foto yang sangat jelas tentang penduduk desa yang mati terbunuh di My Lai. Sebagaimana terbukti dari komentar-komentar yang dibuat pada percakapan telepon 1969 antara Penasihat Keamanan Nasional AS Henry Kissinger dan Menteri Pertahanan Melvin Laird, yang baru-baru ini diungkapkan oleh Arsip Keamanan Nasional, foto-foto tentang kejahatan perang itu terlalu mengejutkan para perwira senior hingga mereka tidak bisa dengan efektif menutup-nutupinya. Menteri Pertahanan Laird terdengar mengatakan, "Ada terlalu banyak mayat anak-anak yang berserakan di sana; foto-foto ini memang otentik."

Pengadilan militer

Pada 17 Maret 1970, Angkatan Darat A.S. mendakwa 14 perwiranya telah menyembunyikan informasi yang berkaitan dengan insiden ini. Kebanyakan dari dakwaan ini kemudian dibatalkan.

Letnan A.D. William Calley dinyatakan bersalah pada 1971 telah melakukan pembunuhan terencana dengan memerintahkan penembakan dan mulanya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Namun dua hari kemudian, Presiden Richard Nixon memerintahkan ia dibebaskan dari penjara. Calley menjalani tahanan rumah selama 3½ tahun di markasnya di Fort Benning, Georgia, dan kemudian diperintahkan bebas oleh seorang hakim federal. Calley mengklaim bahwa ia cuma mengikuti perintah dari kaptennya, Ernest Medina; Medina menyangkal bahwa ia telah memberikan perintah itu, dan dibebaskan dalam peradilan yang terpisah. Kebanyakan dari para perwira yang terlibat dalam insiden My Lai ini tidak mendaftar lagi di angkatan bersenjata. Dari ke-26 orang yang mula-mula dikenai dakwaan, Letnan Calley adalah satu-satunya yang dinyatakan terbukti bersalah.

Sesudah pembantaian

Berita yang meledak mengenai pembantaian ini membangkitkan kemarahan gerakan perdamaian Amerika, yang menuntut penarikan mundur pasukan-pasukan AS dari Vietnam. Hal ini juga menyebabkan lebih banyak calon wajib militer yang mendaftarkan diri sebagai penentang berdasarkan nurani. Mereka yang telah selamanya menentang perang merasa menang; dan mereka yang berada di pinggiran gerakan menjadi lebih vokal.

Namun pergeseran yang lebih besar terjadi pada sikap masyarakat umum terhadap perang Vietnam. Orang yang sebelumnya tidak tertarik akan perdebatan perang/damai mulai menganalisis masalahnya dengan lebih cermat. Kisah-kisah mengerikan tentang prajurit-prajurit yang lain mulai ditanggapi lebih sungguh-sungguh, dan pelanggaran-pelanggaran lainnya muncul ke permukaan.

Sebagian dari kemarahan publik kemudian diarahkan kepada para prajurit itu sendiri. Citra veteran Vietnam yang bermasalah semakin meningkatkan kesulitan para prajurit yang bergumul dengan gangguan stres pasca-trauma, penyalahgunaan obat-obatan dan ketiadaan tempat tinggal.

Sebagian pengamat militer menyimplkan bahwa My Lai memperlihatkan kebutuhan akan relawan dalam jumlah yang lebih banyak dan dengan kualitas yang lebih baik untuk memberikan kepemimpinan yang lebih kuat di antara anggota pasukan. Sementara pertempuran Vietnam berlarut-larut, jumlah tentara karier yang terdidik baik dan berpengalaman di garis depan menurun dengan drastis sementara bertambahnya korban dan rotasi pasukan mengakibatkan pukulan hebat. Para pengamat ini mengklaim bahwa tidak adanya orang-orang muda yang cerdas yang tidak ikut serta dalam wajib militer karena mereka menjadi mahasiswa atau melayani di dalam negeri, menyebabkan sangat berkurangnya jumlah perwira baru yang baik. Banyak perwira baru yang usianya bahkan belum lagi 20 tahun, sering kali kurang cerdas dan tidak bertanggung jawab. Mereka menunjuk kepada Calley, seorang pemuda pengangguran dan putus sekolah di perguruan tinggi, sebagai contoh tentang seseorang yang masih mentah dan tidak berpengalaman, yang dipaksa segera menjalani latihan perwira.

Yang terlibat

Pleton Satu

  • William Calley - Letnan yang memimpin Kompi C, satu-satunya orang yang terbukti bersalah
  • David Mitchell - Sersan
  • Ronald L. Haeberle - Juru foto kompi
  • Charles Sledge - Operator Radio - memberi kesaksian bahwa ia melihat Calley dengan sengaja membunuh seorang anak kecil
  • Paul Meadlo - Prajurit Satu - memberi kesaksian bahwa ia takut ditembak bila ia tidak ikut serta
  • Dennis Conti - Prajurit Satu - mengaku mulanya ia tersesat, dan harus mencari kompinya
  • James Dursi - Prajurit Satu
  • Allen Boyce - Prajurit Satu
  • Ronald Grzesik - Prajurit Satu
  • Robert Maples - Prajurit Satu, mengaku menolak ikut serta
  • Varnado Simpson - Prajurit Satu, bunuh diri karena rasa berasalah dalam tragedi My Lai
  • Harry Stanley - mengaku menolak ikut serta
  • Gary David Roschevitz - tidak diketahui nasibnya
  • Elmer Haywood - tidak diketahui nasibnya
  • William Lloyd - tidak diketahui nasibnya
  • Lenny Lagunuy - tidak diketahui nasibnya
  • Sidney Kye - tidak diketahui nasibnya
  • Robert Bergthold - tidak diketahui nasibnya
  • Robert Mauro - tidak diketahui nasibnya
  • Robert Lee - tidak diketahui nasibnya
  • Isaiah Cowan - tidak diketahui nasibnya
  • Bruce Cox - tidak diketahui nasibnya
  • Harry Stanley - tidak diketahui nasibnya
  • Charles Hall - tidak diketahui nasibnya
  • Roy Wood - tidak diketahui nasibnya
  • Herbert Carter - tidak diketahui nasibnya
  • David Mitchell - tidak diketahui nasibnya
  • Gregory Olsen - tidak diketahui nasibnya
  • Daniel Simone - tidak diketahui nasibnya

Intervensi

Referensi

  1. ^ Brownmiller, Susan (1975). Against Our Will: Men, Women and Rape. Simon & Schuster. hlm. 103–05. ISBN 978-0-671-22062-4. 
  2. ^ Murder in the name of war: My Lai, BBC News, 20 July 1998.

Catatan kaki

Kepustakaan

Lihat pula

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to get property of non-object

Filename: wikipedia/wikipediareadmore.php

Line Number: 5

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to get property of non-object

Filename: wikipedia/wikipediareadmore.php

Line Number: 70

 

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Undefined index: HTTP_REFERER

Filename: controllers/ensiklopedia.php

Line Number: 41