PT Madu Baru adalah sebuah perusahaan milik Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang bergerak di bidang agroindustritebu. Perusahaan ini berkantor pusat di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. PT Madu Baru didirikan untuk mengambil alih bekas Pabrik Gula Padokan yang hancur akibat perang, dan mendirikan pabrik baru di atas lahan tersebut dengan nama Pabrik Gula dan Pabrik Spiritus Madukismo. Pabrik tersebut kini menjadi satu-satunya pabrik gula tebu yang masih beroperasi di Yogyakarta.
Pabrik Gula Padokan menjadi salah satu pabrik gula yang hancur akibat Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948. Hamengkubuwana IX selaku Sultan Yogyakarta kemudian mengusulkan pembangunan pabrik gula baru di bekas lokasi Pabrik Gula Padokan atau Gesikan. Selain untuk menjaga produksi gula di dalam negeri, pendirian kembali pabrik gula dimaksudkan untuk memperluas lapangan keja, karena pada saat itu banyak karyawan pabrik gula yang terpaksa berhenti bekerja, karena pabriknya hancur. Pemerintah Indonesia kemudian membeli mesin produksi gula dan spiritus dari Jerman Timur untuk keperluan tersebut, dan perusahaan ini pun resmi didirikan pada tanggal 14 Juni 1955,[2] untuk mengelola lahan yang dulunya merupakan lokasi Pabrik Gula Padokan. Pada awalnya, Hamengkubuwana IX memegang 75% saham perusahaan ini, sementara Pemerintah Indonesia memegang sisanya. Pabrik Gula Madukismo kemudian mulai beroperasi pada tanggal 31 Maret 1958 dengan ditandai peletakan batu terakhir. Hamengkubuwana IX lalu diangkat sebagai Presiden Direktur perusahaan ini. Presiden Soekarno kemudian meresmikan PG Madukismo pada tanggal 29 Mei 1958.[3]
Pada tahun 1962, perusahaan ini diambil alih oleh Pemerintah Indonesia dan dikelola oleh Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU PPN). Pada tahun 1968, perusahaan ini dikembalikan ke Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada tahun 1976 hingga 1977, PG Madukismo hanya dapat menggiling 1.600 ton tebu per hari, namun pada tahun 1991, PG Madukismo telah dapat menggiling 3.000 ton tebu per hari.[4] Pada tahun 1984, Rajawali Nusantara Indonesia mulai ikut mengelola kegiatan produksi PG Madukismo.[5] Pada tahun 2004, Pemerintah Indonesia resmi menyerahkan semua saham yang mereka pegang ke Rajawali Nusantara Indonesia.[6]
Produk dan layanan
Pada musim giling 2021, PG Madukismo berhasil menggiling 400.000 ton tebu, dan menargetkan dapat menghasilkan 41.400 ton gula.[7]
Selain memproduksi gula dan spiritus, perusahaan ini juga memproduksi alkohol dan penyanitasi tangan. Musim giling PG Madukismo biasanya berlangsung selama enam hingga tujuh bulan, yakni dari bulan April/Mei hingga Oktober. Di luar musim giling, PG Madukismo biasanya melakukan perawatan terhadap mesin-mesin produksinya. Dengan 1.000 karyawan, perusahaan ini mampu menggiling 3.000 ton tebu dan menghasilkan 25.000 liter alkohol per hari.[8]
Pabrik Gula Madukismo juga merupakan salah satu pabrik gula yang masih mempertahankan transportasi rel berbasis decauville. Pada musim giling, kereta lori tebu biasanya menjadi tontonan masyarakat setempat.[9] PG Madukismo juga menyelenggarakan wisata keliling pabrik dengan menggunakan lori.[10]
PG Madukismo pun masih mempertahankan tradisi cembengan. Tradisi tersebut diawali dengan penyebaran sesaji di sekitar kompleks pabrik, dan dilanjutkan dengan pertunjukan wayang kulit di Pantai Parangkusumo. Selanjutnya, dilakukan ziarah ke makam Ki Ageng Giring, Kotagede, dan Imogiri, serta selamatan di makam para juru masak gula yang berkerja di awal berdirinya pabrik gula. Tradisi cembengan di kompleks pabrik juga meliputi kirab tebu temanten, serta pertunjukan wayang di kompleks pabrik.[11]