Upacara Nahunan merupakan salah satu dari beberapa ritual besar agama Kaharingan dikalangan suku Dayak Kalimantan Tengah, selain beberapa ritual lainnya seperti upacara ritual Mampakanan Sahur dan upacara Manyanggar. Masyarakat Dayak, hingga kini masih setia melestarikan aset leluhur mereka itu. Selain sebagai bentuk menghargai warisan leluhur, suku Dayak meyakini bahwa keseimbangan antara manusia, alam dan sang Pencipta merupakan suatu hubungan sinergis yang harus senantiasa tetap terjaga.[3][4]
Syarat-syarat
Syarat-syarat upacara Nahunan adalah hewan kurban (ayam dan babi), manik-manik (manas), batang sawang, rotan, rabayang, tunas kelapa, tambak, beras tawur, sesajen, abu perapian, patung (hampatung) pasak, tanggul layah/tanggul dare, batu asah, dan lain-lain.[5]
Makna
Upacara Nahunan mempunyi beberapa makna yaitu:
. Upacara dilaksanakan dengan maksud sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada bidan kampung atau dukun bayi karena telah membantu proses kelahiran agar ibu dan bayi lahir dengan selamat
. Sebagai sanjungan atas kelahiran bayi yang sangat didambakan dalam kehidupan berumah tangga.
. Makna yang terakhir dan yang terpenting yaitu pemberian nama untuk sang bayi agar dikenal oleh masyarakat dalam pergaulan keseharian.[1]
Perlengkapan
Untuk melaksanakan upacara Nahunan tersebut, disiapkan berbagai perlengkapan upacara Nahunan baik perlengkapan untuk sang bayi maupun perlengkapan bidan. Untu sang bayi, disiapkan sebuah keranjang pakaian guna menyimpan pakaian sang bayi. Tuyang atau ayunan untuk menidurkan ketika upacara sedang dilangsungkan. Tuyang ini terbuat dari kulit kayu nyamu dan dihias dengan mainan sederhana terbuat dari botol bekas yang dirangkai sehingga menimbulkan bunyi-bunyian yang unik.[1]
Kemudian untuk melengkapi perlengkapan upacara, terdapat sangku besar berbentuk seperti mangkuk besar digunakan untuk memandikan bayi tak lupa Garantung untuk pijakan bayi ketika keluar.[1]
Untuk perlengkapan sang bidan, terdapat sebuah Tanggul layah. sebuah topi yang digunakan sang bidan sebagai menutup kepala ketika membawa dan memandikan sang bayi ke sungai. ditambah lagi benda-benda yang sering digunakan seperti
Peludahan untuk menampung kinangan pada pasca upacara
Parapen atau Pendupan sebagai tepat pembakar kemenyan guna mengusir roh halus
Pisau Lantik untuk pengeras hamburan (roh-roh orang yang melaksanakan upacara atau dukun bayi)
Semua upacara dan perlengkapan ini tak lepas dari tujuan upacara Nahunan itu sendiri yakni menghargai daur kehidupan dari kelahiran hingga kematian. Masyarakat Dayak sangat memahami bahwa kehidupan mempunyai makna yang sangat dalam, semua tertuang dalam berbagai upacara yang diadakan, termasuk upacara Nahunan.[1]
Referensi
^ abcdef"cubetangasi.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-11. Diakses tanggal 2015-04-11.Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "cubengtasi" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
^"mirror.unpad.ac.id"(PDF). 23 Oktoer 2010. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2015-04-13. Diakses tanggal 11 April 2015.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)