Mozes Abraham Kalmalan Kilangin Tenbak (lahir di Mimika, Papua Tengah, 1925 - meninggal di Timika, Papua Tengah, 14 Agustus 1999 pada umur 74 tahun) adalah pejuang dan tokoh asal Papua Tengah. Namanya kini diabadikan di Bandar Udara Mozes Kilangin, Timika, Papua Tengah. Lebih tepatnya di lembah Tsinga (sebelah Timur dari Tembagapura). Mozes Kilangin memiliki julukan Uru Me Ki yang artinya "Guru Besar", karna ia merupakan orang pertama dari Suku Amungme dan suku-suku di pegunungan tengah yang mengenyam pendidikan di Belanda, yang kemudian bekerja sebagai pejabat pemerintah. Oleh karena itulah, Mozes jadi lambang kebanggaan masyarakat Timika terutama suku Amungme.[1]
Kehidupan pribadi
Nama Mozes Kilangin berlabuh di masyarakat Amungme. Ia dilahirkan sekitar tahun 1925 di Unganarki, Diloa Lembah Besar. Setelah gempa bumi pada tahun 1928, Mozes pindah bersama keluarganya ke Tsinga, Tembagapura. Mozes Kilangin adalah orang Amungme pertama yang menerima pelatihan menjadi guru.
Pada tahun 1954, Mozes dikirim oleh Pastor Cammerer untuk membangun kampung halamannya. Mozes kembali melalui Epouto menuju Kokonao, dan dilanjutkan sampai Koperapoka hingga sampai ke Tsinga pada 1 October 1954. Selama empat bulan, Mozes bekerja menjadi guru dan membantu membangun permukiman penduduk. Pada Januari 1955, Mozes kembali ke Koperapoka untuk meminta bantuan tenaga pelajar kepada Pastor Cammerer karena banyaknya minat masyarakat untuk menerima pendidikan. Pastor Coenen kemudian mengabulkan permintaan dengan mengirim Paulus Aika dan Johanes Aikawe.
Berkat usahanya, Kampung Amkayagame dibangun menjadi ibukota daerah Tsinga. Lapangan terbang dan rumah-rumah bagi guru dan sekolah milik misi Katolik bisa dibangun. Karya lain Mozes adalah dibangunnya Distrik Agimuga, Mimika pada tahun 1958. Dengan temannya Bestuur Kokonao, Arnold Mampioper, mereka memindahkan pemukiman penduduk dari dataran tinggi menuju dataran rendah di Lembah Tsinga.
Budaya dan agama tradisional Suku Amungme yang tadinya menganut praktik animisme seperti womkela (dukun) dan hai (surga) perlahan berubah menjadi paham katolik. Banyak pria Amungme saat itu tidak ingin ke gereja karena diminta untuk mengehentikan praktik poligami dan menceraikan istri kedua.
Dari Juli hingga September 1960 dia menjadi panduan dan negosiator untuk ekspedisi Amerika yang dipimpin oleh ahli geologi Forbes Wilson ke Ertsberg. Pemerintah Belanda setuju untuk menyelidiki stok bijih tembaga. Ekspedisi ini melalui jalur Tsinga Jongkogama-Waa (Mile 68 sekarang)-Osekindi-Bayulkase (mile 74 sekarang). Sedangkan tujuh tahun kemudian kandungan emas ditemukan, dan kontrak kerja pertama PT. Freeport dan Pemerintah Indonesia ditandatangani.
Usaha Freeport untuk membuka pertambangan di daerah gunung Nemangkwi sempat ditentang oleh penduduk Amungme lokal seperti di wilayah Waa dan Banti, karena bagi mereka Nemangkawi adalah wilayah suci tempat arwah nenek moyang mereka. Mozes Kilangin kemudian menjadi penengah bagi perusahaan pertambangan dan masyarakat setempat, dengan maksud kekayaan alam dari wilayah ini kemudian akan digunakan untuk membangun pengembangan wilayah dan masyarakat setempat seperti pendidikan, kesehatan, perumahan.[2]
Peninggalan
Nama Mozes Kilangin diabadikan menjadi nama Bandar Udara Mozes Kilangin. Patung Uru Me Ki, Mozes Kilangin karya seniman I Nyoman Nuarta yang terbuat dari perunggu dan tembaga, juga dibangun di dekat pintu masuk bandara.
Referensi