Muhammad Zulfikar Rakhmat
Dr. Muhammad Zulfikar Rakhmat (lahir 10 April 1992) adalah seorang penulis, wartawan,[2] dan aktivis difabel. Ia juga adalah seorang difabel yang disebabkan oleh kelainan Ashpyxia Neonatal yang dialami Ibunya saat proses melahirkan.[3] Kisah hidupnya sebagai seorang difabel telah ia tulis melalui bukunya yang berjudul "Inilah Jihadku".[4] LahirZulfikar lahir di Pati pada tanggal 10 April 1992 dari pasangan dr. H. Rakhmat Soebekti, seorang dokter dan Dra. Sa'adah Binti Sujud, seorang guru dan ibu rumah tangga.[5] Saat melahirkan ibunya menderita Ashpyxia Neonatal, yakni kondisi kekurangan oksigen pada otak, yang berdampak pada saraf motorik halus Zulfikar.[6] Alhasil, ia tidak bisa menggunakan tangannya untuk melakukan beberapa hal, khususnya menulis. Meski sempat menerima penolakan dari sejumlah sekolah karena disabilitas yang dialaminya,[7] Zulfikar akhirnya mengenyam bangku pendidikan di TK Candi Baru, Semarang dan melanjutkan pendidikan dasar dan menengah pertama di SD dan SMP Islam Al-Azhar 14 Semarang.[8] Selama duduk di bangku sekolah, Zulfikar mengalami bullying dari teman-temannya.[9] Lulus SMP, ia melanjutkan pendidikan menengah keatas di Qatar disebabkan oleh pekerjaan ayahnya. Seusainya, Zulfikar menempuh pendidikan S1 jurusan Hubungan Internasional dan Politik Timur Tengah di Universitas Qatar dengan beasiswa penuh dari pemerintah Qatar.[10] Pada tahun 2014, ia lulus sebagai Mahasiswa Berprestasi dengan IPK 3.93 dan mendapatkan penghargaan khusus dari Emir Qatar, Syekh Tamim bin Hamad al-Tsani.[1] Wisuda Zulfikar juga diliput oleh media lokal berbahasa Inggris di Qatar, Doha News.[11] Temuan skripsinya yang berjudul "China's Arab-Israeli Conflict Policy" (Kebijakan Tiongkok di Konflik Israel-Palestina) telah diterbitkan oleh tabloid online tentang Timur Tengah berbasis di Swedia.[12] Usai menyelesaikan S1, Zulfikar kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Manchester dan memperoleh gelar Magister di bidang Politik Internasional sebelum menempuh studi doktoral di universitas yang sama.[13] Penelitian S3-nya menginvestigasi efek dari One Belt, One Road di negara-negara teluk dari sudut padang Antonio Gramsci.[13] Ketertarikannya tentang hubungan Tiongkok dan negara-negara teluk membuat pemikirannya dikutip oleh beberapa media, termasuk Al Monitor, sebuah media berbasis di Washington, yang menyebutkan bahwa Zulfikar merupakan "an expert on Sino-GCC relations".[14] Pendidikan
KarierWartawanZulfikar merupakan seorang wartawan yang telah menerbitkan lebih dari 100 artikel[16] di berbagai media masa di Indonesia maupun di luar seperti The Huffington Post,[17] Asia Sentinel,[18] and The Diplomat.[19] Topik-topik yang dituliskannya berkonsentrasi pada isu-isu Timur Tengah, terutama hubungan antara negara-negara teluk dan Tiongkok, persoalan difabel di Indonesia, dan juga isu-isu sosial di Indonesia. Ia beberapa kali menulis kritik terhadap Benny Wenda, petinggi Organisasi Papua Merdeka melalui tabloid ternama di Inggris, The Huffington Post. Salah satu artikelnya yang berjudul "Papua is Not Indonesia's Palestine"[20] yang ia tulis bersama Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia United Kingdom, Media Wahyudi Askar, untuk melawan sebuah tulisan Jason MacLeod yang menganggap bahwa keadaan di Papua sama dengan keadaan di Palestina,[21] mendapatkan respon tidak langsung dari Benny Wenda melalui artikel berjudul "Indonesia Supports Palestinian Independence - What About West Papua?" di tabloid yang sama.[22] Pada 9 Mei 2016, Zulfikar, juga bersama Media, menulis surat terbuka untuk pimpinan Partai Buruh Jeremy Corbyn yang mendukung pembebasan Papua Barat dari Indonesia.[2][23][24] Surat tersebut mendapat balasan resmi dari Buchtar Tabuni, Ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP).[25] Pada tahun 2015, Zulfikar juga menerbitkan tulisan yang menguak hubungan diam-diam Indonesia dan Israel. Ia mendapatkan bahwa kendati hubungan diplomatik tidak ada, perdagangan kedua negara tumbuh dengan pesat.[26][27][28][29] Zulfikar juga aktif menuliskan artikel tentang hubungan Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah lainnya.[30][31][32][33] Aktivis DifabelSelain menjadi wartawan, Zulfikar merupakan seorang aktivis difabel. Pada tahun 2014, Zulfikar, bersama dengan ketua PPI Inggris Aldo Kaligis, membuat kampanye yang mendorong para difabel untuk berani berkuliah di luar negeri.[34] Kemudian pada awal 2017, ia bersama dengan teman-temannya mendirikan Sekolabilitas, sebuah organisasi di Yogyakarta yang bertujuan untuk membantu anak-anak difabel Indonesia untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak.[35] Dalam tulisan-tulisannya, Zulfikar juga sering mengkritik pemerintah Indonesia yang menurutnya sampai hari ini masih belum ramah difabel.[36][37][38][39] Ia juga salah satu yang mengkritik rencana pemerintah untuk menutup sarana transportasi berbasis online yang dianggapnya sangat merugikan difabel.[40] Referensi
|