Nana Asmaʾu (nama lengkap: Asmaʾu bint Shehu Usman dan Fodiyo, bahasa Arab: نانا أسماء بنت عثمان فودي; 1793–1864) adalah seorang putri, penyair, dan guru yang merupakan anak perempuan dari pendiri Kekhalifahan Sokoto, Usman dan Fodio.[1] Oleh sebagian orang, Nana Asma'u merupakan contoh dari adanya pendidikan dan kebebasan perempuan di dalam Islam, sementara bagi sebagian orang yang lain, ia dipandang sebagai pelopor dari gerakan feminisme modern di Afrika. Hingga kini, ia masih merupakan tokoh yang dihormati di wilayah Nigeria bagian utara.
Biografi
Nana Asma'u dilahirkan di Degel, sebuah desa yang terletak di kawasan negeri suku bangsa Hausa pada tahun 1793 sebagai anak perempuan pendiri Kekhalifahan Sokoto, Usman dan Fodio dan saudari tiri dari Sultan Sokoto yang kedua, Muhammad Belo.[2]
Nama beliau, yaitu Asma'u bint Shehu Usman dan Fodio dipercaya berasal dari nama Asmāʾ binti Abu Bakar, seorang sahabat Nabi Muhammad.[3] Nana Asma'u tumbuh besar di tengah pecahnya Perang Fulani (1804-1808), yaitu serangkaian pertempuran di kawasan Afrika Barat yang kemudian berujung pada pendirian Kekhalifahan Sokoto.
Dimulai dari tahun 1805, anggota keluarga Khalifah, termasuk Nana Asma'u, mulai menjadi terkenal karena peranan yang mereka mainkan dalam sejarah Sokoto, dimana Nana Asma'u yang memiliki usia lebih panjang dari sebagian besar generasi pendiri kekhalifahan ini merupakan sumber bimbingan penting bagi para penguasa Sokoto yang selanjutnya. Sama seperti ayahnya, Nana Asma'u merupakan seseorang yang terdidik dalam ilmu tafsir dan menempatkan nilai yang tinggi pada pendidikan universal, yaitu sistem pendidikan yang memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk memperoleh pendidikan tanpa peduli suku, jenis kelamin, kemampuan, ataupun agamanya. Dan Fodio dan para pengikutnya menekankan pentingnya berbagi ilmu, terutama Sunnah,[4] sehingga hal ini juga yang mendorong Nana Asma'u untuk membaktikan dirinya pada pendidikan perempuan.[1] Sebagaimana kebanyakan anggota keluarganya yang lain, Nana Asma'u juga menjadi penulis yang terkenal.
Pendidikan wanita
Karya tulis Nana Asma'u yang masih bertahan berkaitan dengan pendidikan Islam. Sebagai seorang perempuan dewasa, ia banyak bertanggung jawab dalam pendidikan agama perempuan di Sokoto. Pada sekitar tahun 1830, Nana Asma'u mendirikan jaji, yaitu kelompok guru perempuan yang berkelana di penjuru Kekhalifahan untuk mendidik perempuan di rumah mereka.[5] Dalam kegiatan mereka, para jaji menggunakan karya tulis Nana Asma'u dan ulama sufi lainnya, baik melalui jembatan keledai ataupun puisi, untuk melatih kelompok perempuan terpelajar yang diberi nama ƴan-taru, yaitu "mereka yang berkumpul bersama, persaudaraan perempuan."[6] Pada setiap jaji, Nana Asma'u memberikan malfa, yaitu sebuah topi dan simbol seremonial yang sebelumnya digunakan oleh pendeta perempuan dalam kepercayaan animisme suku Hausa di Gobir, yang diikat dengan turban merah. Dengan demikian, jaji kemudian menjadi simbol dari negara dan orde yang baru, serta menjadi simbol bagi pembelajaran secara Islami bahkan di luar komunitas perempuan.[7]
Pada awalnya, program pendidikan ini dimulai sebagai suatu cara untuk mengintegrasikan komunitas kaum pagan yang ditaklukkan oleh negara ke dalam golongan Muslim yang menjadi penguasa kawasan. Namun, program ini kemudian juga berkembang untuk mencakup golongan masyarakat miskin dan pedesaan, dengan melatih guru yang kemudian berkelana untuk menyebarkan ilmu di penjuru Kekhalifahan.[butuh rujukan]
Referensi